ABC

Warga negara Kiribati gagal klaim status pengungsi perubahan iklim

Seorang warga negara Kiribati yang rumahnya terancam naiknya permukaan laut lagi-lagi kalah dalam usahanya untuk tinggal di Selandia Baru sebagai seorang pengungsi. 

Laki-laki yang dikenal dengan inisial "AF" dalam pengadilan, tengah naik banding terhadap keputusan Pengadilan Imigrasi dan Perlindungan untuk menolak klaim awalnya. 

Dalam putusannya, Pengadilan tersebut menyatakan menerima bahwa para penduduk Kiribati tengah menghadapi bencana lingkungan akibat perubahan iklim, namun itu tidak berarti mereka berhak mendapat status pengungsi di Selandia Baru. 

Sebelumnya, Presiden Kiribati Anote Tong telah memperingatkan bahwa negaranya, yang berlokasi di tengah Samudera Pasifik, dapat menjadi tidak layak mukim pada tahun 2050an akibat naiknya permukaan laut dan salinitas dikarenakan perubahan iklim. 

AF telah bertempat tinggal di Selandia Baru dengan istri dan anak-anaknya, yang lahir di Selandia Baru, sejak 2007, dengan menggunakan visa pekerja. 

Pengacara-pengacara AF berargumen bahwa AF berhak mengklaim status pengungsi sebagai "internally displaced person", yaitu seseorang yang kondisinya terancam namun tetap berada dalam batas negara asal mereka. 

Pengadilan mengakui bahwa perubahan iklim, kondisi hidup yang kelewat padat serta pesatnya urbanisasi memang memberi dampak negatif terhadap standar kehidupan di Kiribati, namun tidak sampai mengancam hidup AF. 

"Tidak ada bukti yang menetapkan bahwa kondisi-kondisi lingkungan yang Ia hadapi atau yang mungkin akan Ia hadapi saat pulang nanti sebegitu berbahayanya hingga hidupnya akan terancam atau Ia dan keluarganya tidak akan sanggup menjalani kembali hidup mereka dengan bermartabat," jelas pengadilan tersebut. 

Pengadilan tersebut juga menemukan bahwa isu-isu perubahan iklim yang dihadapi AF juga dihadapi warga Kiribati lainnya tanpa pandang bulu, oleh karena itu klaim AF harus gagal. 

Presiden Tong selama ini telah melobi negara-negara lain di dunia agar meningkatkan usaha dalam menghadapi pemanasan global. Saat ini Ia sedang berada di New York untuk menghadiri debat umum Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

"Saya rasa pesan tentang perubahan iklim telah didengar, dan saya rasa pesan itu telah diulang-ulang. tapi yang harus menyusul adalah tindakan," jelasnya kepada Radio Australia. 

Tong bersikeras bahwa dampak yang timbul dari kenaikan suhu bumi bukanlah masalah yang akan timbul di masa depan, melainkan masalah yang sudah amat nyata bagi negara-negara Pasifik saat ini. 

Salah satu dokumen yang digunakan AF dan pengacara-pengacaranya untuk mendukung klaimnya adalah sebuah karya tulis yang ditulis antara lain oleh Profesor Richard Bedford, spesialis studi migrasi di kawasan Asia Pasifik.

Bedford berkata pada program Pacific Beat bahwa kasus AF menyoroti tantangan yang dihadapi Selandia Baru, Australia, dan negara-negara Pasifik lainnya.

"Saya rasa pemerintah Australia dan Selandia Baru telah sangat lalai, terutama satu-dua tahun terakhir ini, karena tidak memberikan Presiden (Kiribati) Tong dan Perdana Menteri Tuvalu semacam keyakinan bahwa kebijakan-kebijakan imigrasi mereka saat ini akan diperbaiki hingga menjadi lebih responsif pada masalah-masalah yang akan dihadapi warga Kiribati dan Tuvalu," ucapnya.

Bedford berkata bahwa pemerintah Australia dan Selandia Baru harus memberikan konsensi bagi masyarakat Pasifik yang merasa harus meninggalkan negara-negara asal mereka.

"[Tong] juga tengah banyak berinvestasi agar warganya dapat mencapai tingkat keahlian yang akan menjadikan mereka layak memasuki Australia dan Selandia Baru, namun Ia butuh banyak dukungan dalam melakukan hal tersebut," jelasnya.

"Ia akan sangat terbantu bila Ia merasa bahwa dua negara tersebut benar-benar siap mungkin untuk membuat beberapa pengecualian bagi mereka yang berasal dari negara-negara tetangga, dan tidak menempatkan mereka dalam kategori yang sama dengan mereka yang berasal dari tempat-tempat lain di dunia."