ABC

Tersangka Gunakan Facebook Diskusikan Rencana Pemboman

Tersangka rencana pemboman kedutaan besar Myanmar di Jakarta menggunakan situs Facebook untuk berkomplot dengan militan-militan lain untuk menyusun rencana tersebut.

Tersangka Separiano dituduh menyusun rencana untuk melakukan penyerangan terhadap kedutaan besar Myanmar pada bulan Mei lalu, dilatarbelakangi kemarahan terhadap penganiayaan kaum Muslim Rohingya di negara tersebut.

Rencana tersebut terbongkar setelah polisi menangkap dua laki-laki membawa bom pipa dengan menggunakan sepeda motor pada malam sebelum rencana tersebut akan dilaksanakan.

Dalam sidang Separiano di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jaksa Susilo mengatakan bahwa tersangka mengalami radikalisasi setelah beberapa tahun menghadiri ceramah-ceramah yang dilakukan oleh seorang ekstrimis di sebuah masjid di Jakarta Pusat.

Tersangka kemudian mempelajari cara membuat bom di internet, membeli bahan-bahan untuk membuat bom, dan berkenalan dengan ekstrimis-ekstrimis lain melalui situs Facebook.

Termasuk di antara ekstrimis-ekstrimis tersebut adalah Sigit Indrajid, pemimpin Negara Islam Indonesia.

Menurut jaksa, pada bulan April tersangka sering menggunakan Facebook untuk berkomunikasi dengan Sigit.

Sigit memuat banyak berita tentang Muslim Rohingya di Myanmar, dan berita-berita tersebut memancing banyak komentar menyerukan serangan balik terhadap umat Buddha.

Selain itu, Sigit juga memuat dorongan di laman Facebooknya agar diadakan serangan ledakan terhadap kedutaan besar Myanmar sebagai balas dendam. Separiano tampak menyetujui ajakan ini.

Tersangka menghadapi tuduhan berusaha mendanai atau membantu mendanai tindakan terorisme, dan berencana melakukan tindakan terorisme yang dapat mengakibatkan jatuhnya korban atau perusakan bangunan.

Sigit dan satu orang lainnya juga akan menghadapi persidangan.

Tindakan penganiayaan terhadap kaum Muslim di Myanmar mencerminkan goyahnya persatuan negara yang tadinya dipimpin oleh junta militer.

Namun yang menjadi perhatian banyak orang di Indonesia bukanlah keterpecahan tersebut melainkan nasib kaum Rohingya.