ABC

Kisah Warga Indonesia Lolos dari Badai Topan Pam di Vanuatu

Sejumlah warga Indonesia yang menetap di Vanuatu, dilaporkan dalam keadaan selamat setelah melewati badai topan Pam akhir pekan lalu. Saat kejadian, salah satu keluarga yaitu pasangan Ode Ali Maruf dan Inga Mepham beserta kedua anak mereka harus berlindung selama 18 jam di ruang bawah tanah sebuah hotel di Port Villa.

Badai angin topan itu mulai mendatangi ibukota Vanuatu sekitar Pukul 5 sore, hari Jumat (13/3/2015).  Berbagai persiapan dilakukan warga, salah satunya dengan mengungsi ke hotel yang bangunannya lebih kokoh.

"Kami mengungsi ke hotel, dan turun ke ruang bawah bersama 300an orang lainnya," kata Inga Mepham kepada wartawan ABC Farid M. Ibrahim.

Menurut Inga ia mengenal sekitar 7 warga Indonesia yang menetap di Vanuatu, dan mereka semua selamat dari badai topan ini.

Ellia dan Kinta, anak dari Ode Ali Maruf dan Inga Mepham, di rumah mereka di Vanuatu setelah badai topan Pam. (Foto: Ode Ali Maruf/istimewa)

 

Inga yang bekerja di Vanuatu sebagai Country Director untuk badan amal CARE Australia adalah warga Australia yang menikah dengan warga Indonesia Ode Ali Maruf. Mereka telah memiliki dua orang anak yaitu Ellia dan Kinta Mepham.

"Alhamdulillah kami sekeluarga dalam keadaan aman," katanya.

Dengan berbekal makanan dan minuman secukupnya, Inga dan keluarga bersama ratusan warga lainnya melewati malam yang gelap di ruang bawah hotel tersebut.

"Sekitar Pukul 11.30 malam, terdengar angin yang begitu keras, dan terus-menerus sampai sekitar Pukul 4 pagi," jelas Inga.

"Suara gemuruh, rasanya seperti dibawa oleh helikopter," tambahnya. Suara gemuruh angin yang kencang baru agak reda sekitar Pukul 5 pagi.

Pukul 12 siang keesokan harinya, yaitu Sabtu (14/3/2015), barulah mereka diizinkan untuk keluar dari ruang perlindungan dan kembali ke kamar masing-masing.

Hotel Holiday tempat mereka mengungsi pun tidak lepas menjadi korban. Bahkan salah satu dindingnya terlepas.

Bangunan tempat badan amal CARE berkantor di Port Villa, porak-poranda diterjang badai Pam.

 

Ketika keadaan mulai agak tenang, Inga pun langsung mengecek kondisi kantornya di sebuah bangunan berlantai dua. Ia mendapati kantornya sudah porak-poranda dan untuk sementara tidak bisa dipergunakan.

Untuk sementara, Inga bersama stafnya menjalankan kantor CARE secara virtual sambil menunggu tempat yang baru.

Lalu, bersama Ali Maruf dan anak-anaknya, ia mengecek kondisi rumah tempat tinggal mereka. "Atapnya oke, tapi plafonnya runtuh karena air yang meresap," kata Inga.

Selain itu, sebuah pohon tua di pekarangan yang usianya mungkin sudah ratusan tahun juga roboh. "Atap beranda juga rusak,' jelasnya.

Saat puncak kejadian itu sendiri, anak-anak Inga dan Ali tertidur pulas. Mereka baru terbangun sekitar Pukul 8 pagi saat badai sudah agak reda.

Terlepas dari pengalaman pribadinya ini, Inga sebagai direktur CARE meminta semua pihak untuk turut membantu para korban di Vanuatu. Khususnya untuk pulau-pulau di wilayah selatan negara itu.

"Kami menerima laporan bahwa sekitar 85 persen rumah dan bangunan di wilayah selatan telah rusak atau hancur," jelasnya.

Inga menambahkan, bagi mereka yang ingin menyalurkan bantuannya untuk para korban badai di Vanuatu, bisa melalui website care.org.au