ABC

Terdakwa Teroris Tertawa Saat Divonis 38 Tahun Penjara

Terdakwa kasus terorisme Milad Atai (22 tahun) tertawa saat Hakim Peter Johnson menjatuhkan vonis hukuman maksimal 38 tahun penjara di Pengadilan Parramatta di Sydney, Jumat (23/11/2018).

Seperti dalam persidangan sebelumnya, terdakwa juga menolak berdiri saat hakim memasuki ruangan sidang.

Milad didakwa turut serta dalam pembunuhan terhadap Curtis Cheng, pegawai sipil bagian akuntansi Kepolisian Parramatta, pada Oktober 2015.

Dia telah mengaku bersalah turut membantu dan berkomplot dengan Farhad Mohammad (15 tahun), yang melakukan pembunuhan terhadap Cheng di luar kantor polisi Parramatta.

Selain itu, terdakwa juga mengaku bersalah dalam dua dakwaan lainnya terkait pendanaan kelompok teroris ISIS.

Dalam vonisnya, Hakim Johnson menyatakan terdakwa sama sekali tidak menunjukkan penyesalan. Dia berisiko tinggi untuk mengulangi perbuatannya.

Ketika hukuman itu disampaikan hakim, terdakwa tampak tertawa.

Saat meninggalkan kursi pesakitan, Milad terdengar mengucapkan sesuatu dalam bahasa asing sembari mengacungkan jari telunjuknya, sama seperti yang kerap ditunjukkan teroris ISIS.

Hakim Johnson mengatakan, tindakan terdakwa mencabut pernyataan penyesalan, merupakan tindakan kejam bagi keluarga korban.

Penyesalan Milad itu sebelumnya disampaikan dalam surat yang dikirim ke Kepolisian Federal Australia (AFP) dan pihak Jaksa Penuntut Umum.

“Kekuatan dan kesopanan keluarga Cheng berlawanan dengan dengan kepengecutan dan kebejatan moral dari terdakwa,” kata Hakim Johnson.

Milad membantu orang bernama Raban Alou beberapa minggu menjelang serangan tersebut. Dia menemani Raban dalam upaya membeli senjata dan mendapatkan bendera ISIS.

Raban akhirnya mendapatkan senjata dari Talal Alameddine pada awal Oktober 2015. Dia lalu memberikannya kepada Farhad di Masjid Parramatta beberapa saat sebelum pelaku berangkat ke Kantor Polisi Parramatta.

Anak Curtin Cheng, Alpha, mengatakan tidak banyak berharap terdakwa akan mengalami rehabilitasi.

“Tak ada yang bisa menghilangkan rasa sakit dan trauma yang dilakukan individu-individu rusak ini pada keluarga kami,” katanya.

Alpha mengatakan hukuman yang dijatuhkan tidak akan setara dengan kejahatan dilakukan terdakwa.

“Kami berharap keadilan telah ditegakkan dan Milad Atai akan dipenjara selama mungkin,” ujarnya.

“Perilakunya di pengadilan dan kata-katanya menunjukkan dia masih jadi risiko besar bagi masyarakat,” tambahnya.

Parramatta shooting victim Curtis Cheng and family
Korban penembakan di Kantor Polisi Parramatta, Curtis Cheng (paling kanan), bersama keluarganya.

Supplied: NSW Police

Dalam persidangan pekan lalu terungkap bahwa Milad pernah menulis surat kepada AFP dan JPU, untuk membatalkan pernyataan penyesalan yang dia buat sebelumnya.

Dalam suratnya, terdakwa mengatakan penyesalannya itu “omong kosong” dan dia mengaku “senang” dengan perbuatannya.

Milad diketahui tidak hadir di Masjid Parramatta bersama Raban Alou dan Farhad karena hari itu dia sedang bekerja. Namun dia mengaku akan mengambil cuti jika dirinya diperlukan hadir ketika itu.

“Terdakwa mengatakan akan hadir membantu Alou jika diminta untuk itu,” kata Hakim Johnson.

Hakim merujuk komunikasi yang dilakukan terdakwa tiga hari setelah kematian Cheng.

Saat itu Milad mengirim pesan ke grup Whatsapp The Bricks Forum dan menyatakan kepercayaannya bahwa Farhad Mohammad sudah jadi sahid.

“Allahu akbar, adik kita itu tampak tersenyum dan mengacungkan telunjuknya,” tulis Milad dalam pesan di grup WA tersebut.

Hakim Johnson juga menyinggung percakapan Milad dengan agen rahasia, yang direkam, pada awal 2016. Milad membuat pengakuan bersalah ketika itu.

“Dia mendapatkan apa yang pantas baginya. Dia berada di lingkungan tersebut,” demikian dikatakan Milad mengenai Cheng, seperti terdengar dalam rekaman.

Menurut Hakim Johnson, dalam rekaman itu terdakwa menyebut pelaku Farhad Mohammad tadinya akan meledakkan dirinya dengan bom.

“Apakah terdakwa melebih-lebihkan saat menyebut bom itu tidaklah jelas,” katanya.

“Yang jelas adalah terdakwa bicara dalam kerangka merayakan aksi teroris tanpa rasa penyesalan atau kemanusiaan,” ujar Hakim Johnson.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.