ABC

Vatikan Tuduh Pengusaha Australia Manfaatkan Paus dalam Kampanye Anti Perbudakan

Vatikan menuduh pengusaha tambang Australia Andrew Forrest telah memanfaatkan Paus Fransiskus dalam kampanye anti perbudakan yang diluncurkan pengusaha itu tahun lalu.

Dalam pernyataan yang dimuat media lokal di Italia, seorang penasehat Paus, Uskup Marcelo Sánchez Sorondo, mengatakan Vatikan kini menarik diri dari kampanye yang digagas Forrest tersebut.

Alasanya, kata Uskup Sanches, Vatikan merasa bahwa Paus hanya dimanfaatkan oleh Forrest.

"Kami tidak ingin dimanfaatkan," ujar Uskup Sanchez. "Pengusaha berhak mencari keuntungan namun jangan mengeksploitasi Paus."

Pada Desember 2014 Paus Fransiskus bersama sejumlah pemuka agama lainnya menandatangani dekalarasi bersama untuk mengakhiri perbudakan modern.

Acara itu dilaksanakan oleh Global Freedom Network (GFN) milik Andrew Forrets.

Dalam wawancara dengan ABC bulan lalu, Forrest menyebut pertemuan pemimpin agama-agama sedunia itu merupakan pencapaian terbesar dalam hidupnya.

"Belum pernah ada pertemuan antara Ayatullah dan seorang Paus," kata Forrest mengenai keberhasilannya mengumpulkan pemuka agama-agama dalam deklarasi bersama itu.

"Belum pernah ada kesepakatan terbuka antara Sunni dan Syiah, atau antara Kristiani dan Muslim, antara Gereja Anglikan dan Katolik untuk waktu yang sangat lama," tambahnya lagi.

Bulan April tahun 2015, sejumlah pihak mulai mempertanyakan mengapa perwakilan Uskup Sanchez yang mewakili Paus dalam deklarasi lintas-agama itu, menghilang dari website GFN.

Menurut juru bicara Yayasan Walk Free Foundation milik Forrest, pihaknya tidak pernah meniatkan inisiatif tersebut sebagai kerangka bisnis. '

"Walk Free Foundation menyiapkan dana bagi Global Freedom Network (GFN) ketika dua inisiatif historis yaitu pernyataan bersama pada 2 Desember dan fakta ulama Islam yang mengecam perbudakan telah dicapai," katanya.

"Nilainya lebih dari 1 juta euro," tambahnya lagi.

Seorang pakar mengenai isu human trafficking Dr Anne Gallagher mengeritik inisiatif Forrest mengenai anti perbudakan ini.

Menurut Dr Gallagher, yang juga konsultan di PBB, inisiatif Forrest itu terlalu menyederhanakan persoalan.

"Mereka menganggap ini bisa diatasi jika ada tekanan terhadap pemerintah dengan menandatangani petisi," katanya.

Forrest mengatakan kritikan itu ia terima namun sama sekali tidak menyiapkan alternatif solusi yang lebih baik.