Timbunan Tisu Basah di Saluran Pembuangan Tasmania Habiskan Miliaran
Otoritas perairan Tasmania, TasWater, telah mengajukan permohonan untuk menghentikan biaya yang disebabkan oleh limbah padat di saluran pembuangan. Mereka meminta warga untuk berpegang pada prinsip “4 P” (pee, poo, puke, paper), yaitu hanya menyiram “air kencing, tinja, muntahan dan kertas”.
TasWater berada di bawah tekanan untuk memperbaiki infrastruktur yang mengalami penuaan dan memperkirakan akan menghabiskan biaya $ 2 miliar (atau setara Rp 20 triliun) selama 10 tahun.
Dengan warga di puluhan kota kecil di negara bagian ini yang mendapat peringatan untuk tidak mengonsumsi atau merebus air, kondisi ini juga menjadi perhatian Bendahara Utama Australia.
Meski demikian, di saat sejumlah dewan kota tengah berjuang untuk menghentikan pengambilalihan TasWater oleh Peter Gutwein, para pekerjanya sedang berperang melawan musuh yang berbeda.
Setiap dua minggu, mereka mengangkat satu ton tisu dan sejumlah produk -yang tak bisa hancur saat disiram -lainnya dari sistem pembuangan limbah Launceston saja.
TasWater mengatakan, penyumbatan di sistem pembuangan menyedot jam kerja dan sumber daya yang bisa digunakan di area lain.
Desember lalu, dibutuhkan biaya $ 1 juta (atau setara Rp 10 miliar) untuk mengangkat 30 ton sampah padat dari pabrik pengolahan limbah pabrik Ti Tree Bend di Launceston.
Royce Aldred dari TasWater mengatakan, tidak larutnya tisu basah dalam air telah diketahui dengan baik tapi lembaga ini telah melakukan eksperimen sendiri untuk menekakan pengetahuan itu.
Tiga toples yang diisi dengan tisu toilet biasa, tisu basah dan tisu bayi diamati selama 18 bulan terakhir, dan membuktikan betapa berbahayanya sejumlah produk tersebut.
“Hasil yang kami dapatkan menunjukkan bahwa mereka tidak benar-benar larut seperti yang anda pikirkan,” sebutnya.
Ia menjelaskan, “Bila Anda membandingkannya dengan kertas toilet biasa, kertas toilet ini larut menjadi beberapa bagian yang lebih kecil dengan cukup cepat di sistem pembuangan kami.”
“Tisu flushable tidak rusak cukup lama, jika sama sekali,” imbuhnya.
Aldred mengatakan, memperbaiki masalah ini justru mengalihkan sumber daya berharga yang ada.
Semuanya kembali ke prinsip ‘4 P’
“Itu bisa berarti bahwa sebuah pipa benar-benar pecah atau memiliki lubang terbuka, atau air kembali ke stasiun pompa dan meluap ke sungai atau ke darat,” terang Aldred.
Ia menyambung, “Ini berpotensi menyebabkan bocornya saluran pembuangan ke tempat yang tak kami inginkan, jelas sekali.”
“Tentu saja, kami menghabiskan waktu kerja berjam-jam dan banyak sumber daya,” tambahnya.
Ia menjelaskan, “Ada juga hal lain, jika kami memiliki masalah, kami sering mengandalkan sumber daya truk pompa dari kontraktor eksternal yang harus masuk, dan itu mahal.”
Aldred mengatakan, solusinya sederhana – jangan memasukannya ke kloset.
TasWater mendesak warga untuk mempraktekkan prinsip “4 P” – yakni hanya menyiram “air kencing, tinja, muntahan dan kertas toilet” di kloset.
“Jika ragu tentang apa yang bisa mereka siram, saya minta warga untuk menelepon atau membuka situs kami,” sebut Aldred.
“Kami dengan senang hati memberi saran ketimbang tidak menyelesaikan masalah di sistem pembuangan kami,” ujarnya.
Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC) mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan yang mengklaim bahwa tisu basah larut seperti kertas toilet biasa.
Tuntutan di Pengadilan Federal Australia diajukan terhadap Pental, yang membuat merek ‘White King’ untuk produk pembersih kamar mandi, dan terhadap Kimberly-Clark Australia, yang memproduksi tisu kebersihan di bawah merek Kleenex.
ACCC menginginkan penalty terhadap keduanya, dan perintah untuk menghentikan pemasaran produk dengan klaim tersebut (tisu basah larut seperti kertas toilet biasa).
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterbitkan: 15:55 WIB 09/06/2017 oleh Nurina Savitri.