ABC

UU Drone Baru Beresiko Picu Kecelakaan Udara

Pilot dan pemandu lalu lintas udara mendesak dibatalkannya UU baru penggunaan pesawat tanpa awak yang dinilai dapat menyebabkan bencana tabrakan di udara.

Undang-undang penggunaan drone yang baru bertujuan untuk memotong biaya dan birokrasi seputar pengoperasian pesawat tanpa awak atau drone yang beratnya kurang dari dua kilogram.
Perubahan ini akan berlaku mulai besok.
Di bawah undang-undang baru ini, operator pesawat tanpa awak komersial kecil tidak harus membayar biaya regulasi yang saat ini berlaku sebesar $1400 dan pemilik lahan bisa mengoperasikan drone hingga seberat 25 kilogram pada lahan mereka tanpa perlu persetujuan.
Penasehat khusus industri penerbangan untuk Kantor Pengacara Maurice Blackburn, Joseph Wheeler, mengatakan kebijakan deregulasi ini akan meningkatkan resiko kecelakaan yang signifikan antara pesawat tak berawak dengan pesawat atau helikopter.

Doorstop seputar regulasi Drone, 28 September 2016.
Pengacara penerbangan Joseph Wheeler memperingatkan deregulasi drone akan meningkatkan resiko tabrakan di udara.

ABC News: David McMeekin

Dia mendesak senat untuk melarang undang-undang tersebut dalam sidang parlemen berikutnya dan memberikan sinyal kemungkinan akan melakukan banding ke Pengadilan Tinggi jika ternyata hukum tersebut tidak diubah.
“Jika kita memiliki perlindungan yang lebih besar terhadap penegakan aturan ketika kondisinya menjadi tidak berlangsung dengan baik, maka hal itu akan sejalan dengan upaya memastikan tidak akan terjadi luka-luka, kemampuan orang di darat dengan cedera yang mau tidak mau akan terjadi, kemampuan untuk orang-orang di darat yang terluka untuk mendapatkan kompensasi,” katanya.
“Saat ini, seseorang bisa saja terluka oleh pesawat drone di darat tanpa memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi pemilik dari drone tersebut,”
“Mereka sama sekali tidak memiliki kapasitas untuk mengakses asuransi ataupun kompensasi apapun atas kerugian yang mereka alami,”
‘Potensi benturan api’ oleh drone
Presiden Federasi Pilot Udara Australia, David Booth mengatakan pesawat drone yang nakal terbang didekat bandara Australia semakin mengkhawtirkan.
“Bandara Sydney dalam empat minggu terakhir telah menutup wilayah udara mereka atau memiliki masalah dengan wilayah udara mereka pada dua kali kesempatan,” kata Kapten Booth.
“Saya sudah pernah berada diudara di ketinggian 12.000 kaki di atas Sungai Hawkesbury dan kemudian pemandu lalu lintas udara memberitahukan saya, terbang di 737: ‘peringatan bahaya, drone tidak dikenal terbang di ketinggian 120 di sekitar Anda’.
“Saya katakan, kejadian seperti ini sangat tidak menyenangkan mengetahui ada pesawat drone yang berada di wilayah udara Anda.”
Kapten Booth mengatakan pesawat drone juga bisa menyebabkan kerusakan yang signifikan jika dia menabrak ekor baling-balik helicopter atau terbang ke mesin pesawat.
“Burung itu lunak, mereka bisa juga menghancurkan mesin, tapi pesawat drone bisa memicu potensi benturan api dan mereka diperkuat dengan material keras (kevlar),” katanya.
“Dengan bobot dua kilo pada kecepatan 250 kilometer per jam, atau berpotensi 400 kilometer per jam – ada banyak sekali energi dalam benturan itu.”

Drone Predator
Pesawat tanpa awak predator milik Angkatan Udara AS – USAF di angkasa.

US Air Force: Tech Sgt. Effrain Lopez

Namun juru bicara Otoritas Keselamatan Penerbangan Sipil, Peter Gibson mengatakan ada sistem yang berlaku untuk untuk mengurangi risiko.
“Kami melihat risiko dari berbagai ukuran drone dan kami berhasil mengetahui kalau risiko keamanan dari drone yang sangat kecil ini dapat diatasi melalui satu rangkaian kondisi operasi standar, sistem pemberitahuan dan dengan menandai drone dengan nomor identifikasi,” kata Gibson.
“Ini tentu saja bukan berarti drone bebas digunakan sesukanya.”
Gibson mengatakan ada sanksi pidana denda hingga $9000 yang bisa dikenakan jika terjadi pelanggaran peraturan.
CASA mengatakan operator drone juga perlu menyelesaikan suatu proses pemberitahuan online sehingga otoritas memiliki catatan rinci dari operator tersebut.
Diterjemahkan pukul 16:00 WIB, 28/9/2016, oleh Iffah Nur Arifah. Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.