ABC

Terinspirasi Australia, Jabar Terapkan ‘Sakaw’ Literasi

Mengadopsi kurikulum yang diterapkan di Australia Selatan, Provinsi Jawa Barat mencanangkan gerakan literasi untuk 1300 SD-SMP di provinsinya. Membuat aktivitas membaca sebagai sebuah kebutuhan menjadi salah satu target, namun ada tujuan jangka panjang yang dicita-citakan.

Sejak Januari 2016, Jawa Barat mencanangkan gerakan literasi masif yang melibatkan 1300 sekolah, SD dan SMP, serta 2600 tenaga pendidik di daerahnya.

Ide awal dari gerakan ini didapat setelah terselenggaranya program pertukaran guru dengan negara bagian Australia Selatan, tepatnya Adelaide.

“Jadi dua tahun lalu kami pernah mengirim guru-guru ke Adelaide, mereka tak diperintah untuk studi apa secara khusus, benar-benar diberi kebebasan. Nyatanya, setelah pulang, mereka menemukan kesamaan dalam hal pengembangan literasi,” jelas Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Asep Hilman.

Asep mengatakan, ‘oleh-oleh’ dari Australia inilah yang kemudian mereka bedah dan disesuaikan dengan potensi Jawa Barat.

“Kami mempersilahkan teman-teman alumnus Australia dengan bantuan teman-teman yang mewakili unsur setiap jenjang pendidikan dan penggiat literasi untuk memformulasikan, dan alhamdulillah akhirnya terumuskan secara mandiri konsep gerakan ‘West Java Reading Literacy Challenge’ (Tantangan Literasi Membaca Jawa Barat) ini,” utara Asep Hilman.

Dana sekitar Rp 5 miliar dialokasikan untuk gerakan ini selama tahun 2016.

“Sasaran akhirnya memang siswa, tetapi tentu saja impossible tanpa guru yang cakap, makanya kami pilih 1300 sekolah dan melibatkan 2600 tenaga pendidik. Jadi tiap sekolah diharuskan mengirim kepala sekolah dan perwakilan guru yang memang sudah punya potensi untuk cinta literasi,” terang Asep kepada Australia Plus dalam perbincangan telepon.

Para tenaga pendidik ini digembleng dalam pelatihan literasi yang berakhir Agustus 2016 dan setelah itu mereka ditugaskan untuk membuat proyek literasi di sekolah masing-masing dan mempresentasikannya di akhir tahun.

Sementara di tingkat siswa, mereka akan dikumpulkan dalam Jambore Literasi, yang rencananya diselenggarakan tahun 2017.

Kepala Diknas Jawa Barat Bersama dengan Peserta Workshop Literasi
Kepala Diknas Jawa Barat, Asep Hilman (depan, memakai batik), bersama dengan peserta Workshop Komunitas Literasi Sekolah.

Dinas Pendidikan Jawa Barat (http://literasi.jabarprov.go.id/)

Kepala Diknas Jabar ini mengaku, tak semua sistem dari Australia Selatan ia terapkan di provinsinya.

“Program reward tentu kami duplikasi, ada pemberian bintang 1 dan seterusnya, itu beberapa hal yang sudah baik dari Adelaide dan akan kami terapkan di sini. Bedanya, kami juga mencoba mendekatkan para siswa dengan proses analisis. Jadi kekhasannya di sini adalah siswa menganalisa bacaan dan melaporkannya dalam kajian buku atau sinopsis,” kemukanya.

“Kemudian, kami memberi mereka kebebasan kepada para guru untuk mengeksplorasi apa yang menjadi kedekatan dan keunggulan di sekolah mereka berada,” tambahnya.

Asep menyambung, “Bahkan, kalau ada guru yang bertanya, boleh tidak siswa mengkaji Al Quran atau kitab suci lainnya, yang memang sempat jadi polemik di antara mereka. Nah, kami ambil sikap bijak bahwa ini semua termasuk ayat suci, boleh dikaji. Makanya tidak terlarang kalau siswa ingin mengkaji satu ayat. Itu bedanya.”

Medal Literasi
Medali penghargaan versi Australia (kiri) dan versi Jabar untuk para siswa yangg berhasil memenuhi tantangan membaca dan mengkaji hasil bacaan selama 1 tahun.

Dinas Pendidikan Jawa Barat

Target literasi memang kental diasosiasikan dengan budaya membaca. Mengenai hal ini, Asep bahkan ingin agar para pendidik di daerahnya tak hanya sekedar menumbuhkan budaya itu.

“Saya memang mendukung para pendidik dengan bahasa-bahasa yang provokatif, ini bukan tanpa alasan. Saya minta kepada trainer mereka agar menciptakan output individu yang selepas ikut program ini sampai pada tahapan sakaw (kecanduan parah), dalam artian positif, jangan diidentikkan dengan narkoba saja, literasi juga bisa. Tentunya tanpa merasa kesakitan,” pesannya.

Menurut Asep, gerakan literasi masif yang diterapkan di daerahnya ini telah mendapat pujian di tingkat pusat dan bahkan disebut-sebut sebagai yang pertama di Indonesia.

“Saya sudah lapor ke pak dirjen (di Jakarta) dan beliau mengapresiasi, dan dari beliau..dengan metode yg dikembangkan WJRLC (Tantangan Literasi Membaca Jawa Barat) ini..bukan kami yang memproklamirkan ya, pejabat di Jakarta mengatakan..ini yang pertama di Indonesia..gerakan masif dengan metodologi yang tepat berharap hasilnya juga tepat sasaran,” ceritanya kepada Australia Plus.

Kajian Buku Literasi Jawa Barat
Kajian buku oleh siswa untuk meningkatkan kebiasaan membaca.

Dinas Pendidikan Jawa Barat (http://literasi.jabarprov.go.id/)

Kadiknas Jabar ini mengatakan, masih banyak daerah di Indonesia yang belum mengerti model literasi seperti yang diterapkan daerahnya.

“Misalnya, Jakarta selama ini mengeluhkan kurangnya pustakawan, jadi asumsinya literasi diartikan hanya sebatas konsep perpustakaan saja. Teman-teman di provinsi lain juga mengalami seperti itu, tapi yang dikembangkan di Jabar berbeda, tidak sekedar perpustakaan saja. Ini lebih kepada penumbuhan budaya literasinya,” ungkapnya.

Sebagai penggiat literasi, Asep tak menampik anggapan bahwa anak-anak Indonesia kurang memiliki hobi membaca, meski ia berpendapat hal ini sangat bisa diubah.

“Faktor pertama sumber bacaan, banyak tersedia tapi tidak banyak yang memenuhi kriteria kebutuhan bacaan anak-anak, akhirnya anak-anak terkendala, malah lebih memilih main gadget..hal-hal yang instan,” ujar Asep Hilman.

“Yang kedua, lingkungan juga tidak mendorong bagaimana membaca ini sebagai sebuah kebutuhan, kenapa? Karena faktor gurunya juga sudah terjebak pada hal-hal yang instan,” lanjutnya.

Asep mengatakan, kondisi di atas tentu lebih mudah diubah di era digital saat ini.

“Selama ini kita menangkap gadget pada fungsi instannya bukan pada fungsi literasinya. Padahal di gadget itu banyak fitur-fitur yang bisa membuat gerakan literasi semakin berkembang. Ini yang akan kita giring juga, membuat gadget sebagai salah satu alat pemenuhan literasi selain buku,” tuturnya mengakhiri pembicaraan dengan Australia Plus.