ABC

Warga Australia ini Bangun Ratusan Rumah Tahan Badai untuk Warga Miskin di Fiji

Seorang warga Australia, Peter Drysdale mempelopori pembangunan rumah tahan badai yang terjangkau bagi masyarakat paling miskin di Fiji.

Di luar kawasan kota terbesar kedua di Fiji, Lautoka, terdapat kota bernama Koroipita atau desa Peter, yang merupakan rumah bagi masyarakat paling miskin di negara itu.

Meskipun mereka kurang beruntung, warga di desa Koroipita tinggal dirumah yang dirancang tahan badai berkekuatan tinggi hanya dengan biaya $1 per hari.

Desa itu diberi nama mengikuti nama warga Australia Peter Drysdale, yang membangun lebih dari 160 rumah di desa itu.

Drysdale tiba di Fiji sebagai orang muda yang bekerja di industri kehutanan sebelum membangun ratusan rumah bagi warga korban bencana badai.

"Di Fiji data resmi menyebutkan ada sekitar 110,000 yang tinggal disana," kata Drysdale.

Solusinya untuk masalah itu adalah semakin bertambahnya penduduk yang berdiam di Koroipita dan memainkan peran dalam setiap aspek pembangunan, termasuk kemampuannya untuk menahan kondisi siklon.

Rumah tahan badai rancangan Drysdale ini terdiri dari dua bagian yang dipisahkan oleh selasar, satu ruangan berisi dua kamar tidur, dan ruangan lainnya untuk  dapur, kamar mandi dan toilet.
 
"Dua bangunan ini saling menopang satu sama lain sehingga ada kekuatan yang luar biasa dan kesatuan bangunan yang besar," kata Drysdale.
 
"Saya sebenarnya ragu apalagi saya bukan seorang insinyur tapi aku sudah melalui 22 kali badai sewaktu saya tinggal di Fiji dan saya duga bangunan ini  bisa menahan angin berkekuatan 350kph."
 
Drysdale juga merancang kompor tanpa asap dan sistem pipa yang dapat mengurangi jumlah air limbah yang dikirim ke pabrik pengolahan air limbah.
 
"Dari bak cuci dan dari wastafel dan air mandi, yang semua saluran melalui penampungan dan idenya adalah untuk menjebak lemak agar tidak masuk ke  instalasi pengolahan air limbah karena lemak itu akan menyumbat saluran tersebut," katanya.
 
Setiap rumah memakan biaya $12,000 dan dapat dibangun hanya dalam waktu 5 hari.
 

 

Pasangan warga Fiji, Moape dan Timaleti baru-baru ini pindah ke salah satu bangunan kecil dua kamar yang ditinggali oleh 4 anak perempuan mereka, salah satu anaknya  menderita autis.

"Kami kini memiliki rumah, kami tinggal dibawah atap yang dapat ditinggali keluarga kami dan kami bisa bersama-sama," kata Moape.

Saat ini ada sekitar 780 orang yang tinggal di 164 rumah di Koroipita.

Meski Pemerintah Selandia Baru telah membantu membangun rumah rumah di desa itu, namun tetap saja permintaan rumah tahan badai di kawasan itu tetap sangat besar.

Dan karena ada ribuan keluarga yang berada dalam daftar tunggu, maka banyak warga yang tertekan dan marah ketika diberitahu belum ada jatah rumah utnuk mereka. Warga yang belum mendapat jatah rumah ini kerap mengancam Drysdale dan stafnya. 

"Setiap pekan saya  merasa terancam, begitu juga dengan staf saya juga ikut diancam,"

"Ini merupakan pekerjaan yang berbahaya. karena ini merupakan jantung kemiskinan."

 

Drysdale mengatakan Koroipita adalah model yang dapat direplikasi di tempat lain di sekitar Pasifik.
 
Menurutnya kebutuhan untuk membangun perumahan murah menjadi semakin mendesak karena lebih banyak orang pindah dari desa ke kota atau daerah karena terancam oleh perubahan iklim.
 
"Saya pernah bertemu seorang wanita yang muncul di sini dengan paspor Fiji, ia menyorongkan pasportnya ke wajah saya dan mengatakan saya seorang pengungsi iklim dari Kiribati," katanya.
 
"Dia punya paspor Fiji dan bertanya 'di mana rumah untuk saya?'"
 
Wanita itu mengatakan kepada Drysdale ada lebih banyak orang dari Kiribati yang akan datang ke Fiji.
 

Tahun ini atas upayanya yang tidak kenal lelah dan bekerja tanpa pamrih,  Drysdale mendapat penghargaan medali Order of Australia.