ABC

Topan Freddy Tewaskan 200 Orang Lebih di Malawi dan Mozambik

Topan dahsyat yang melanda Afrika selatan setelah mendarat untuk kedua kalinya yang jarang terjadi telah menewaskan sedikitnya 219 orang di Malawi dan Mozambik sejak Sabtu malam pekan lalu — dan jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat.

Topan Tropis Freddy, yang menerjang Australia dan melintasi Samudra Hindia, menghantam Afrika tenggara pada akhir pekan. Ini merupakan perlintasan untuk kedua kalinya sejak akhir Februari.

Pihak berwenang pada Selasa (14/03) lalu mengatakan hujan lebat yang memicu banjir dan tanah longsor menewaskan 199 orang di Malawi, sementara 584 orang lainnya luka-luka dan 37 hilang.

Di negara tetangganya, Mozambik, pihak berwenang melaporkan 20 kematian dan 24 orang cedera.

Petugas penyelamat menyisir lingkungan yang hancur untuk mencari orang yang selamat bahkan ketika harapan mulai pudar, karena kemungkinan besar justru akan ada lebih banyak korban yang ditemukan.

Presiden Malawi, Lazarus Chakwera, mengumumkan "situasi darurat bencana" di wilayah selatan negaranya dan ibu kota komersial Blantyre yang sekarang porak poranda.

"Situasinya sangat mengerikan," kata Guilherme Botelho, koordinator proyek darurat Doctors Without Borders (MSF) di Malawi.

"

"Ada banyak korban, baik luka-luka, hilang atau meninggal dunia, dan jumlahnya diperkirakan akan bertambah dalam beberapa hari mendatang."

"

Di seluruh negeri, hampir 59.000 orang telah terkena dampak dan lebih dari 19.000 mengungsi, dengan banyak yang sekarang berlindung di sekolah dan gereja.

Menteri Pemerintah Daerah Malawi, Richard Chimwendo Banda, mengatakan kerusakan akibat topan telah menghambat upaya untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Kelompok hak asasi manusia Amnesty International meminta komunitas internasional untuk memobilisasi sumber daya dan meningkatkan upaya bantuan dan penyelamatan di kedua negara.

Laporan dari lembaga bencana Mozambik mengonfirmasi pada Selasa bahwa 20 orang tewas di negara itu dan 1.900 rumah hancur di provinsi pesisir Zambezia.

Puluhan ribu orang masih berlindung di tempat penampungan badai dan pusat akomodasi.

Pusat meteorologi PBB di pulau Réunion memperkirakan Topan Tropis Freddy akan terus mengguyur Mozambik tengah dan Malawi selatan dengan curah hujan ekstrem sebelum kembali ke laut pada Rabu sore.

Topan tersebut telah menyebabkan kehancuran di Afrika bagian selatan sejak akhir Februari, dan menghantam Madagaskar serta Réunion saat melintasi Samudera Hindia.

'Kami merasa tidak berdaya'

Di Chilobwe, sebuah kota di luar Blantyre, para penyintas yang selamat mengamati rumah-rumah yang rata dengan tanah dan bangunan lainnya saat hujan terus turun.

Berusia 80-an dan mengenakan jas hujan dan topi wol, John Witman berdiri bersama 10 anggota keluarganya di depan rumah menantunya.

Sekarang hanya bebatuan dan air yang memancar, sementara bangunan rumahnya yang telah rata tersapu badai.

"Saya berharap kami bisa menemukan menantu saya," katanya.

"

"Kami merasa tidak berdaya karena tidak ada orang di sini untuk membantu kami."

"

Di Chimwankhunda, beberapa kilometer jauhnya, Steve Panganani Matera, mengenakan jaket hijau dengan visibilitas tinggi, menunjuk ke gundukan lumpur.

"Ada banyak rumah, tapi semuanya hilang," kata Matera. "Ada banyak mayat di bawah lumpur di sana."

Mayeso Chinthenga yang berusia empat belas tahun mengatakan rumah keluarganya terseret lumpur yang mengalir.

"Kami sedang keluar mencari kayu bakar ketika kami melihat batu berguling menuruni gunung, jadi kami lari menyelamatkan diri," katanya.

"Beberapa tetangga kami meninggal di tempat."

Lazarus Chakwera, yang kembali ke Malawi pada hari Selasa (14/03) setelah menghadiri konferensi PBB di Qatar, memuji upaya bantuan para sukarelawan.

Siklon tropis terlama dalam sejarah

Topan Tropis Freddy mencapai Malawi pada Senin pagi setelah menyapu Mozambik pada akhir pekan.

Badai tersebut secara tidak resmi telah memecahkan rekor Organisasi Meteorologi Dunia sebagai topan tropis terlama yang pernah tercatat.

Rekor terakhir dibuat pada tahun 1994 untuk badai 31 hari bernama John.

Freddy menjadi badai yang diberi nama pada 6 Februari, mendarat di Madagaskar pada 21 Februari dan menyapu kepulauan itu sebelum mencapai Mozambik pada 24 Februari, merenggut puluhan nyawa di kedua negara dan berdampak pada hampir 400.000 orang.

Ia kemudian kembali ke Samudra Hindia dan mengumpulkan energi baru di atas perairannya yang hangat, kemudian berbalik arah untuk kembali dengan embusan yang jauh lebih kuat di akhir pekan, dengan kecepatan angin hingga 200 kilometer per jam, menurut Emmanuel Cloppet dari Meteo-Prancis.

Ahli meteorologi mengatakan siklon yang melintasi seluruh Samudra Hindia sangat jarang terjadi — terakhir terjadi pada tahun 2000 — dan loopback Freddy bahkan lebih luar biasa.

"

"Sangat jarang siklon ini makan sendiri berulang kali," kata pakar iklim Coleen Vogel at dari University of the Witwatersrand di Afrika Selatan.

"


Diproduksi oleh Hellena Souisa dari laporan dalam bahasa Inggris