ABC

Yazidi, Minoritas Agama di Irak yang Keberadaannya Terancam

Mereka tinggal di puncak gunung, terperangkap tanpa makanan ataupun air, populasi mereka sebanyak 50.000 jiwa, dan mereka adalah pengikut kepercayaan kuno yang misterius. 

Para penganut Yazidi mencium monumen di tengah halaman kuil ‘Lalish’ di kota Sheikh Hadi, di dekat Dohuk, utara Irak, pada 2 Agustus 2004. (Foto: Reuters: Sasa Kralj)
Kini, mereka terkepung oleh kelompok militan Islam yang mengancam hendak membunuh mereka semua.

Di belahan lain dunia, Presiden Amerika Serikat telah mendeklarasikan kesiapan negaranya untuk kembali menyeberang ke Irak dengan meluncurkan serangan udara guna melindungi mereka, penganut Yazidi.

Jadi siapa sebenarnya kelompok Yazidi?

Kelompok Yazidi adalah minoritas agama/etnis berbahasa Kurdi yang telah mempertahankan kepercayaan mereka walau mengalami penganiayaan selama berabad-abad.

Kelompok ini sangat merahasiakan agama, ritual, dan asal-usul mereka, dan inilah yang seringkali menimbulkan kesalahpahaman serta memicu ketegangan.

Kepercayaan mereka diyakini berasal dari zaman Zoroastrianisme Persia, yang berlangsung sebelum kedatangan Kristen dan Islam, meski beberapa akademisi modern mempertanyakan keterkaitan mereka dengan Zoroastrianisme.

Praktek dan spiritualitas kelompok Yazidi meliputi sejumlah elemen dan tradisi Kristen, Islam dan Yahudi. Para pengikutnya meyakini bahwa mereka diciptakan terpisah dari manusia lainnya dan merupakan keturunan Adam, namun bukan Hawa.

Orang-orang keturunan Malaikat Merak

Orang-orang Yazidi dikenal lewat kepercayaan monotheistik mereka, dengan menyembah pada satu Kekuatan Esa, yakni ‘Yazdan’, yang dari-Nya 7 roh kudus berasal.

Roh tertinggi adalah Malaikat Merak, yang mengemban harapan mulia ‘Yazdan’. Yazdan dan Malaikat Merak dipandang sebagai dua kekuatan yang tak terpisahkan.

Kepercayaan ini adalah budaya lisan, dengan tradisi dan rahasia yang diwariskan secara turun-temurun selama lebih dari ratusan generasi.

Dalam masyarakat tradisional Yazidi, seorang Kepala Sheikh mengemban tugas sebagai pemimpin tertinggi agama, sementara ‘Emir’ yang sekuler menguasai komunitas yang disusun berdasarkan sistem kasta yang kaku.

Berpindah keyakinan dari aliran ini dilarang, begitu pula pernikahan dengan non-Yazidi serta penyatuan antara kasta-kasta yang berbeda.

Beberapa tahun belakangan ini, ada laporan yang menyebut adanya pembunuhan ‘terhormat’ atas para perempuan Yazidi yang berusaha menikah dengan seseorang di luar keyakinan mereka.

Pada tahun 2007, hukuman mati bagi seorang gadis Yazidi Irak berusia 17 tahun mendapat perhatian global.

Di tengah kekakuan sistemnya, struktur sosial yang tak bisa dikompromikan adalah hal dasar bagi kepercayaan Yazidi, dalam rangka purifikasi jiwa melalui proses kelahiran kembali yang berkelanjutan.

Para penganutnya mempercayai, meinggalkan komunitas dan kepercayaan mereka adalah sebuah bencana –siklus kehidupan akan musnah dan kemurnian roh tak akan dapat tercapai.

Dituduh menyembah setan

Hubungan antara kelompok Yazidi dengan tetangga mereka yakni mayoritas Kurdi-Muslim seringkali dilanda ketegangan. Menurut organisasi ‘Kurdwatch’, banyak Muslim menyebut ‘Malak Taus’ (sang Malaikat Merak) –malaikat tertinggi dari 7 malaikat yang menguasai dunia dan figur kunci dari kepercayaan Yazidi- sebagai penjelmaan setan. Sehingga banyak penganut Yazidi disebut sebagai ‘para pemuja setan’.

Beberapa Muslim –termasuk pemberontak Muslim Sunni ISIS, mempercayai bahwa kelompok Yazidi adalah orang yang ingkar terhadap agama atau Muslim yang keluar dari Islam, sebuah tuduhan yang menurut interpretasi ISIS layak dijatuhi hukuman mati.

Menurut sejarah, kelompok Yazidi tinggal di sejumlah komunitas yang berada di utara Irak, Suriah dan Turki, dengan beberapa jumlah kecil di Georgia dan Armenia.

Pada masa kekuasaan Ottoman, saat periode pembersihan minoritas ini terjadi, banyak dari mereka meninggalkan kampung halaman dan menjadi pengungsian di berbagai tempat.

Pada awal abad ke-21, ada sedikit perubahan yang terjadi. Selama kependudukan Amerika Serikat di Irak, kelompok Yazidi menjadi target kampanye bom kelompok pemberontak.

Yang terparah terjadi pada bulan Agustus 2007, ketika 4 serangan bunuh diri mengklaim lebih dari 500 nyawa penganut Yazidi di dua kota tempat tinggal mereka, yang terletak di dekat Mosul.

Komunitas modern Yazidi beserta anggota mereka yang tersebar dalam diaspora diperkirakan berjumlah antara 70.000 hingga 500.000 orang, dengan konsentrasi terbesar berada di provinsi Nineveh, di utara Irak.

Beberapa komunitas kecil tinggal di sepanjang utara Suriah, meski nasib mereka sejak awal dimulainya perang sipil Suriah sudah tak jelas rimbanya.

Sejumlah besar penganut Yazidi kini beremigrasi ke Jerman dan sekitar 4000 orang kini tinggal di Swedia.

Ahad lalu, ketika menaklukkan kota Sinjar, Irak, yang merupakan tempat bersejarah bagi kelompok Yazidi, para militan ISIS mengumumkan secara publik bahwa kelompok minoritas itu adalah ‘para penyembah setan’.

Setelah mengokupasi Sinjar dan memporak-porandakan tempat suci Muslim Syiah, para militan ISIS mendeklarasikan bahwa seluruh penduduk kota itu harus mengubah keyakinan mereka ke Islam Sunni, atau menghadapi eksekusi.

Perintah ini memicu eksodus massal puluhan ribu penduduk, baik dari kelompok Yazidi atau Kristen, yang meninggalkan rumah mereka dengan kendaraan atau berjalan kaki. Banyak dari penganut Yazidi, yang putus asa dan berpegang pada kepercayaan tua mereka, bergerak menuju pegunungan terdekat berharap ketinggian dapat menghindarkan mereka dari penganiayaan.