ABC

Tiga Penari Indonesia Sebarkan Tari dan Musik Nusantara ke Warga Aborigin

Selama dua minggu, dari 1-14 Agustus 2016, tiga penari Indonesia dari daerah dan latar belakang yang berbeda bertemu di Yirrkala, Northern Territory, sekitar 1000 km dari Darwin, dengan tujuan menjalin silahturahmi seni dengan orang-orang Yolngu.

Alfira O’Sullivan direktur artistik Suara Indonesia Dance, Murtala penari asal Aceh yang menetap di Sydney dan Ryanto penari asal Banyumas yang menetap di Jepang mengelilingi sekolah-sekolah di Yirrkala dan Nhulunbuy selama dua minggu untuk mengajarkan tari dan musik Indonesia pada anak-anak dan para guru.

Di Yirrkala mereka dibantu oleh Rosealee Pearson yang merupakan penari dan mentor bagi murid-murid di Yirrkala community School. Tidak hanya mengajarkan tari mereka juga mengajarkan musik Angklung dari Jawa Barat dan talempong dari Sumatera Barat.

Kegiatan yang didukung oleh Autralia-Indonesia Institut ini merupakan kegiatan yang kedua kalinya dilakukan dengan fokus lebih pada pengajaran tari dan musik. Bila tahun lalu fokus kegiatan ini yaitu pertunjukkan dan memperkenalkan bentuk-bentuk kesenian Indonesia, maka tahun ini kita lebih pada pengajaran.

 dari kiri ke kanan Johsua O'Sullivan, Alfira O'Sullivan, Murtala, Miray Kawashima dan Rianto. saat kedatangan hari pertama di Gove airport.
Dari kiri ke kanan Johsua O'Sullivan, Alfira O'Sullivan, Murtala, Miray Kawashima dan Rianto saat kedatangan hari pertama di Bandara Gove.

Foto: Suara Indonesia Dance

Dalam penjelasannya kepada wartawan ABC Australia Plus Indonesia, L. Sastra Wijaya hari Selasa (16/8/2016), salah seorang penari Murtala mengatakan bangga bahwa mereka berhasil melakukan kegiatan ini lagi.

“Kami semua merasa sangat puas dan bangga karena program ini berjalan baik dengan sangat sukses. Dalam waktu bersamaan, juga sedih karena harus meningalkan Yirrkala dan masyarakatnya yang ramah dan baik.” kata Murtala.

“Bagi saya di Yirrkala seperti di Indonesia, kekeluargaan dan kehangatan dari masyarakatnya dapat kita rasakan apalagi kalau kita dari Indonesia. orang-orang Yolngu dari anak-anak sampai dewasa sangat mengetahui sejarah hubungan pelaut-pelaut dari wilayah timur Indonesia dengan mereka. Ini karena cerita tentang hubungan ini selalu diceritakan secara turun menurun. tentunya bila ada orang Indonesia yang datang akan disambut hangat di Yirrkala.” tambah Murtala lagi.

Dalam kegiatan mereka selama dua minggu, tim dibantu oleh dua relawan yaitu Joshua O’Sulivan yang membantu mendokumentasikan kegaitan ini dan penari Indonesia asal Jepang Miray Kawashima.

Malam Pertunjukkan di Yirrkala Arts Centre dan serah terima Angklung kepada Yirrkala Community School.
Malam Pertunjukkan di Yirrkala Arts Centre dan serah terima Angklung kepada Yirrkala Community School.

Foto: Suara Indonesia Dance

Menurut Murtala, program Re-Connection Our Conection yang dilaksanakan di Yirrkala, NorthernTerritory ini  bertujuan menjalin kembali hubungan yang telah terjalin ratusan tahun yang lalu, ketika pelaut-pelaut Indonesia khususnya berasal dari wilayah timur Indonesia mencari tripang di wilayah Northern Teretory dan menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang Yolngu di daerah Yirrkala dan sekitarnya.

“Di sekolah, guru-guru yang ada mengatakan kegiatan kami ini adalah Highlight of the year (kegiatan utama yang ditunggu-tunggu) dan guru yang lain mengatakan program ini sangat membantu menaikan jumlah kehadirian anak ke sekolah.” kata Murtala.

“Ketika kami katakan ingin memberikan angklung sebagai kenang-kenangan mereka langsung belajar memainkan angklung dengan lagu Yolngu dan lagu ini juga ditampilkan saat malam pertunjukkan.”

Kegiatan yang dilaksanakan 1-14 Agustus 2016 ditutup dengan sebuah konser yang di Gelar di Yirrakala Art Center pada tanggal 13 Agustus yang dihadiri oleh murid, guru, masyarakat lokal, masyarakat Indonesia dan perwakilan Konsulat Indonesia di Darwin.

Alfira dan Murtala sedang menampilkan tari Rantak dari Sumatera Barat
Alfira dan Murtala sedang menampilkan tari Rantak dari Sumatera Barat

Foto: Suara Indonesia Dance

Di akhir kegiatan ini di serahkan tiga set Angklung yang disumbangkan oleh Konsulat Indonesia di Darwin kepada Yirrkala Comummunity school yang diterima oleh acting Principal Merrkiyawuy Ganambarr-Stubbs.

Apakah kegiatan seperti ini akan dilanjutkan tahun depan atau dilakukan di sekolah lain di Northern Territory?

“Saya dan Alfira tentu sangat berharap kegiatan ini terus dilanjutkan dan tidak hanya sekolah yang sama, namun juga di komunitas masyarakat seperti Ibu-ibu dan pemuda dan dukungan dari banyak pihak tentunya juga ddiharapkan untuk mewujudkan kegiatan ini kedepan.” kata Murtala.

Penari asal Aceh ini juga berencana untuk melakukan pelatihan membatik batik dengan komunitas ibu-ibu dan melaksanakan pertunjukkan Indonesia-Yolngo yang menghadirkan seni Indonesia dan Yolngo dalam satu pentas dan kolaborasi seni.

Pengajaran Talempong dari Sumatera Barat salah satu kegiatan setelah sekolah (After School) yang dilakukan setiap harinya selama dua minggu
Pengajaran Talempong dari Sumatera Barat salah satu kegiatan setelah sekolah (After School) yang dilakukan setiap harinya selama dua minggu

Foto: Suara Indonesia Dance

Menceritakan asal muasal kerjasama Suara Indonesia Dance dengan masyarakat Yirkalla ini, menurut Murtala, setelah adanya pertemuan dengan Roseale Person.

“Roseale Pearson yang menceritakan pertama sekali tentang Yirrkala dan hubungannya dengan Indonesia kepada kita, Roseale merupakan salah satu tokoh muda Yolngu yang saat itu sedang kuliah tari di Sydney.”

“Selama di Sydney ia bergabung dengan Suara Indonesia selama tiga tahun dan ketika ia kembali ke Yirrkala dengan komunikasi yang dibagun, kita wujudkan mimpi-mimpi saat kita di Sydney dulu.” jelas Murtala.

Dan bagaimana seorang penari asal Banyumas yang sekarang bermukim di Jepang bisa tampil di kota pedalaman seperti Yirkalla ini?

“Tahun lalu ketika kita memulai program ini kita didukung oleh lembaga yaitu Dewan Seni Australia (Australia arts Council) dan Australia-Indonesia Institut dan kita membawa salah satu penari dari Indonsia.” katanya.

“Tahun ini kita hanya didukung oleh satu lembaga yaitu Australia-Indonesia Institute dan memang kita tidak punya dana menghadirkan seniman dari Indonesia.

“Alfira mencari info tentang adakah seniman Indonesia yang sedang berada di Australia di waktu yang sama, kita mendapat kabar Rianto menampilkan karyanya Darwin Festival, Alfira langsung mengontak produsernya dan mereka sangat tertarik dengan program kita dan mengizinkan kita membawa Rianto ke Yirrkala, saat sudah konfirmasi Rianto menyampaikan program ke Yirrkala kepada Miray dan dia sangat tertarik untuk ikut dengan biaya sendiri.” demikian Murtala.