ABC

Warga keturunan Suriah klaim diintimidasi pendukung Assad di Australia

Ketika seluruh dunia sedang menanti keputusan Kongres Amerika Serikat terhadap kemungkinan pengerahan Serangan militer di Suriah, keluarga Australia keturunan Suriah menanti berita dari kerabat mereka di kampung halamannya.

Banyak keluarga keturunan Suriah enggan berkomentar soal kondisi di negaranya, mereka takut kemunculan mereka di publik akan memicu kemarahan pendukung Presiden Assad yang tinggal di Australia.

Di sebuah rumah di pinggiran kota di selatan-barat Sydney, Fatima, ibu rumah tangga berusia 22 tahun ingin ceritanya didengar.

"Saya tidak takut lagi,” ungkapnya. “Cukup sudah, Australia juga harus lebih peduli."

Fatima menyaksikan kengerian selama dua pekan terakhir mengenai dugaan serangan dengan senjata kimia di Damaskus yang membanjiri laporan di televisi dan sosial media.

"Ketika saya mendengar pertama kali tentang pembunuhan dengan senjata kimia saya sangat terkejut," kata Fatima.

"Tapi begitu saya dengar itu terjadi di Ghouta, di pinggiran Damaskus, jantung saya langsung berhenti berdetak."

Ghouta adalah pemukiman di pinggiran Timur Kota Damaskus dimana nenek dan bibi Fatima tinggal.

"Saya langsung menelpon paman saya menanyakan kabar kerabat saya di desa itu," tuturnya.

"Saya meminta Paman saya mengabarkan apapun yang Ia dengar tentang nenek dan bibi saya. Saya berusaha menelpon banyak orang. Namun tidak mendengar kabar apa-apa.” ungkapnya sedih.

"Saya sangat  takut.. bibi saya wanita tua begitu juga nenek saya."

Keluarga ini tidak bisa melakukan kontak apapun dengan kerabatnya di Suriah pasca dugaan serangan kimia tersebut.

Jadi sasaran pendukung Assad di Australia

Letak geografis Suriah boleh jadi sangat jauh dari Australia, tapi keluarga keturunan Suriah yang bermukim di Australia mengaku tetap berbahaya bagi siapapun  yang menentang Presiden Surian Bashar Al-Assad.

Fatima mengatakan ancaman bagi keluarga keturunan Suriah di Australia sangat tidak biasa.

"Saya tetap mengkhawatirkan keselamatan anggota keluarga saya yang tinggal di Australia," katanya.

"Di Australia tetap ada mata-mata Assad. Mereka kerap mengatakan itu dengan keras dan bangga, keluarga saya ada dalam daftar mereka.”

Fatima mengatakan keluarganya telah menjadi target pendukung rezim Assad di Sydney.

"Mereka melempari mobil saya dengan telur, jendela rumah ayah saya dirusak, ban mobil kakak saya dikempeskan, mobil suami saya juga dirusak,” ungkapnya.

"Mereka mencoba memprovokasi, mereka mendatangi kelompok penentang rezim Assad, menyalakan musik diktator mereka keras-keras dan mencoba memprovokasi, membuat ancaman."

Klaim ini didukung oleh pemimpin komunitas, termasuk pendiri Asosiasi Warga Australia keturunan Suriah, Dr. Tamil Kahil.

"Tentu saja, di Australia banyak terjadi caci maki dan ancaman-ancaman,” klaim Dr. Kahil.

Ia juga percaya mata-mata Assad beroperasi di Australia.

"Sejumlah mata-mata rezim Assad melaporkan kondisi di sini ke Suriah dan warga yang menyuarakan perlawanannya terhadap rezim akan ditandai,"  katanya.

Dr. Kahil mengatakan kembali ke Suriah, tanah tumpah darahnya akan sangat mengancam jiwanya.

"Mereka akan menguliti saya hidup-hidup jika saya kembali ke perbatasan,"katanya khawatir.

Anggota  komunitas Syiah dan Alawit, yang kebanyakan mendukung rezim Assad juga mengaku mereka ikut membantu korban intimidasi dari pendukung Assad di Australia.

8 saudara Fatima  korban konflik Suriah

Fatima dan keluarganya telah putus harapan menemukan nenek dan bibinya hidup-hidup.

"Setiap hari saya sangat sedih mengetahui, Saya tidak mungkin bertemu mereka lagi,” katanya sedih.

"Saya sudah kehilangan harapan. Kenapa saya begini, rezim Assad tidak punya belas kasian kepada bayi, bagaimana mungkin mereka mau peduli dengan wanita tua seperti nenek dan bibi saya?"

Ini bukan pertama kali Fatima kehilangan anggota keluarganya selama berlangsung konflik di Suriah.

Delapan anggota keluarganya tewas terbunuh sejak perang saudara berkecamuk di negara itu 2 tahun lalu.

Saudara Fatima yang terakhir meninggal adalah sepupunya yang berusia 25 tahun yang tewas terbunuh di jalan ketika hendak membeli roti.

"Dia pergi keluar hendak membeli roti untuk keluarganya. Didalam perjalanan, rezim Assad membom pabrik roti tersebut.," cerita Fatima.

"Semua yang tewas untuk kebebasan dan tidak bersalah kami anggap sebagai pendobrak/martir."