Warga Australia Pemegang Dwi Kewarganegaraan Dikecualikan ke AS
Perdana Menteri Malcolm Turnbull menjelaskan Pemerintah Amerika Serikat berjanji untuk mengecualikan warga Australia pemegang dwi kewarganegaraan dengan negara yang kena kebijakan larangan sementara ke AS menyusul perintah Presiden Donald Trump.
Perintah yang dikeluarkan Trump melalui mekanisme executive order menetapkan larangan masuk ke AS bagi pendatang dari tujuh negara Muslim: Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman dalam 90 hari sejak dikeluarkan.
Ada kekhawatiran larangan ini akan menghentikan warga negara Australia yang juga warga negara salah satu dari tujuh negara tersebut untuk bisa masuk ke AS.
PM Turnbull mengatakan pihaknya mendapat jaminan dari Gedung Putih dan Dubes Australia di AS Joe Hockey, bahwa warga Australia akan dikecualikan. Namun Turnbull tetap menolak menanggapi larangan tersebut.
“Yang penting saya lakukan sebagai PM Australia adalah berbuat untuk rakyat Australia,” ujarnya.
“Jika saya ingin memberi nasehat kepada Presiden AS, akan saya sampaikan secara tertutup sebagai sahabat – seperti yang akan dilakukan PM yang bijak – untuk memastikan bisa melindungi orang Australia dan kepentingan terbaik Australia,” tambah PM Turnbull.
Lebih dari 110.000 warga Australia lahir di salah satu dari tujuh tersebut. Boleh tidaknya mereka ke AS menimbulkan keraguan sampai akhirnya Menteri Luar Negeri Julie Bishop menginstruksikan para diplomat Australia untuk mendapatkan pengecualian.
Kanada dan Inggris sebelumnya menyatakan bahwa warga mereka yang berkewarganegaraan ganda akan dibebaskan dari kebijakan Trump tersebut.
Perintah Presiden Trump itu juga menunda semua penerimaan pengungsi selama 120 hari dengan pengecualian kasus perkasus serta menunda masuknya pengungsi Suriah tanpa batas.
PM Turnbull mengatakan kasus Pouya Ghadirian (15), siswa asal Melbourne yang mengatakan Konsulat AS menolak mengeluarkan visa untuknya karena dia berkewarganegaraan ganda Iran-Australia, dapat dipertimbangkan kembali.
“Mengingat jaminan yang diberikan hari ini, mungkin hal itu dapat dipertimbangkan kembali,” katanya. “Mungkin ada faktor lain, tapi itu benar-benar kasus individual.”
Partai Buruh Kecam PM Turnbull
Juru bicara Partai Buruh Australia Mark Dreyfus mengatakan sikap PM Turnbull yang menolak untuk mengecam larangan Trump tersebut, merupakan sikap yang tak dapat diterima. Apalagi mengingat adanya kecaman keras dari pemimpin Inggris, Jerman, Italia, dan sejumlah negara lainnya.
“Malcolm Turnbull, sebagai perdana menteri kita, harus berbicara dan berhenti bersikap lemah dan rapuh seperti yang dia lakukan sekarang ini,” ujar Dreyfus.
"Dia harus menyampaikan secara jelas ke AS bahwa ini salah. Bahwa ini tak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut sahabat mereka, yaitu Australia," katanya.
“Kita harus coba menjelaskan ke AS mengenai kekacauan yang mereka timbulkan,” tambah Dreyfus lagi.
Sementara itu Menteri Imigrasi Peter Dutton menyebut sikap PM Turnbull sudah terukur dan bertanggung jawab. Dutton menambahkan bahwa sangat penting bagi Australia untuk mendukung AS.
“Kita harus hormati fakta bahwa AS baru saja melewati pemilu. Masalah ini jadi perdebatan besar selama kampanye,” katanya kepada media setempat.
Menteri Dutton mengecam komentar Pemimpin Oposisi Australia Bill Shorten di medsos yang melukiskan larangan itu “menjijikkan” sehingga perlu dibatalkan segera.
“Saya minta Malcolm Turnbull mempertimbangkan seperti apa posisi negara kita dan berpikir lagi apa yang dia harus katakan atas nama kita semua,” ujar Bill Shorten.
Menteri Dutton menyebut komentar Shorten ini tidak sejalan dengan kebijakan AS dan menuduh Shorten kurang informasi atau hanya ingin mendahului Partai Hijau.
“Desakan Richard Di Natale (Ketua Partai Hijau Australia – red.) untuk menghentikan aliansi dengan AS sangat tidak bertanggung jawab dan Shorten berupaya menggaet orang sayap kiri, pemilih sayap kiri di partainya dan di masyarakat,” ujar Dutton.
“Shorten, demi kepentingan politiknya sendiri, telah mengorbankan kepentingan nasional kita,” tambah Dutton.
Diterbitkan Pukul 11:00 AEST 31 Januari 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris.