ABC

Warga Indonesia Ikut Sukseskan Penggunaan Tenaga Surya dii Australia Selatan

Pada 11 Oktober 2020 lalu, Australia Selatan berhasil menggunaan listrik dengan 100 persen pasokannya dari tenaga surya. Banyak warga Indonesia yang tinggal di sana sudah lama menggunakan sumber energi terbarukan ini.

Menurut laporan Australian Energy Market Operator (AEMO), pada hari Minggu 11 Oktober tersebut, selama 1 jam lebih Australia Selatan tercatat sebagai wilayah pertama di dunia yang seluruh kebutuhan energinya dipasok oleh tenaga surya.

“Ini fenomena luar biasa dalam tatanan energi global,” ujar CEO AEMO Audrey Zibelman.

“Belum pernah sebelumnya ada wilayah seluas Australia Selatan yang sepenuhnya dipasok oleh tenaga surya, 77 persen bersumber dari panel di atap rumah warga,” katanya.

Sisanya, sebanyak 23 persen, dipasok dari ladang tenaga surya di daerah Tailem Bend dan Port Augusta.

Bahkan, kelebihan pasokan listrik dari pembangkit tenaga gas dan tenaga angin pada hari itu, disimpan di baterai atau disalurkan ke negara bagian Victoria yang bertetangga dengan Australia Selatan.

Tagihan listrik jadi murah

enni panel.jpg
Warga asal Indonesia Nuraeni Mosel, memasang sebanyak 40 panel tenaga surya di atap rumahnya di Adelaide.

Supplied

Penggunaan listrik tenaga surya di Australia Selatan sudah dilakukan oleh sejumlah warga asal Indonesia yang tinggal di Adelaide.

“Sejak tinggal permanen dari tahun 2013, kami pasang panel surya ini di tahun 2014. Sebanyak 40 panel,” ujar Nuraeni Mosel, seorang warga asal Indonesia.

“Biayanya tidak murah sih tapi untuk jangka panjang, kita dapatkan kembali manfaatnya. Pernah kami dapat tagihan hanya $65 padahal biasanya selalu di atas $500,” ujar Nuraeni.

Menurut pengalaman Nuraeni, salah satu keuntungan dari panel surya adalah semua pekerjaan yang membutuhkan listrik, seperti mesin cuci, mesin pengering dan mesin cuci piring dilakukan siang hari dengan menggunakan tenaga surya.

Sementara Nila Osborne yang pindah ke Adelaide sejak tahun 2016, sudah memasang 13 panel surya di atap rumahnya pada Februari 2017.

“Pertimbangannya karena saat itu harga listrik di Australia Selatan terkenal paling mahal di Australia dan kami sebagai pensiunan berusaha untuk menghemat sebanyak mungkin,” kata Nila.

Nila Osborne.jpg
Warga asal Indonesia Nila Osborne memasang 13 panel tenaga surya di atap rumahnya di Adelaide sejak Februari 2017.

Supplied

Nila mengeluarkan biaya AU$4.500 dolar, atau lebih dari Rp45 juta saat memasang 13 panel surya dan mengaku kini tagihan listriknya bisa menghemat hingga 15 persen.

Ia menjelaskan faktor cuaca berpengaruh kepada seberapa banyak energi yang bisa dihasilkan oleh panel surya.

“Biaya pemakaian listrik dihitung dari berapa banyak konsumsi kita dikurangi perhitungan tarif energi yang dihasilkan panel,” jelasnya.

Warga lainnya, Henry Michael Pattie, mengatakan telah memasang sebanyak 22 panel surya di rumahnya sejak Februari lalu.

“Pada musim panas tahun lalu, kami menggunakan AC di rumah sejak siang hingga malam hari, sehingga pemakaian listrik sangat tinggi,” katanya.

Akhirnya ia memutuskan untuk memasang panel surya dan ternyata sangat membantu.

Pasang baterai juga dapat subsidi

Namun Henry mengaku terkendala karena energi listrik yang dihasilkan dari panel di atap rumahnya hanya bisa digunakan pada siang hari, bukan pada malam hari ketika kebutuhan listrik justru lebih besar.

henry michael.jpg
Henry Michael Pattie dari Energyfocus, sebuah perusahaan manajemen energi di Australia yang fokus pada upaya penghematan biaya dalam penggunaan energi.

Supplied

Sebagai solusinya, Henry pun memasang baterai berkapasitas 14 kilowatt per jam sejak April lalu yang menelan biaya sebesar 11.000 dolar.

Namun biaya tersebut mendapatkan subsidi dari pemerintah sebesar AU$6.000, atau lebih dari Rp60 juta, sehingga ia hanya mengeluarkan AU$5.000 untuk pemasangan baterai penyimpan energi yang dihasilkan dari panel surya di atas rumahnya.

“Saat ini kami praktis sudah independen dalam pemakaian energi. Bahkan sejak tiga minggu terakhir semua energi di rumah kami dihasilkan dari panel surya,” kata Henry yang telah menetap di Adelaide sejak lima tahun lalu.

Menurut Henry, apa yang dicapai oleh Australia Selatan saat ini merupakan buah dari perjalanan panjang sebuah kebijakan yang ramah lingkungan.

“Pemerintah Australia Selatan memodifikasi sisi penawaran dan permintaan melalui berbagai subsidi. Dari sisi penawaran ada subsidi untuk pembelian panel surya dan skema REES (retailer energy efficiency scheme),” katanya.

“Juga ada skema Building Upgrade Finance yang membantu pendanaan bagi pemilik gedung yang mempunyai komitmen untuk menurunkan penggunaan energi di gedung milik mereka,” kata Henry.

Bungala solar power plant near Port Augusta in South Australia
Salah satu ladang pembangkit listrik tenaga surya di Port Agusta Australia Selatan.

ABC News: Carl Saville

Dari sisi permintaan, pemerintah mencoba mengurangi permintaan masyarakat dengan memberikan subsidi untuk pembelian baterai sehingga penggunaan energi pada sore dan malam hari terutama domestik juga turun.

“Untuk sisi permintaan dari gedung komersial, Pemerintah Australia mengharuskan pemilik gedung perkantoran membuka penggunaan energi mereka dalam skala star rating yang auditnya harus dilakukan oleh pihak konsultan independen,” jelas Henry.

“Berbagai kebijakan yang saling menunjang tersebut bisa menghasilkan apa yang kita lihat hari Minggu (11 Oktober) kemarin,” katanya..

Pihak AEMO sendiri memperkirakan akan ada tambahan pemasangan panel surya di Australia Selatan sebanyak 36.000 rumah tangga untuk periode 14 bulan ke depan.

Sampai saat ini terdapat sekitar 288.000 rumah tangga di negara bagian tersebut yang telah memiliki solar panel.