ABC

Tim Navy SEAL Thailand Dapat Sambutan Sebagai Pahlawan Penyelamat

Tim penyelam elit angkatan laut Thailand Navy SEAL telah mendapat sambutan hangat ketika mereka kembali ke markas setelah menyelamatkan 12 remaja dan pelatih yang terjebak di dalam gua di Thailand Utara.

Tim penyelam SEAL ini mendarat di dekat ibukota Bangkok, setelah bersama dengan penyelam asing, termasuk dari Australia terlibat dalam misi penyelamatan di Chiang Rai.

Drama yang berlangsung selama 18 hari tersebut memakan korban seorang mantan penyelam Navy SEAL Saman Kunan yang meninggal dunia.

Mereka yang terlibat dalam operasi masing-masing mendapat kalungan bunga berwarna kuning dalam upacara yang dihadiri oleh para tentara angkatan laut dan juga warga sipil.

Beberapa yang hadir juga membawa bunga mawar merah untuk mereka.

“Saya ingin menyampaikan pesan kepada anak-anak untuk membuat hidup mereka berguna dan memberikan sumbangan kepada negara nantinya.” kata Laksamana Muda Arpakorn Yookongkaew, yang menjadi komandan tim Navy SEAL ini dalam operasi, setelah mereka mendarat.

"Apa yang mereka alami bisa menjadi inspirasi bagi generasi yang lebih muda."

Petugas kesehatan mengatakan para remaja yang selamat itu harus menghabiskan waktu paling tidak sepekan di rumah sakit, dan sekitar 30 hari di rumah unntuk mengembalikan kesehatan mereka setelah lebih dari dua minggu terperangkap di dalam gua.

Bikhu memuji tindakan pelatih tim sepakbola remaja tersebut

A mobile phone screen shows a photo of Ekapol Chanthawong and his grandmother.
Asistan pelatih tim sepakblola remaja Thailand Ekapol Chanthawong.

AP: Sakchai Lalit

Seorang bikhu senior di kuil dimana pelatih tim sepakbola remaja tersebut Ekapol Chanthawong pernah belajar mengatakan bahwa anak-anak itu mungkin sudah meninggal kalau bukan karena apa yang dilakukan Ekkapol.

Prayuth Jetiyanukarn, Bikhu kepala di Kuil Prathat Doi Wao yang terletak di perbatasan Thailand-Myanmar mengatakan Ekkapol (25) menggunakan pengalamannya ketika masih menjadi bikhu muda untuk menenangkan anak-anak tersebut selama sembilan hari terjejbak di dalam gua.

A head and shoulders photo of Prayuth Jetiyanukarn being interviewed.
Bikhu kepala Kuil Prathat Doi Wao Prayuth Jetiyanukarn.

ABC News: Anne Barker

Bikhu Prayuth mengatakan entah itu medtitasi atau hal lain yang digunakan Ekkapol untuk mengajarkan anak-anak tersebut untuk tenang membuat mereka mampu bertahan hidup di dalam gua yang gelap, tanpa makanan, dan tanpa mengetahui apakah mereka akan selamat atau tidak.

“Bagaimana dia melakukannya? Masanya lama – sembilan hari. Apa yang dia katakan kepada mereka?” kata Prayuth.

“Anak-anak itu pasti menangis, menangis kehilangan orang tua dan juga rindu dengan rumah.”

“Bahkan menangis saja bisa membuat lelah, dan membuat kita kehilangan cairan dari dalam tubuh.”

“Mereka mungkin kuat dan sehat namun mereka masih anak-anak. Mereka tidak berpengalaman.”

“Kita mungkin tidak akan menemukan mereka masih hidup tanpa Ek (Ekkapol).”

Asisten pelatih ini pada dasarnya masih tinggal di kuil yang terletak tidak jauh dari gua.

Kadang dia tinggal bersama neneknya di Myanmar, yang hanya berseberangan dari Thailand.

Dia kebanyakan bekerja sebagai tukang bersih-bersih, namun sebelumnya pernah menjadi bikhu muda, dan membantu orang lain melakukan meditasi sehingga mereka bisa berkonsentrasi.

Bikhu Prayut menggambarkan Ekkapol sebagia orang yang memiliki tanggung jawab besar, yang menghabiskan sebagian hidupnya untuk membantu orang lain.

Dia tidak minum alkohol, merokok ataupun suka pergi ke karaoke seperti banyak anak-anak muda seusianya.

Dia menghabiskan waktu melatih anak-anak bermain sepakbola.

“Bahkan orang tua anak-anak itu sayang dengan dia.” kata Bikhu Prayuth.

“Karena setelah latihan sepakbola, Ek akan mengantar mereka masing-masing pulang ke rumah masing-masing, sebelum kembali ke kuil.”

Ketika ditemukan Ekkapol berada dalam kondisi fisik lebih lemah dibandingkan para remaja, karena dia memberikan bekalnya dari mereka bawa untuk anak-anak yang lain.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini