Warga Gugat Pembangkit Listrik Batu Bara di Bali
Pembangunan tanpa henti dan berlebihan telah menyebarkan polusi hingga ke pelosok Pulau Bali.
Namun kini muncul perlawanan dari petani dan nelayan yang terdampak perluasan pembangkit listrik batu bara. Mereka mengajukan gugatan hukum atas pembangunan di dekat salah satu pantai wisata favorit di pulau ini.
Para warga mengatakan pembangkit listrik tersebut telah merusak lingkungan dengan cara mencemari perairan setempat, mematikan ikan dan mengancam satwa liar termasuk lumba-lumba dan burung yang terancam punah.
Salah satu warga, Ketut Mangku Wijana, merupakan petani kelapa di lahan pertanian milik keluarganya di Bali utara.
Dia biasanya menjual 5.000 biji kelapa per bulan untuk kebutuhan wisatawan di Pantai Lovina.
Namun menurut Wijana, panen kepalanya kini menurun dua pertiga sejak pembangkit listrik tenaga batu bara dibuka di dekat lahan kebunnya.
“Asap dari pembangkit listrik membuat daun pohon mengecil. Sejumlah pohon masih hidup namun tidak berbuah lagi. Debu juga membuat daunnya lebih pendek,” katanya.
Dan kini dengan pembangunan di Bali utara – sejalan dengan meningkatnya wisatawan yang menghindari wilayah selatan yang semakin padat – pemerintah Bali ingin memperluas pembangkit listrik untuk meningkatkan pasokan.
Petani seperti Wijana mengatakan mereka berada di bawah tekanan untuk melepaskan lahan mereka.
"Tanah ini warisan nenek moyang saya," katanya.
“Saya tidak keberatan pindah jika harganya adil. Tapi mereka mengintimidasi kami untuk menjual tanah kami. Mereka mulai melakukan penggalian di sekitar lahan saya,” ujarnya.
Pariwisata dorong permintaan listrik
Wijana adalah satu dari tiga warga setempat yang kini menggugat pemerintah Bali untuk menghentikan perluasan tersebut.
Mereka mengatakan pembangkit batu bara bukan hanya merusak mata pencaharian dan kesehatan mereka. Pemerintah, kata mereka, juga tidak berkonsultasi dengan masyarakat serta melanggar aturan mengenai peruntukan lahan.
Didit Haryo dari Greenpeace Indonesia mengatakan perluasan pembangkit batubara ini bertentangan dengan harapan para wisatawan di Bali.
"Bali harus mendapatkan energi terbarukan, bukan dari sumber energi kotor," katanya.
“Sudah ada beberapa penelitian bahwa Bali memiliki banyak potensi energi terbarukan,” tambah Didit.
Menurut Dewa Mahendra dari Pemprov Bali pihaknya mendukung pengembangan listrik tenaga surya, namun permintaan listrik kini jauh melampaui pasokan.
“Kebutuhan listrik di Bali begitu besar. Itu sebabnya kami membutuhkan perluasan ini. Meski demikian kami mendorong masyarakat untuk membangun dan menggunakan energi terbarukan,” katanya.
Gugatan hukum yang akan diajukan ke pengadilan minggu depan merupakan langkah terbaru dari serangkaian gugatan yang diajukan terhadap industri batubara di Indonesia.
Sebelumnya kelompok masyarakat berhasil menentang ekspansi serupa di Pulau Jawa.
Namun kemenangan gugatan di Bali, meskipun bagus buat para petani dan pariwisata lokal, kemungkinan hanya akan menggeser tekanan infrastruktur Bali ke bagian lain pulau itu yang kurang berkembang.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.