ABC

Tiga Pasal Dalam UU MD3 Dianggap Bernuansa Otoriter

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia diserang karena telah mengesahkan undang-undang yang memberi wewenang mereka untuk menghalangi penyelidikan korupsi dan bahkan mengajukan tuntutan terhadap kritik yang diajukan terhadap mereka.

Poin utama:

• Para pengritik UU ini mengatakan bahwa itu seperti “tindakan otoriter”

• Penentang UU ini sedang mempersiapkan uji materi di MK

• Undang-undang tersebut bertujuan untuk melindungi anggota DPR dari kritik dan penuntutan

• KPK selama ini telah menyelidiki para politisi

Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang direvisi bisa juga memungkinkan anggota Dewan untuk memaksa polisi membawa seseorang ke DPR untuk diinterogasi oleh para politisi.

Penolakan terhadap perubahan tersebut telah memunculkan ratusan ribu tanda tangan sejak disahkan-nya UU tersebut pada 12 Februari, dan uji materi di Mahkamah Konstitusi sudah dipersiapkan.

UU MD3 ini mulai berlaku pada tanggal 13 Maret kecuali Presiden Joko Widodo -yang partainya sendiri memimpin revisi tersebut- meratifikasinya lebih cepat.

Para pengamat mengatakan bahwa UU tersebut sebagian besar tidak diketahui karena disahkan bersamaan dengan Undang-Undang LGBT yang kontroversial.

Dini Purwono, tim hukum internal Partai Solidaritas Indonesia (PSI), mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan uji materi yang menentang 3 pasal dalam UU MD3 yang dianggap pasal karet.

“Ini membahayakan keadilan dan demokrasi, bahkan bertentangan dengan konstitusi kita,” kata Dini.

Profesor Tim Lindsey, direktur Pusat Hukum, Islam, dan Masyarakat Indonesia di Universitas Melbourne, mengatakan bahwa revisi tersebut merupakan “perwujudan kekuasaan yang sangat dramatis”.

“Ini bertujuan untuk menciptakan sebuah DPR yang mampu melawan kritik, dan menahan kritik, dan yang melindungi anggotanya dari tuntutan,” utaranya.

Perubahan hukum ini terjadi saat anggota DPR terus berperang dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang telah menyebabkan banyak penyelidikan profil tinggi terhadap para politisi.

“Banyak kritikus DPR di Indonesia berbicara tentang lambannya demokrasi di Indonesia,” kata Profesor Lindsey.

“Mungkin terlalu cepat untuk mengatakan apakah itu masalahnya, tapi elemen ini bukan pertanda baik.”

Mantan Ketua DPR, Setya Novanto, ditahan akibat kasus dugaan korupsi.
Mantan Ketua DPR, Setya Novanto, ditahan akibat kasus dugaan korupsi.

AP

Kritik bisa diproses

Beberapa pasal dalam UU MD3 memungkinkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengajukan tuntutan kepada siapapun yang “merendahkan martabat” DPR atau anggotanya.

“Itu memiliki cakupan yang sangat luas,” kata Profesor Lindsey.

“Tampaknya DPR telah memberi lembaganya kewenangan yang mungkin cukup luas untuk membuatnya melakukan proses pidana melawan para kritikus, termasuk media atau masyarakat sipil.”

Profesor Lindsey mengatakan bahwa pasal lain yang mewajibkan polisi untuk membawa seseorang ke DPR untuk diinterogasi bisa digunakan baik terhadap kritik semacam itu, maupun penyidik korupsi.

“DPR memiliki catatan korupsi dan kesalahan yang mengerikan dalam skala besar … jadi jika Anda mencoba mengkritiknya, apakah itu berarti Anda akan menghadapi langkah hukum dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)?.”

Pasal ketiga yang membahas penyelidikan memaksa penyidik polisi dan KPJ untuk “mempertimbangkan pandangan” MKD sebelum menyelidiki seorang anggota dewan.

Mahkamah Konstitusi Indonesia mencantumkan sebuah pasal serupa dalam undang-undang yang sama di tahun 2014 -kalimat aslinya memungkinkan DPR untuk sepenuhnya mencegah penyelidikan.

“Ini lebih halus dari ketentuan sebelumnya, tapi jelas-jelas berusaha membuatnya sesulit dan semaksimal mungkin bagi siapa pun untuk mempertanyakan anggota DPR atas sebuah kejahatan, terutama misalnya korupsi,” sebut Profesor Lindsey.

UU ini akan berlaku efektif dengan atau tanpa ratifikasi Presiden Jokowi.
UU ini akan berlaku efektif dengan atau tanpa ratifikasi Presiden Jokowi.

Reuters: Antara Foto: Prasetyo Utomo

Reaksi Jokowi

Presiden Jokowi belum menandatangani revisi undang-undang itu -sebuah tanda seberapa banyak pertentangan dari publik yang dipicu oleh undang-undang tersebut.

“Draft UU MD3 sudah ada di meja saya, tapi belum saya tandatangani. Saya memahami keresahan yg ada di masyarakat mengenai hal ini. Kita semua ingin kualitas demokrasi kita terus meningkat, jangan sampai menurun -Jkw,” tulis Jokowi di Twitter minggu lalu.

Sementara partai Jokowi sendiri, yakni PDI-P, adalah salah satu kekuatan utama di balik revisi, yang didukung oleh delapan partai politik, ini.

Namun Profesor Ian Wilson, seorang peneliti politik Indonesia di Universitas Murdoch, mengatakan bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan Jokowi karena undang-undang tersebut akan mulai berlaku setelah 30 hari, bahkan jika ia tidak meratifikasinya.

“Ada banyak serangan balik. Ada petisi online. Ada berbagai organisasi sipil, kelompok advokasi yang sekarang sebagian besar melobi kepada Presiden agar undang-undang tersebut tidak diratifikasi,” kata Profesor Wilson.

Skip Twitter Tweet

FireFox NVDA users – To access the following content, press ‘M’ to enter the iFrame.

“Pada dasarnya ia memiliki kapasitas untuk tidak meratifikasi undang-undang tersebut, tapi itu tidak berarti bahwa mereka tidak akan berlaku.”

Politik seputar isu ini dipersulit oleh serangkaian Pilkada yang akan diadakan tahun ini, serta Pemilihan Presiden yang akan datang pada bulan April 2019.

“Presiden mungkin akan terlihat berusaha untuk menciptakan jalan tengah, tidak mengucilkan basis pendukung partainya di dalam DPR, namun pada saat yang sama ada posisi populis yang bisa ia ambil,” kata Profesor Wilson.

“Banyak orang melihat ini karena DPR berusaha melindungi dirinya sendiri. Ini adalah lembaga yang sangat tidak dipercaya dan umumnya tidak disukai di Indonesia -banyak jajak pendapat menunjukkan bahwa masyarakat memiliki sedikit kepercayaan atau kepercayaan terhadap DPR Indonesia.”

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.