ABC

Uber dan Taksi di Australia Temui Jalan Tengah Untuk Bersaing Sehat

Keberadaan Uber, layanan antar jemput pribadi berbasis aplikasi smart phone banyak ditentang di sejumlah negara, termasuk di Australia. Pemerintah Australia terpaksa campur tangan agar persaingan usaha dengan taksi konvensional bisa berlangsung sehat. Kesepakatan apa yang dibuat Uber dan taksi biasa? Akhdian Reppawali menuliskannya untuk Anda.

Akhdian Reppawali. Koleksi: Pribadi.
Akhdian Reppawali. Koleksi: Pribadi.
Saat terjadi demo besar-besaran pengemudi taksi konvensional di Jakarta beberapa pekan lalu, pelaku industri taksi konvensional di Australia justru bisa sedikit tersenyum. Pasalnya, The Australian Competition and Consumer Commission (ACCC), semacam komisi pengawas persaingan usaha di Australia, akhirnya menyetujui adanya aplikasi “ihail.”

Aplikasi untuk memudahkan pemesanan taxi ini dikembangkan oleh ihail pty ltd, perusahaan patungan beberapa operator taksi di Australia, seperti Yellow Cabs, Silver Top Taxi Service, Black and White Cabs, Suburban Taxis dan sistem pembayaran taksi Cabcharge.

Aplikasi ini memang baru bisa dinikmati pada bulan Juni, tetapi setidaknya memberi harapan kepada pelaku industri taksi untuk bersaing dengan ride-sharing app Uber.

Butuh waktu tidak kurang dari setahun dan investasi yang tidak sedikit sampai aplikasi ini disetujui oleh ACCC. Berbagai penyempurnaan dipersyaratkan.

Terakhir yang dilakukan termasuk memberi opsi kepada penumpang untuk melakukan pembayaran di taksi selain melalui aplikasi cabcharge dan keleluasaan memilih jaringan taksi dibanding hanya taksi terdekat.

Fenomena Uber yang merambah ke banyak negara memang memaksa pemerintah dan pelaku industri di Australia untuk berpikir ulang.

Laporan dari Deloitte Access Economics mengidentifikasi, bahwa warga Australia dapat menghemat 800.000 jam setahun dengan menggunakan Uber dibanding taksi konvensional. Laporan ini dikeluarkan berdasarkan data bulan Augustus 2015.

Di samping itu, laporan ini juga mengindikasikan bahwa harga yang ditawarkan Uber, secara rata-rata lebih hemat 20% dibanding taksi konvensional.

Rasa nyaman juga menjadi faktor penting, dimana Uber ditengarai dapat mengurangi risiko ketidakamanan, karena penumpang dan pengemudi dapat mengetahui profil keduanya secara online.

Meski sempat beroperasi secara illegal dan didemo oleh pelaku industri taksi konvensional, beberapa negara bagian akhirnya melegalisasi Uber sejak akhir tahun 2015.

Negara bagian New South Wales, dan Kawasan Ibu Kota Australia (ACT) termasuk dua negara bagian pertama yang melegalkan Uber. Pelegalan ini tentu saja tidak terjadi begitu saja, tetapi diikuti oleh berbagai regulasi.

Negara bagian NSW misalnya, mewajibkan pengemudi Uber untuk membayar registration fee sebesar AU$45, sebesar Rp 450.000. Pengemudi juga harus patuh terhadap pengecekan keamanan kendaraan dan bersih dari kasus kriminal. Regulasi juga memberikan hak ekslusif kepada taxi konvensional untuk mengangkut penumpang yang menyetop dari pinggir jalan atau tempat menunggu taksi.

Pengemudi taksi konvensional di Australia juga pernah berdemo menentang Uber. Foto: ABC News, Patrick Rocca.
Pengemudi taksi konvensional di Australia juga pernah berdemo menentang Uber. Foto: ABC News, Patrick Rocca.

Yang tidak kalah menarik adalah pemerintah memberi kompensasi kepada para pemegang lisensi taksi konvensional berupa pembayaran kas.

Ada perlakuan berbeda yang diberikan terhadap pemilik lisensi. Kompensasi lebih besar diberikan kepada pemilik lisensi yang mengalami kesulitan akibat dari perubahan kebijakan, terutama bagi mereka yang baru memiliki lisensi tidak lama sebelum kebijakan pelegalan Uber diterapkan.

Total kompensasi yang disiapkan oleh pemerintah tidak kurang dari AU$250 juta atau Rp 2,5 triliun. Anggaran kompensasi salah satunya berasal dari pungutan kepada pengemudi Uber & taksi konvensional sebesar AU$1 atau kurang dari Rp 10 ribu setiap satu perjalanan, selama maksimum 5 tahun.

Perubahan memang adalah keniscayaan. Tetap berpikir positif tentu jauh lebih baik daripada meratapi keadaan.

Meski pada awalnya menolak keras, juru bicara asosiasi pengemudi taksi di Australia mengatakan "If we learn from this and take on the lesson of disruption we can get ahead and improve services to the passenger." Gangguan di masa lalu telah memberikan pelajaran bagi mereka untuk bisa maju dan meningkatkan pelayanan kepada penumpang.

Tentu saja kehadiran institusi negara menjadi sangat penting. Kepekaan terhadap dampak perubahan dan kelenturan mengambil kebijakan dan regulasi yang tepat, membuat perubahan bukan menjadi hal yang menakutkan. “Consumers have moved with technology, It’s time for industry and government to move in the same way.” begitu ungkapan Menteri Transportasi NSW. Ya, sudah waktunya pelaku bisnis dan pemerintah mengikuti perkembangan teknologi terkini, yang sudah lazim dilakukan warganya.

Tulisan ini merupakan pendapatan dan hasil pengamatan pribadi. Akhdian Reppawali adalah calon Doktor di bidang akuntansi internal audit dari Curtin University Western Australia.