ABC

Tuduhan Sihir Picu Krisis Pengungsi di Papua Nugini

Banyak perempuan di Papua Nugini terpaksa mengungsi meninggalkan desa terpencil mereka karena dituduh melakukan praktek sihir. Masalah ini menurut salah seorang otoritas setempat telah memicu masalah pengungsi di wilayah mereka.

Baru-baru ini terbit laporan yang menyebutkan sekitar 4 perempuan dan 13 anak-anak berada dalam kondisi terancam nyawanya setelah diidentifikasi sebagai penyihir atau dukun di sejumlah kawasan di Provinsi Enga yang warganya menuturkan Bahasa Hewa.
 
Pada saat yang sama, seorang misionaris Lutheran di Daratan Tinggi Papua Nugini, Anton Lutz, mengatakan sepengetahuan dia dalam kurun waktu satu dekade terakhir sudah ada lebih dari 25 orang perempuan yang dieksekusi mati karena dituduh melakukan praktek sihir, tanpa lebih dahulu ditangkap dan diserahkan ke pihak berwenang.
 
Perempuan-perempuan itu menurutnya tinggal di kawasan pedesaan yang sangat terpencil yang hanya bisa dicapai dengan menggunakan pesawat atau dengan perjalanan mendaki bukit selama 3 hari.
 
Ruth Kissam, koordinator remaja di Daratan Tinggi Barat mengatakan sekelompok warga sudah berusaha untuk mengirimkan bantuan,
 
"Gereja-gereja di kawasan itu banyak bersatu mengupayakan bantuan, mereka berusaha mengirimkan tim ke desa itu, tapi polisi sepengetahuan saya tidak mampu merespon hanya karena mereka tidak memiliki dana untuk mengirim orang ke kawasan ini," katanya.
 
Kepada Radio Australia, Pacific Beat Kissam mengatakan pemerintah Papua Nugini dan kepolisian nasional di negaranya perlu melakukan tindakan untuk mengatasi masalah yang disebutnya telah layak dikategorikan sebagai krisis nasional.
 
"Kawasan ini sangat terpencil dan tidak ada polisi disana – mereka memiliki dewan kota, tapi dewan itu beranggotakan tokoh masyarakat dari daerah yang meyakini praktek sihir dan dukun tersebut sehingga sulit mendapati orang yang bisa bertindak imparsial disana," tuturnya.
 
Dia menambahkan ototitas lokal butuh bantuan dari pemerintah nasional.
 
"Mereka tidak mampu bertindak saat ini kecuali mereka dibantu dan pemimpin kepolisian dan pemerintahan ditingkat nasional harus merespon ini sebagai masalah nasional yang mendesak ditangani," desaknya.
 
Kissam mengatakan keyakinan terhadap praktek sihir dan dukun ini telah meluas dan merusak ketentraman warga dan banyak orang yang mengungsi meninggalkan desanya hanya karena sesuatu yang tidak dikenal sebelumnya dalam budaya mereka.
 
"Sekarang ada banyak orang di kawasan yang menuturkan Bahasa Hewa yang mengungsi keluar dari desanya hanya karena tuduhan melakukan shir dan mereka tahu mereka pasti akan dibunuh jika memaksa tinggal di desa itu,"
 
"Jadi tidak berlebihan jika mereka disebut sebagai 'pengungsi sihir',"
 
Kissam mengatakan keyakinan terhadap sihir dan perdukunan ini meluas di seluruh kawasan di Papua Nugini,
 
"Parahnya adalah ini merupakan keyakinan baru yang tiba-tiba saja muncul – di kawasan -kawasan seperti Provinsi Enga yang saat ini menjadi semacam pusat dari praktek sihir ini."
 
"Keyakinan terhadap sihir semacam ini tidak pernah dikenal sebelumnya didalam kebudayaan masyarakat disana, tapi sekarang sihir justru menjadi biang kerok dari kekerasan di seluruh Papua Nugini," tambahnya.
 
Tuduhan sihir juga yang telah menewaskan perempuan bernama Kepari Leniata pada Februari 2013 lalu.
 
"Kebanyakan dari sasaran mereka adalah perempuan yang tidak memiliki kerabat yang dapat membela mereka atau orang yang dikucilkan di masyarakat," katanya.