ABC

“Tidak Usah Diberi Aliran Listrik”: Pemerintah Ancam Warga Palu Korban Gempa di Zona Merah

Pemerintah Indonesia mengancam tidak akan memberikan fasilitas aliran listrik dan air besih bagi warga kota Palu, Sulawesi Tengah yang kembali menghuni kawasan yang dilarang untuk didiami pasca bencana gempa bumi tsunami dan likuifaksi yang menewaskan lebih dari dua ribu warga di kota itu.

warga dilarang huni zona merah di Palu

Warga Palu dilarang huni kembali zona merah:

  • Pemerintah melarang segala bentuk pembangunan infrastruktrur di zona merah
  • Kawasan itu tidak akan diberikan aliran listrik dan air bersih
  • Warga harap pemerintah mengedepankan pendekatan persuasif

Sikap tegas pemerintah itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat meninjau pembangunan hunian tetap bagi warga korban bencana gempa bumi tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Sulawesi Tengah pada awal pekan ini.

Wapres JK menetapkan hunian tetap itu harus sudah rampung pada 2020 dan pembangunannya harus merujuk pada Peta Zona Rawan Bencana (ZRB) Kota Palu yang telah disusun pasca bencana mematikan mengguncang kota itu pada 28 September 2018 lalu.

Wapres JK menegaskan kawasan yang sudah dinyatakan terlarang untuk dihuni kembali alias zona merah harus dikosongkan.

Ia berkeras agar warga yang menghuni kembali kawasan itu ditertibkan.

“Segala bentuk pembangunan infrastruktrur dilarang dilakukan di zona merah,” ucap Wapres JK di Kantor Gubernur Sulteng, Kota Palu, Senin (7/10/2019).

Wapres JK mengatakan hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jatuhnya korban jiwa seandainya bencana serupa kembali terjadi, mengingat kota itu memiliki kerentanan keberulangan bencana tinggi lantaran berada diatas sesar gempa aktif Palu Koro.

Himbauan senada sebelumnya pernah juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto pekan lalu.

Pemerintah meminta masyarakat mentaati himbauan untuk tidak menghuni wilayah di zona merah yang merupakan kawasan titik terjadinya gempa tsunami dan fenomena Likuifaksi di kota Palu, Sigi dan Donggala.

Zona merah itu antara lain Kelurahan Balaroa, Petobo, desa Jonouge, dan Sibalaya.

Minim sosialisasi

Kuswanto
Kuswanto, diatas reruntuhan rumahnya di Desa Lolu, Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi usai gempa tsunami dan likuifaksi 28 September 2018 lalu.

supplied

Menyikapi pernyataan Wapres JK ini, seorang warga korban gempa Palu, Kuswanto, 48 tahun, menilai pemerintah seharusnya mengedepankan pendekatan persuasif.

“Sebagai korban saya setuju saja kawasan zona merah tidak bisa dihuni lagi, tapi saya kira pemerintah seharusnya jangan bersikap ekstrim begitu kasih warning warga gak akan kasih air dan listrik.”

“Harus ada pendekatan persuasif karena karakter warga kan berbeda-beda,” kata Kuswanto kepada ABC Indonesia.

Warga asal desa Lolu, Sigi ini rumahnya rata dengan tanah akibat gempa setahun lalu. Ia kini tinggal di blok hunian sementara (huntara) BUMN Merah Putih.
Menurutnya selama ini warga belum mendapatkan sosialisasi menyeluruh mengenai bahaya bermukim kembali di zona merah.

“Alangkah baiknya pemerintah merangkul warga dengan mengadakan sosialisasi apa sih zona merah, bahayanya tinggal disana, kenapa tidak bisa ditinggali. “

“Secara musyawarah dan simulasi pada warga, ini loh yang akan terjadi, kalau tinggal di sana. Untuk kita mungkin tidak tapi anak cucu kita nanti. Sosialisasi seperti ini belum pernah ada,”

Kuswanto mengatakan dari sekitar 300 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di huntara BUMN Merah Putih, ada sekitar 50 KK yang telah kembali ke zona merah atau daerah bawah mereka menyebutnya.

“Umumnya yang kembali ke bawah itu alasannya karena mereka sudah lahir dan besar disana, dan tanah milk mereka juga ada disana, jadi mereka ingin tetap disana apapun yang terjadi. ” tutur Kuswanto.

“Mereka sudah pasrah apapun yang terjadi, semua diserahkan pada Tuhan,” katanya.

Mencontoh Jepang

Peta Zona Rawan Bencana Kota Palu
Peta Zona Rawan Bahaya -4 (ZRB4) adalah daerah yang terlarang untuk dihuni kembali diwakili oleh warna merah di peta yang meliputi kawasan Petobo, Balaroa, Jono Oge dan Sibalaya sebagai daerah titik likuifaksi pada bencana 28 September 2018 lalu.

supplied

Sementara itu pegiat literasi kebencanaan, Ahmad Arif menilai tekad pemerintah untuk menata kembali wilayah di Kota Palu sesuai dengan peta Zona Rawan Bencana perlu diapresiasi.

Pendekatan ini menurutnya tidak pernah dilakukan di wilayah lain yang pernah dilanda bencana besar seperti tsunami Aceh dan Pangandaran, Jawa Barat.

Sehingga, kini warga di kota itu banyak yang kembali menghuni zona merah.

“Kalau dari prinsip mitigasi dan risiko bencana, itu memang yang paling ideal, mengosongkan daerah yang berisiko.” kata Ahmad Arif.

Namun ia menegaskan pentingnya pendekatan yang lebih persuasif, mengingat masyarakat Indonesia belum memiliki kesadaran mitigasi dan risiko bencana yang baik.

Ia mencontohkan pendekatan yang dilakukan pemerintah Jepang untuk merelokasi seluruh warga di kota yang terdampak parah bencana tsunami Tohoku pada 2011 lalu.

Gelombang tsunami setinggi 34 meter di kota itu menewaskan lebih dari 15.000 warga.

zona merah Kota Palu pasca gempa dan likuifaksi
Kondisi kota Palu pasca diterjang gempa tsunami dan likuifaksi pada 28 September 2018.

ABC News

Salah satunya adalah kota Natori, Miyagi, kota seluas 100 km persegi itu kini dibiarkan kosong menjadi hamparan tanah luas dan gersang yang tidak berpenghuni.
“Di Jepang dalam usaha menata kembali kawasan pasca tsunami 2011 untuk merelokasi warga ke tempat baru itu perlu puluhan kali pertemuan. “

“Satu komunitas bisa 70 kali pertemuan, saya kebetulan ada disana ketika proses itu, hanya untuk memutuskan bahwa kita harus pindah dan alasannya jelas tersampaikan dengan baik.” tuturnya.

“Sosialisasi ini yang sering kali timpang dilakukan oleh pemerintah kita, sementara warga kita belum punya persepsi mitigasi bencana yang baik.”

Simak berita-berita lainnya dariĀ ABC Indonesia