ABC

Tiga PNS Australia di Canberra Diduga Korupsi, Polisi Menyita Aset Rp77 Miiliar

Kepolisian Federal Australia (AFP) menyita aset senilai 7,8 juta dolar Australia (sekitar Rp77 miliar) di Canberra, setelah sebelumnya menangkap tiga oknum pegawai Departemen Keuangan yang diduga melakukan korupsi.

Polisi menangkap Abdul El-Debel (47), Gopalakrishnan Vilayur (50) dan Raminder Kahlon (36) bulan lalu setelah menemukan cukup bukti dalam kasus dugaan korupsi yang dilaporkan Depkeu.

Ketiga pegawai negeri ini diperkirakan memanfaatkan posisi dan pengetahuan mereka sebagai orang dalam di Departemen Keuangan untuk mempengaruhi kontrak penyediaan jasa Teknologi Informasi.

Menurut laporan yang ada mereka disebut telah menerima imbalan uang.

Abdul El-Debel dan Gopalakrishnan Vilayur ditetapkan sebagai tersangka dan diajukan ke pengadilan dengan tuduhan konspirasi penipuan keuangan negara, serta penyalahgunaan jabatan publik.

Sedangkan Raminder Kahlon didakwa dengan tuduhan melakukan konspirasi.

Kejahatan yang dilakukan ketiga pria diperkirakan berlangsung sejak Juni 2018 hingga Juni 2020.

Hari Rabu (01/07), AFP menyatakan petugas Satuan Penyitaan Aset Kriminal (CACT) telah membekukan aset berupa sejumlah rekening bank, tujuh unit rumah, serta beberapa kendaraan, bernilai sekitar AU$7,8 juta.

AFP mengatakan aset yang disita tersebar di pinggiran kota Canberra dan semuanya terkait dengan ketiga tersangka.

A two storey home in winter.
Salah satu rumah di pinggiran Kota Canberra yang disita polisi terkait dugaan korupsi di Depkeu Australia.

ABC News: Ian Cutmore

“CACT mendakwa mereka berkonspirasi dalam mengarahkan kontrak jasa IT melalui pemasok tertentu, menerima manfaat finansial sebagai hasil dari kegiatan ini, yang sebagian digunakan membeli dan merenovasi perumahan di Canberra,” kata polisi.

Langkah penyitaaan aset, menurut polisi, dilakukan setelah penangkapan ketiga tersangka pada 10 Juni lalu.

Ketiga tersangka saat ini dibebaskan dengan uang jaminan serta syarat yang ketat, termasuk denda AU$25.000, atau lebih dari Rp 2500 juta apabila mereka tidak muncul di pengadilan.

Mereka diwajibkan melapor ke polisi tiga kali seminggu, dilarang untuk saling menghubungi, serta dihentikan aksesnya ke sistem teknologi informasi Departemen Keuangan.

Kasus ini akan mulai disidangkan dalam beberapa minggu mendatang.

Ikuti berita menarik lainnya dari ABC Indonesia