ABC

Todung Mulya Lubis: Terjadi Kebuntuan Komunikasi Politik di Indonesia

Saat ini terjadi kebuntuan komunikasi politik di kalangan elit di Indonesia, dan diperkirakan akan mempengaruhi keefektifan Presiden terpilih Joko Widodo yang akan dilantik 20 Oktober mendatang.

Hal tersebut dikatakan oleh Dr Todung Mulya Lubis di Melbourne hari Selasa (7/10/2014) dalam acara AIYA Basa Basi di Universitas Melbourne.

AIYA adalah Australia Indonesia Youth Association, perkumpulan para pemuda Australia Indonesia yang dibuat untuk menjadi wadah berkumpulnya para pemuda dari kedua negara.

Dr Todung Mulya Lubis yang dikenal sebagai salah seorang pengacara HAM di Indonesia, tahun 2015 akan menjadi salah seorang pengajar dan peneliti di Universitas Melbourne.

Walau juga menguasai banyak masalah dalam bidang hukum dan hak asasi manusia, dalam diskusi santai yang dihadiri oleh puluhan orang dan dipandu oleh Prof Tim Lindsey, pembicaraan lebih banyak berfokus pada situasi politik di Indonesia saat ini utamanya berkenaan dengan disetujuinya UU PIlkada oleh DPR baru-baru ini, yang kemudian dilanjutkan dengan terbitnya Perpuu oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, dan juga kuatnya koalisi Merah Putih di DPR di saat Presiden Joko Widodo akan memulai masa pemerintahannya.

Todung Mulya Lubis tampil dalam acara yang berjudul AIYA Basa Basi. (Photo: Sastra Wijaya)

Menurut Dr Todung Mulya Lubis, yang terjadi di Indonesia saat ini adalah tidak adanya komunikasi politik antar para elit. Bila ini terjadi berkepanjangan maka akan terjadi kebuntuan.

"Berbeda misalnya dengan Amerika Serikat dimana kadang terjadi kebuntuan (gridlock) namun kedua partai, Demokrat dan Republik masih berbicara satu sama lain. Di Indonesia ini tidak terjadi sama sekali. Karena yang terjadi saat ini adalah politik balas dendam. Ini tidak bisa terus terjadi." kata Todung.

Hal tersebut juga terjadi misalnya antara Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri, partai yang mendukung presiden terpilih Joko Widodo.

"Kalau saja mereka bertindak seperti negarawan, itu akan bisa menyelamatkan Indonesia." tambah Todung lagi.

Ketika menjawab pertanyaan wartawan ABC L.Sastra Wijaya mengenai apakah dia memperkirakan situasi seperti sekarang ini akan terjadi hanya 3 bulan setelah pemilihan umum, Todung yang juga menjadi salah satu penasehat Jokowi, mengatakan dia tidak memperkirakan hal tersebut akan terjadi.

Akibat dari semua ini, Todung Mulya Lubis mengatakan dia mengkhawatirkan apakah pemerintahan Presiden Joko Widodo akan efektif terutama dalam beberapa bulan awal masa pemerintahannya.

"Dalam 4-6 bulan ke depan, roda pemerintahannya tidak akan mudah bagi Presiden Jokowi. Namun rumor yang beredar di Jakarta yang saya dengar mengatakan ada kemungkinan 2 partai lagi yang akan bergabung dengan Koalisi yang dipimpin oleh PDI-P. " tambah Todung.

Disebutkannya bahwa yang terjadi saat ini di Indonesia adalah polarisasi pendapat yang sangat jelas, dan situasi ini menurutnya berbahaya.

"Situasi ini berbahaya tidak saja bagi Indonesia namun juga bagi kawasan ASEAN, karena siapapun yang menjadi presiden Indonesia, dia juga boleh disebut sebagai pemimpin ASEAN. Jadi negara-negara ASEAN pun akan dengan seksama mengikuti dari dekat apa yang terjadi di Indonesia." tambah Todung lagi.

Dr Todung Mulya Lubis (kiri) bersama dengan Prof Tim Lindsey dari Universitas Melbourne. (Photo: Sastra Wijaya)
Terlepas dari semua itu, Dr Todung Mulya Lubis masih menaruh harapan bahwa di Indonesia masyarakat sipil sudah muncul dalam masa-masa terakhir dalam mendukung Jokowi.

"Banyak orang yang sebelumnya tidak perduli dengan politik, sekarang mulai ingin terlibat. Contoh sederhana saja istri saya. Dia selama ini tidak pernah bicara soal politik, namun sekarang mulai terlibat untuk bekerja sukarela. Jokowi sudah membangkitkan hal tersebut. Menurut saya, Jokowi sudahn menunjukkan bahwa dia adalah tipe pemimpin baru di Indonesia, yang sederhana, jujur, dan dia membawa harapan perubahan bagi Indonesia." kata Todung.

Menyingung isu-isu seperti pencabutan hukuman mati, maupun kemungkinan pemerintahan baru untuk melakukan penyelidikan terhadap tindak pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu mulai dari tragedi 1965 dan yang lainnya, Todung Mulya Lubis melihat bahwa untuk saat ini, berbagai masalah tersebut kecil kemungkinan akan diusung oleh pemerintahan baru.