ABC

Toko Pakaian Australia Banyak Bangkrut Kalah Bersaing Dengan Merek Asing

Sama dengan di beberapa negara lain, masuknya jarigan toko-toko pakaian internasional membuat toko pakaian Australia kalah bersaing dan karenanya bangkrut.

Sekarang ini hampir setiap bulan ada saja toko yang bangkrut, dan selama dua tahun terakhir lebih dari 20 toko yang sebelumnya dikenal sebagai merek terkenal di Australia gulung tikar.

Yang paling terbaru adalah Napoleon Perdis.

Toko-toko lain yang sudah tidak lagi berjualan asal Australia adalah Roger David, Marcs, Pumpkin Patch, Metalicus, Laura Ashley, Ed Harry, Top Shop, Toys’R’Us, Doughnut Time, Blockbuster Video, David Lawrence, Herringbone dan Rhodes & Beckett.

Selain toko-toko Australia tersebut ada juga beberapa toko lokal yang menggunakan nama internasional juga tidak mampu bersaing dan akhirnya bisnisnya berakhir.

Masalah yang terjadi adalah karena tingkat kenaikan upah dalam beberapa tahun terakhir di Australia tidak meningkat, sehingga konsumen menurunkan belanja mereka.

Selain itu juga masuknya beberapa toko asing besar termasuk Amazon dari Amerika Serikat membuat persaingan bisnis menjadi lebih ketat.

“Sudah tidak masanya lagi dimana kalau kita buka toko setiap hari, pembeli akan antri masuk ke toko kita.” kata Terri Winter, pemilik salah satu toko barang-barang rumah tangga mewah, top3 by design.

Terri Winter, owner of Top3 by Design
Terri Winter, pemilik toko Top3 by Design.

Supplied: Terri Winter

Menurut Winter, keadaan ini masih akan memburuk lagi dalam beberapa tahun ke depan.

“Sekarang ini banyak pembicaraan mengenai toko-toko yang mengalami kesulitan.” katanya.

"Mereka mungkin masih bisa bertahan karena musim belanja semasa Natal kemarin, namun saya memperkirakan masih akan ada lagi yang bangkrut tahun ini."

Toko pakaian paling menderita

Bangkrutnya toko-toko ini tidak hanya pada toko pakaian saja, walau yang paling banyak menimpa toko pakaian, dan mereka yang bergerak di industri tersebut tidaklah terkejut dengan hal tersebut.

“Sebelumnya pasar kita sepertinya tertutup, terlindungi. Sekarang dengan adanya online, keadaan menjadi terbuka, dimana kita bisa belajar barang apa saja dari seluruh dunia. Juga di kota kita sendiri toko-toko internasional juga beroperasi.” kata Pippa Kulmar direktur perusahaan konsultasi Retail Oasis.

Jaringan toko-toko pakaian internnasional yang disebut Kulmar adalah toko seperti H&M, Zara, Uniqlo, Sephora dan yang lainnya.

Zara store front in Sydney
Zara adalah salah satu toko internasional yang masuk ke Australia dalam beberapa tahun terakhir.

ABC News: Grant Wignall

Saat di bisnis pakaian di Australia di tahun 2017 bernilai $AUD 19 miliar, dan penjualan di Zara, Uniqlo, H&M dan Amazon naik menjadi sepertiganya di tingkat $AUD 700 juta.

Ini berarti beberapa jaringan toko internasioanl ini menguasai 30 persen dari pasar pakaian di Australia.

Walau itu baru empat persen dari pasar ritel keseluruhan namun nilai $700 juta tersebut artinya mencaplok pasar toko-toko sebelumnya yang milik Australia sendiri.

Mengapa bisnis asal Australia tidak mampu bersaing dengan merek internasional?

Salah satu alasannya adalah bahwa toko pakaian Australia ketinggalan jaman dalam cara berpikir, dimana mereka selalu membagi mode pakaian dalam empat musim.

“Kita misalnya mulai menjual pakaian musim dingin di bulan Maret, dan kita tahu bulan Maret itu belum dingin, sehingga orang tidak mencari jaket tebal di bulan Maret.”

“Karenanya kemudian di bulan April, kita mulai menjual barang-barang itu dengan harga diskon.” kata Pippa Kulmar.

Sementara jaringan toko internasional bergerak lebih cepat, mereka menawarkan produk baru setiap beberapa minggu, bukannya setiap beberapa bulan.

“Ketika ada pernikahan keluarga kerajaan Inggris di Westminster, kita bisa membeli baju yang mrip di Zara dalam waktu dua minggu, itu yang membuat kita jadi menarik.” kata Barry Urquhart, Direktur Eksekutif perusahaan konsultasi Marketing Focus.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini