Upah Kerja di Hari Libur di Australia Dipangkas
Fair Work Commission Australia mengumumkan pemotongan tingkat upah di hari libur dan hari Minggu untuk pekerja industri perhotelan, perdagangan dan rumah makan cepat saji. Perubahan ini mengecewakan para pekerja dengan tingkat upah rendah tersebut.
ABC menemui sejumlah pekerja di bidang perhotelan dan mahasiswa yang bekerja paruh waktu dan akan terdampak dengan perubahan tingkat upah ini.
“Pemotongan upah kerja di hari Minggu sangat tidak adil. Saya bekerja paruh waktu di sebuah bar dan mendapat upah lebih pada hari Minggu. Kerja di hari Minggu memungkinkan saya punya waktu untuk belajar di hari biasa, agar bisa mendapatkan pekerjaan yang baik selesai kuliah nanti. Sekarang saya harus bekerja lebih banyak dan mendapat uang lebih sedikit. Saya tidak punya pilihan. Tidak ada alternatif kecuali terus bekerja pada hari Minggu.” Helena Doherty, 24, mahasiswa Ilmu Kimia.
“Bayangkan jika harus memangkas upah pekerja kantor, pasti terjadi keributan. Tapi sepertinya tidak apa-apa melakukannya kepada mereka yang melayani pekerja kantor tersebut. Pekerja seperti saya, tidak seorang pun mampu membeli rumah di Australia. Pemerintah hanya akan memperburuk keadaan dengan memotong pendapatan tambahan ini. Keputusan ini selalu menyakiti orang-orang yang bekerja paling keras.” – Corey Turk, 25, barista.
“Saya membayar pajak mahal sebagai pekerja asing. Saya merasa pemotongan ini tidak akan memberi perbedaan yang besar. Negara-negara lain di dunia tidak memiliki jenis upah seperti ini. Kita cukup baik memilikinya di Australia. Biaya hidup di sini tinggi. Orang tidak akan senang tapi mereka nantinya akan terbiasa. Ini hanya masalah kehilangan beberapa dollar.” – Sirinapa Utsasan, 29, penjaga toko.
“Saya sedikit keberatan dengan hal ini. Saya bekerja di toko pakaian beberapa hari dalam sepekan. Sehingga keputusan mengurangi upah bekerja di hari Minggu tidak akan berdampak bagi saya. Tapi bagi ibu tunggal atau mereka yang sangat bergantung pada upah ini, tentu akan mengecewakan. Mereka akan jadi korban. Para politisi di negara ini perlu memikirkan orang-orang yang terdampak keputusan besar ini.” – Tom Studee, 34, wiraswasta.
“Keputusan untuk mengurangi upah pada hari minggu tidak terlalu jelek. Saya jelas memilih dibayar lebih ketimbang kurang. Saya berharap ini artinya bar atau restoran akan tetap bukan lebih lama pada hari Minggu.Karena tidak lagi akan membebani pemilik usaha harus menggaji karyawannya lebih mahal. Sangat menjengkelkan ketika café tutup lebih cepat pada hari Minggu. Menurut saya akan lebih baik bagi pebisnis untuk mengurangi sedikit tingkat upah.” -Dominic Wattam, 19, mahasiswa komunikasi dan pekerja toko ritel.
“Saya tidak tahu bagaimana pemotongan upah hari Minggu ini akan berdampak pada saya. Kami adalah toko ritel, jadi saya kira akan berdampak. Saya sudah bekerja di sektor perhotelan sebelumnya. Alasan kita mau meladeni konsumen adalah karena anda mendapat bayaran insentif bekerja di akhir pekan. Saya kira itu artinya lebih banyak orang yang akan kesulitan menjalani studi mereka di universitas. Mereka akan lebih banyak bergantung pada orangtua. Hal ini tidak baik.” – Chase Scales, 22, manajer gym
“Saya bekerja paruh waktu di café ini untuk mendapatkan tambahan uang saat kuliah di jurusan Kesehatan Mental. Pemotongan upah hari Minggu ini menyebalkan. Bagaimana para pemilik usaha harus mempertahankan karyawan tanpa insentif ini? Saya kira para politisi tidak memikirkan keputusan ini baik-baik. Kita punya kondisi kerja sangat baik di Australia. Memalukan sekali kalau menghilangkan kondisi ini. Namun saya masih akan terus bekerja lebih keras di hari minggu, untuk upah yang lebih sedikit. Sangat amat tidak adil.” – Tamara Warrington, 24, mahasiwa kesehatan mental.
Diterjemahkan pada pukul 21.00 WIB, 23/2/2017 oleh Iffah Nur Arifah dari artikel Bahasa Inggris di sini.