ABC

Tokoh Pluralisme Djohan Effendi Akan Dimakamkan di Werribee

Jenazah tokoh pluralisme dan mantan Menteri Sekretaris Negara era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Djohan Effendi akan dimakamkan senin (20/11/2017) di Werribee cemetary di werribee, Melbourne, Victoria. Sejumlah kalangan menyebut wafatnya beliau merupakan sebuah kehilangan yang besar mengingat jasa dan kegigihannya dalam merawat keragaman bangsa Indonesia.

Djohan Effendy yang lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, pada 1 Oktober 1939 itu, meninggal dunia di Nursing Home McKellar Centre Geelong, Australia, pada Jumat (17/11) pukul 22.00 waktu setempat pada usia 78 tahun.

Berdasarkan informasi yang diberikan oleh puteri almarhum, Nona Djohan Effendi, jenazah almarhum akan dikebumikan di Werribee Cemetary, di Werribee, sebuah kawasan pemukiman yang berjarak sekitar 32 kilometer dari pusat Kota Melbourne, Victoria pada Senin (20/11/2017). Sebelum dimakamkan, jenazah almarhum akan disemayamkan di Mesjid Al Taqwa 201 Sayers Rd, Truganina untuk memberikan kesempatan kepada keluarga dan kerabat memberikan penghormatan terakhir.

Djohan Effendi
Bersama dengan Gus Dur dan tokoh-tokoh lintas agama. Djohan Effendi mendirikan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), lembaga perdamaian lintas iman, pada tahun 2010.

Situs ICRP

Almarhum Djohan Effendi, pindah ke Australia sejak isterinya meninggal dunia pada tahun 2015 untuk tinggal bersama dengan ketiga anaknya yang telah lebih dahulu menetap di Australia yakni Winda, Yorna (Nona) dan Rayvan (Doda).

Semasa hidup, beliau pernah menjabat sebagai Staf Khusus Sekretaris Negara yang bertugas menulis pidato untuk Presiden Soeharto  dan pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), beliau yang memang dikenal sebagai sahabat karib Gus dur ini ditunjuk sebagai Menteri Sekretaris Negara.

Sejumlah tokoh di Indonesia mengenangnya sebagai tokoh penting pluralisme dan dialog antar agama di Indonesia. Bersama dengan Gus Dur dan tokoh-tokoh lintas agama ia mendirikan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), lembaga perdamaian lintas iman, pada tahun 2010.

Ketua ICRP, Musdah Mulia, menyebut kegigihan dan ketekunan Djohan Effendi dalam merajut perdamaian melalui dialog di antara berbagai penganut agama telah membuatnya layak  disebut tokoh Pelintas Batas.

“Beliau sosok yang teguh pada prinsip keadilan, teladan kesederhanaan dan berkomitmen tinggi pada toleransi dan pluralisme,” kata Musdah Mulia kepada jurnalis Australia Plus ABC, Iffah Nur Arifah.

“Beliau sangat terbuka pada semua kelompok dan merupakan sahabat bagi semua orang yang mengalami ketidakadilan.

Djohan Effendi
Djohan Effendi dijenguk oleh sahabat Greg Barton, pengamat NU dari Universitas Western Australia, Greg Barton dan Dian Islamiati Fatwa di Nursing Home McKellar Centre Geelong, Australia Oktober lalu.

Foto: Dian Islamiati Fatwa

Kenangan senada juga diungkapkan tokoh muda Nahdlatul ‘Ulama (NU) sekaligus pengurus Wahid Institut, Rumadi, yang menyebut wafatnya Djohan Effendi sebagai kehilangan yang besar.
‘Ia sosok yang pendiam dan tidak terlalu mengutamakan formalitas. Dan sangat besar perhatiannya pada isu yang menjadi bidangnya yakni terkait hubungan antara agama. Terutama soal perlakuan diskriminatif dan kekerasan terhadap pengikut jama’ah Ahmadiyah dan posisi penganut penghayat kepercayaan. Itu beliau sangat serius.”
“Keputusan MK yang mengakui aliran kepercayaan sebagai salah satu jenis keyakinan yang dilindungi di Indonesia awal bulan ini kalau menurut saya itu bagian dari perjuangan Pak Djohan selama ini. Beliau sejak lama bersuara bahwa diskriminasi terhadap para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME itu agar dihentikan dan mereka mendapat perlakuan yang sama dengan warga negara Indonesia yang lain.”
“Jadi menurut saya, ini adalah kematian yang indah, karena beliau wafat justru setelah perjuangan yang selama ini beliau lakukan yakni untuk menghilangkan diskriminasi terhadap para penghayat akhirnya berhasil. Mungkin kalau beliau ikuti dari dekat, karena belakangan saya tahu kondisi beliau sangat lemah, Saya yakin beliau gembira sekali karena apa yang selama ini beliau perjuangkan akhirnya ada titik terangnya.”

Djohan effendi
Mensesneg Djohan Effendi (kanan) bersama Presiden Abdurrahman Wahid.

Foto: Youtube Profil Djohan Effendi.

Sementara itu akademisi asal Indonesia yang sekarang mengajar di Monash University di Melbourne Dr Nadirsyah Hosen, mengatakan Djohan Effendi adalah sosok yang asik diajak berdiskusi dan sangat ‘ngemong’ dengan anak muda,.
“Beliau tahan berdiskusi selama berjam-jam tapi tidak tidak bergaya seperti orang tua yang merasa tahu segalanya. Pak Djohan tekun menjadi pendengar uyang baik dan kalau merespon beliau tidak menyalahkan tapi justru memancing anak muda untuk memikirkan lebih jauh lagi apa yang sebelumnya kami sampaikan. Itu sebabnya berdiskusi dengan beliau itu asyik sekaligus menggelitik pemikiran,” tuturnya.
Ungkapan belasungkawa dan duka cita juga disampaikan cendikiawan muslim dan mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra. Menurutnya, almarhum Djohan Effendi bersama tokoh-tokoh seangkatannya yang juga sudah berpulang ke Rahmatullah, seperti Nurcholish Madjid dan Abdurahman Wahid atau Gus Dur dinilai telah memainkan peran penting dalam pembangunan kehidupan intra dan antar agama di Indonesia yang damai dan harmonis.

“Posisinya di Litbang Kementerian Agama dan kemudian di Sekneg memberikan peluang dan kesempatan baik bagi almarhum Djohan Effendi untuk menyebarkan paradigma dan praksis toleransi dan kerukunan intra dan antar umat beragama serta juga kerukunan umat beragama dengan pemerintah.” Ungkapnya Azyumardi Azra.