ABC

Tiga Warga Australia Divonis Bersalah Menghina Umat Islam

Tiga warga Australia dari kelompok ultra nasionalis kanan yang meniru adegan pemenggalan kepala sebagai bentuk protes rencana pembangunan masjid di Kota Bendigo, telah divonis bersalah atas dakwaan penghinaan serius terhadap umat Islam.

Ketiga orang itu, Blair Cottrell, Christopher Shortis dan Neil Erikson masing-masing didenda $AUD 2.000 (sekitar Rp 20 juta) setelah memfilmkan adegan pemenggalan manekin dengan pedang mainan di luar kantor Pemerintah Kota Bendigo pada tahun 2015.

Ketiga pria yang disebut ‘Bendigo Three’ berdalih bahwa video yang dirilis di laman Facebook United Patriot’s Front (UPF), merupakan bentuk kebebasan berbicara yang fokus pada ajaran Islam tertentu.

Namun hakim Peter Hardy yang memimpin persidangan tidak sependapat. Alasannya, video tersebut jelas dimaksudkan untuk membuat penghinaan atau ejekan serius terhadap kaum Muslim.

“Kita hidup dalam masyarakat yang inklusif. Dan setiap individu berhak menjalani hidup mereka dengan damai,” kata hakim Peter Hardy.

“Anda lebih dari sekadar melewati batas,” tambahnya.

Kasus ini menandai untuk pertama kalinya dakwaan pidana berdasarkan Undang-Undang Toleransi Ras dan Agama di negara bagian Victoria diuji di pengadilan.

Dakwaan lain yang berkaitan dengan kerusakan fasilitas publik telah dibatalkan.

Ketiga terdakwa kepada media menyatakan berniat mengajukan banding atas vonis tersebut. Mereka berdalih bahwa vonis ini sudah mereka perkirakan sebelumnya.

Pada hari pertama persidangan, demonstran anti-rasisme terlibat bentrok dengan pendukung UPF di luar gedung pengadilan, memaksa polisi melakukan intervensi.

The UPF's Neil Erikson yells into a megaphone while holding a "Dan Andrews beheads free speech" sign outside court.
Anggota UPF Neil Erikson di luar gedung pengadilan di Melbourne.

ABC News: James Oaten

Sebelum vonis tersebut, Cottrell dalam persidangan mengatakan bahwa kasus ini “menjadi preseden berbahaya bagi negara”. Pasalnya, menurut dia, video tersebut merupakan bentuk kebebasan berbicara.

“Itu ditujukan pada sebuah ajaran agama, bukan keseluruhan golongan tertentu,” kata Cottrell.

Dia menambahkan bahwa kelompoknya tidak dapat mengendalikan siapa yang menonton video tersebut dan karena itu khalayak yang dituju “subyektif”.

“Kesimpulan yang diambil dari menonton video itu berada di luar kendali saya,” kata Cottrell.

Namun jaksa penuntut umum mengatakan video tersebut secara jelas dimaksudkan untuk menciptakan “penghinaan serius” terhadap umat Islam. Mengingat target khalayak video tersebut serta bersamaan dengan kampanye untuk menghentikan pembangunan sebuah masjid.

“Mereka memilih tindakan kejahatan… dan memaksudkan hal itu untuk membangkitkan kebencian kepada umat Islam pada umumnya,” kata jaksa Fran Dalziel dalam persidangan.

Dia menambahkan bahwa UU tidak mengharuskan JPU untuk menentukan apakah pandangan orang berubah sebagai melihat video tersebut. Tugas JPU, katanya, adalah untuk menetapkan maksud tindakan tersebut.

“Mereka memeragakannya di depan kamera,” kata Dalziel.

Neil Erikson and Blair Cottrell leave the Melbourne Magistrates' Court.
Neil Erikson dan Blair Cottrell meninggalkan gedung pengadilan setelah divonis bersalah menghina umat Islam.

ABC News: James Oaten

Profesor Spencer Zifcak, mantan ketua Liberty Victoria, mengatakan vonis tersebut tidak akan memberikan preseden yang signifikan.

“Telah lama diakui bahwa dalam hukum internasional dan hukum domestik di Australia, terkait dengan penghinaan ras, bahwa ujaran kebencian apa pun tidak dapat dibenarkan atau ditutupi hanya dengan berdalih sebagai contoh kebebasan berbicara,” katanya.

Namun dia mengatakan kasus tersebut menunjukkan bahwa kebebasan berbicara juga mencakup “ujaran simbolis”.

“Mereka (terdakwa) tidak benar-benar berbicara. Ini adalah membuat tiruan… itu adalah simbol kepala seseorang yang dipotong. Namun itu sama saja seperti ujaran, ucapan lisan atau tulisan,” katanya.

“Hal itu yang sekarang bisa dipastikan setelah kasus ini,” tambahnya.

Diterbitkan Rabu 6 September 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia di sini.