Zahrotur Riyad, Sosok Muslim Pejuang Pendidikan Seksual Anak Pulau
Latar belakang pendidikannya boleh saja kedokteran gigi, namun Zahrotur Riyad justru berjibaku dengan penyuluhan reproduksi untuk remaja di pulau-pulau kecil sekitaran Batam, Riau. Angka kehamilan yang tinggi di kalangan remaja setempat membuatnya teguh menyadarkan bahwa tugas remaja adalah belajar sebanyak-banyaknya, bukan mengasuh anak.
Zahro, sapaan akrab Zahrotur Riyad, memulai upaya penyuluhan reproduksi di kalangan remaja Kepulauan Riau sejak 9 tahun lalu. Panggilan untuk menyuluh muncul ketika Zahro bertugas sebagai pegawai negeri sipil yang memberi pelayanan kesehatan gigi di sekolah-sekolah.
“Persoalan dulu ketika saya mulai proyek di sana itu adalah karena seks bebas. Angka kehamilan dan persalinan di usia remaja yang sangat tinggi, di bawah 18 tahun. Bahkan ada satu yang usia 14 tahun,” tutur penerima gelar ibu berprestasi kategori kesehatan dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kepulauan Riau ini kepada ABC.
Sejak menemukan banyak anak sekolah hamil di luar nikah di tahun 2010 itu, Zahro lantas memberanikan diri meminta izin kepada kepala Puskesmas tempat ia bekerja untuk mengajar kesehatan reproduksi remaja di sejumlah SMP dan SMA.
“Salah satu caranya adalah tiap sekolah saya latih biasanya 15-20 anak untuk jadi konselor sebaya di tiap sekolah,” sebut dokter teladan tingkat nasional Indonesia tahun 2016 ini.
Perempuan berjilbab ini mencatat, sepanjang tahun 2014 di pulau-pulau kecil di sekitaran Batam, Kepulauan Riau, ada 33 persalinan dari ibu dengan usia di bawah 18 tahun dan 33 kehamilan dari ibu yang berusia di bawah 18 tahun juga.
Di tahun 2015, angka itu turun jadi 22 persalinan dan 23 kehamilan, kemudian setahun berikutnya yakni di tahun 2016, angka itu turun lagi menjadi 15 persalinan dan 15 kehamilan di bawah 18 tahun.
“Itu yang ke puskesmas, yang ditolong bidan. Yang tidak lapor bisa jadi lebih banyak,” ujar dokter gigi lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini.
Data tersebut menjadi titik balik bagi penerima penghargaan CNN Indonesia Heroes 2017 ini.
Zahro merasa ia harus berbuat apapun untuk menjadi bagian solusi, sekalipun hal itu melenceng dari bidang awal pekerjaannya.
“Pemahaman saya tidak seperti itu,” tegasnya.
Di lingkungan anak pulau, kehadiran Zahro selalu ditunggu. Ia mengaku mengajarkan pendidikan seksual lewat cara informal yang menjauhi kesan jenuh.
Padahal, menurut pengakuannya, ia sempat tak dianggap.
“Tahun 2010 itu ketika saya mengajar atau ketika saya melakukan pelatihan konselor sebaya, itu saya enggak dipedulikan.”
“Mereka senang ada dokter datang tapi atas apa-apa yang saya katakan itu tidak begitu peduli.”
“Tapi sekarang tiap saya datang, mereka akan duduk mendengarkan dengan serius. Meski saya sebenarnya tidak pernah menyampaikan dengan serius ya,” kata perempuan asal Lumajang, Jawa Timur ini.
Zahro mengaku ia menyampaikan materinya dengan gaya stand-up comedy atau dengan meggunakan media audio-visual seperti film.
Berkutat dengan anak pulau, menyelami latar belakang dan lingkungan mereka, Zahro mengungkap pendidikan yang rendah tak menjadi faktor ekslusif di dalam minimnya pengetahuan seksual di kalangan remaja pulau.
Ia menyebut lingkaran setan antara kemiskinan, kemalasan, gaya hidup yang kurang higienis serta pendidikan rendah itu sendiri menjadi satu-kesatuan latar belakang.
Oleh karena itu, dalam tiap pertemuan dengan anak-anak didiknya, Zahro selalu berusaha membakar semangat mereka.
“Saya bilang ke anak-anak itu ‘kalian mau terus hidup seperti ini? kalian lulus SMP, kawin, terus punya anak. Terus anaknya kalian juga kawin pas SMP terus cucu kalian lahir, kawin lagi SMP. Begitu terus ratusan tahun kalian mau seperti ini? Kalian tidak ingin melihat-lihat dunia?’.”
“Saya bangunkan kesadaran lewat hal seperti itu sebenarnya.”
Keteguhannya untuk memberikan pendidikan seksual bagi remaja pulau berpangkal dari hal sederhana namun berdampak luas.
“Anak-anak ini aset bangsa. Saya berpikir jika tidak dibangun remaja ini, anak-anak ini dengan pemahaman yang benar tentang segalanya, fondasi yang benar, baik tentang kehidupan, tentang pendidikan dan termasuk seks di dalamnya maka mereka akan begitu seterusnya.”
Zahro tak ingin anak-anak itu selamanya menjadi bagian dari masalah bangsa. Mereka, harapnya, harus menjadi bagian dari solusi bagi Indonesia.
“Terus saya motivasi untuk bisa bersekolah lebih tinggi, punya cita-cita, hal-hal seperti itu. Sehingga itu bisa mendobrak dan membuat mereka ingin keluar dari kungkungan pulau.”
“Maksudnya untuk mendapat yang lebih bagus dan suatu saat akan kembali ke pulaunya itu, meski tidak dalam bentuk fisik ia kembali ke pulaunya itu,” tutur perempuan 41 tahun ini.
Zahro sungguh bertekad agar para remaja itu benar-benar memiliki kesadaran bahwa seks bukanlah satu-satunya tujuan dalam hidup.
“Bahwa seks itu adalah kebutuhan, iya itu benar. Tapi itu (dilakukan) ketika sudah dewasa dan bisa bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan tentang segala hal dalam aspeknya.”
“Tetapi ketika dalam usia remaja, maka hal utama yang menjadi tujuan adalah belajar sebanyak-banyaknya, berteman dengan sebanyak mungkin orang dan mengambil hikmah dengan bermakna. Bertualang mencari pengalaman.”
“Bukan sibuk dengan pikiran tentang seks dan keinginan untuk melakukan seks,” pungkasnya.