ABC

WNI di Australia Belum Tenang Sebelum Pelantikan Presiden

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil rekapitulasi nasional suara Pilpres Indonesia, Selasa (22 /07/ 2014) malam. Namun, bagi sejumlah warga Indonesia di Australia, kehidupan mereka tak akan serta-merta kembali seperti sediakala.

Pemilihan Presiden kali ini dibumbui banyak kejadian, mulai dari yang menggelikan hingga yang mengejutkan, baik di panggung politik, tempat para kandidat bertarung, di kalangan rakyat, bahkan kalangan selebriti Indonesia dan dunia.

Linimasa Facebook warga Indonesia pun dibanjiri berita dan opini tentang pemilu, hingga ada yang sampai memutuskan 'puasa' media sosial hingga kehebohan pemilihan mereda.

Selasa malam, KPU mengumumkan bahwa Joko Widodo memenangkan pilpres dengan persentase 53,15 persen. Namun, beberapa jam sebelumnya, lawannya, Prabowo Subianto, mengumumkan pula bahwa Ia  menolak hasil pemilu tersebut.

ABC International berbicara dengan sejumlah warga Indonesia di Australia tentang pemilu, penghitungan suara, penolakan Prabowo, dan konsekuensi ketiganya terhadap kehidupan sosial mereka, yang selama beberapa bulan terakhir tetap terpengaruh pemilu meskipun berada di luar negeri.

https://publisher.radioaustralia.net.au/sites/default/files/images/2014/07/23/oz%20newspaper.jpg

Penolakan Prabowo atas proses pemilihan presiden 2014 menjadi berita berbagai edisi awal harian Australia. (Photo: Sastra Wijaya)

Keadaan Belum Tenang

Saidiman Ahmad, mahasiswa bidang kebijakan publik di Australian National University, kota Canberra, mengaku angkat topi untuk kerja KPU kali ini. Menurutnya, ini adalah salah satu pemilihan umum terbaik yang pernah berlangsung di Indonesia.

"Tingkat partisipasi sangat tinggi, dan penyelenggaraan pemilu sekarang, terutama pada penghitungan suara, itu juga berlangsung dengan jauh lebih transparan dibanding sebelumnya, dengan dipublikasikannya formulir C1 di website KPU jadi semua orang bisa mengakses," ucapnya.

Menurutnya, Ia dan banyak mahasiswa Indonesia selama beberapa bulan akhir ini tersita perhatiannya oleh Pemilu

"Seharusnya kembali ke normal (setelah penghitungan suara selesai), tapi kan sebenarnya prosesnya belum selesai betul sampai pelantikan Oktober,"  ucap Saidiman.

"Karena kemarin kubu Prabowo Subianto menolak pilpres, bukan hanya mundur.  Saya enggak tahu apa yang ada yang ada dalam pikiran dia dengan kata-kata 'menolak pilpres' sementara kita tahu di belakang Prabowo banyak partai yang mendukung dia. Tidak tahu apa yang akan terjadi."

"Tapi di luar itu…kita sudah semakin matang berdemokrasi dan tidak mudah diganggu oleh siapapun."

Sedangkan Frans Simarmata dari Jaringan Indonesia Diaspora Australia menyatakan bahwa meningkatnya partisipasi pemilih dua kali lipat menunjukkan para diaspora peduli dan ingin berkontribusi.

"Sekarang kita bersama-sama berbuat dan berkontribusi untuk Indonesia lebih baik karena tantangan yang tidak mudah, sesuai dengan talenta kita masing-masing. Jangan hanya mau jadi penonton," komentar Frans yang tinggal di Sydney.

Noor Alifa, mahasiswa bidang lingkungan di Melbourne University, berpendapat serupa dengan Saidiman, yaitu situasi mungkin masih belum bisa tenang sebelum pelantikan, dikarenakan penolakan Prabowo Subianto terhadap hasil pemilu.

"Kalau melihat dari berita soal ketidakterimaan kandidat capres yang lain, menurutku masih belum diprediksi kondisi Indonesia saat ini," tuturnya.

Hingga, kehidupan para pendukung kedua capres pun mungkin belum bisa kembali seperti semula, tanpa embel-embel siapa mendukung siapa.

"Kayaknya dramanya masih berlanjut sampai Oktober, sampai dia betul-betul dilantik jadi presiden, baru bisa mungkin kembali seperti semula," ucap Alifa kepada Dina Indrasafitri dari ABC.

"Aku masih kurang yakin sampai dengan Oktober ini kita bisa merangkul perbedaan yang sudah tercipta sebelum pemilu."

Pakar: Ini Kekuatan Demokrasi Indonesia

Profesor Thomas Reuter dari Asia Institute, Melbourne University, memiliki pendapat yang berbeda. Menurutnya, kemungkinan terjadi kerusuhan terkait kalahnya Prabowo dan pasangannya Hatta Radjasa dalam pemilu, amat kecil. Begitu pula kemungkinan penggugatan terkait hasil dan proses pemilu di mahkamah konstitusi oleh Prabowo.

"Saya rasa [ancaman menggugat ke pengadilan] tidaklah serius. Saya rasa itu hanyalah kepribadiannya. Dan memang sulit menerima kekalahan bila kemenangan begitu dekat. Bisa dimaklumi bahwa Ia sedikit marah, dan begitu juga pendukungnya," tuturnya. 

Reuter menambahkan bahwa memang Prabowo memiliki banyak partai politik yang mendukungnya, hingga dukungan untuk Joko Widodo di DPR pun bisa jadi sedikit, namun, di lain pihak,  koalisi yang dibentuk Prabowo pun tampak melemah.

"Kecil kemungkinan koalisi [Prabowo] bisa cukup kuat hingga bisa mengendalikan situasi di DPR," komentar akademisi yang sudah berpuluh tahun meneliti Indonesia dari segi politik, sosial budaya itu.

Seperti juga Saidiman, Reuter memuji proses demokrasi yang sudah berlangsung.

"Jelas, ini menunjukkan kekuatan demokrasi Indonesia. Tidak ada insiden, dan mereka yang menakut-nakuti, termasuk beberapa rekan saya, terbukti salah," ucapnya.