ABC

Teror di Melbourne, PM Australia Tuding Sakit Jiwa Cuma Alasan

Perdana Menteri Australia Scott Morrison menyebut dalih sakit jiwa pelaku serangan teror di jalan Bourke Street Melbourne, Shire Ali, cuma alasan. Dia menyalahkan radikalisasi Islam sebagai penyebabnya.

“Pria ini, diradikalisasi di sini di Australia dengan Islam ekstrim, mengambil pisau dan menikan sesama warga Australia di Bourke Street,” kata PM Morrison kepada stasiun TV setempat.

“Saya tak akan membuat alasan untuk itu. Tentu saja masalah kesehatan mental dan hal-hal lain ini penting,” katanya.

“Namun dia seorang teroris. Dia seorang teroris ekstrimis radikal yang menikamkan pisau ke orang Australia lainnya karena dia diradikalisasi di negara ini. Kita tak bisa memberinya dalih (lain),” tambah Morrison.

Shire Ali (30) menikam tiga orang di pusat kota Melbourne Jumat pekan lalu, menewaskan Sisto Malaspina, pemilik kafe terkenal di sana. Shire meninggal di rumah sakit karena luka tembakan polisi.

Morrison meminta para ulama memberi perhatian lebih besar kepada mereka yang berisiko mengalami radikalisasi. Dia meminta para ulama melaporkannya kepada pihak berwenang.

PM Australia ini membantah dirinya memanfaatkan kejadian ini untuk melontarkan pernyataan rasis.

Tudingan seperti ini, katanya, yang menjadikan permasalahannya tidak ditangani.

“Saya tak percaya itu merupakan pandangan mayoritas Muslim Australia yang baik, pekerja keras, dan bermatabat,” ucap Morrison.

“Mereka ingin masyarakatnya lebih aman. Ada orang masuk ke masyarakat mereka dan menulari anak-anak muda dan yang lainnya dengan kebencian dan ajaran palsu,” katanmya.

“Itu harus diakui dan harus dihentikan,” tambah Morrison.

Shire Ali yang lahir di Somalia pindah ke Melbourne pada 1990-an, menyalakan api ungunya di dekat salah satu jalan paling sibuk di Melbourne pada Jumat sore, sebelum menikam tiga orang yang lewat.

Salah satu korbannya, co-owner berusia 74 tahun dari Bar Espresso Pellegrini yang ikonik, Sisto Malaspina, meninggal di tempat kejadian.

Shire Ali tewas di rumah sakit setelah ditembak polisi yang baru tiga bulan lulus akademi kepolisian.

Komentar Morrison tersebut memicu kecaman dari sekretaris Dewan Imam Nasional Australia Sheikh Moustapha.

Dia menyatakan sangat keliru dan tak adil menyebut masyarakatnya tak berbuat apa-apa dalam mencegah radikalisasi.

“Kami melakukan segala hal sesuai kemampuan kami untuk membasmi pikiran-pikiran ekstrim dan potensi aksi teror,” kata Moustapha kepada ABC.

“Jelas ekstrimisme dan radikalisme itu ada. Ada dalam Islam, ada dalam agama dan ideologi lainnya. Kami tak menolak hal itu,” jelasnya.

“Tetapi bila Perdana Menteri muncul dan menyebut masyarakat tak berbuat banyak atau pemimpin masyarakat tak berbauat banyak, itu jelas keliru,” tambahnya.

PM Morrison dan Mendagri Peter Dutton menggunakan insiden ini untuk menyerukan perlunya pengawasan yang ketat terhadap pesan eletronik terenkripsi.

Sebuah RUU yang dimaksudkan membantu penegak hukum dan badan keamanan mengakses pesan terenkripsi dari mereka yang dicurigai, sudah diajukan ke Parlemen.

UU itu nantinya memungkinkan pihak berwajib memaksa perusahaan teknologi membuka pesan eletronik terenkripsi.

Oposisi Partai Buruh menyatakan memiliki sejumlah catatan terhadap RUU tersebut.

Menteri Dutton menyebut sembilan dari 10 orang yang jadi target badan intelijen ASIO diketahui menggunakan layanan pesan terenkripsi.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.