ABC

Tensi Kepemimpinan Politik Australia Memanas

Menjatuhkan seorang pemimpin dan mengangkat yang baru terkadang berlangsung secara brutal.

“Menyisakan darah dan jasad dimana-mana,” ujar seorang tokoh Partai Buruh Australia yang pernah terlihat dalam sejumlah perebutan kepemimpinan di partainya.

Kematian dan darah yang dia maksudkan itu hanya metafora, namun kehancuran emosionalnya sangat terasa.

Karier dan persahabatan hancur, dan dalam banyak kasus, kepercayaan satu sama lain tidak pernah pulih kembali.

Hal ini terlalu buruk bagi pria dengan pengalaman puluhan tahun di jantung gerakan serikat buruh tersebut.

Seorang mantan menteri dari Pemerintahan Partai Buruh, Greg Combet, menulis bahwa dia “muak dengan ketidaksetiaan dan perpecahan di dalam kaukus Partai Buruh, bajingan yang kejam”, ketika dia meninggalkan politik usai kasus perseteruan Kevin Rudd dan Julia Gillard.

Upaya mencampakkan pemimpin kini memanas kembali ketika PM Malcolm Turnbull terjerembab dalam patokan polling Newspoll yang pernah disampaikannya sendiri. Yaitu jika terpuruk 30 kali dalam polling.

Menurut polling Newspoll yang diterbitkan suratkabar The Australian hari ini, Partai Buruh yang beroposisi mengalahkan Pemerintahan Koalisi pimpinan PM Turnbull dengan persentase 52-48 persen.

Satu-satunya jumlah yang dihitung sejauh ini adalah 30, yaitu total kekalahan Koalisi Liberal dalam polling Newspoll berturut-turut.

Perseteruan dan strategi pembocoran informasi yang jadi elemen penting dari pergantian kepemimpinan kini sedang berlangsung.

Ini bisa gagal, namun lebih mungkin sekain intensif jika kekalahan di Newspoll sebanyak 30 kali bertambah jadi 35 atau lebih. Dan jika anggota parlemen dari Partai Liberal khawatir mereka bisa kehilangan kursinya.

Keputusasaan inilah yang mendorong politisi cerdik untuk memulai kontes kepemimpinan yang sangat dibenci para pemilih.

Hasil polling Ipsos

Kekalahan Koalisi dalam pollling Newspoll sebanyak 30 kali merupakan alat ukur yang dibuat Turnbull sendiri ketika dia menantang Tony Abbott yang waktu itu memimpin partai sekaligus menjabat PM.

Hari ini PM Turnbull menghadapi ujian dari patokan yang dibuatnya sendiri.

Dan kondisinya akan berlangsung ekstrim. Para jurnalis, pengamat dan politisi mencermati dengan seksama cara PM Turnbull mengatasi dilema yang dibuatnya sendiri.

Jika rasa malu yang jadi ukuran, sampai kini belum ada tanda-tanda hal itu akan memicu kontes kepempimpinan.

Inilah kesempatan bagi Tony Abbott menyampaikan keluhan karena kepemimpinannya diambil-alih tahun 2015 oleh Malcolm Turnbull.

Hari ini akan berat bagi Turnbull, namun ada hal yang sedikit meringankan, yaitu polling Fairfax Ipsos yang menunjukkan Koalisi dan Partai Buruh sama-sama dapat dukungan 50 persen.

Namun polling Fairfax Ipsos, yang dirilis Sabtu lalu, tidak memecahkan permasalahan patokan polling Newspoll yang disebutkan PM Turnbull. Tapi setidaknya membantu menenangkan kegelisahan Koalisi mengenai prospek pemilu.

Polling Ipsos dengan hasil 50:50 itu dicapai setelah menanyai responden tentang suara preferensi kedua mereka. Polling ini juga menjawab salah satu pertanyaan yang telah memicu kemarahan beberapa kalangan dalam Pemerintah.

Mereka mengisyaratkan bahwa dukungan terhadap Partai Buruh sebenarnya tidak jauh lebih tinggi seperti dilaporkan dalam polling Newspoll. Dan hasil polling Fairfax Ipsos mendukung hal itu.

‘Musim pembunuhan politik’

Meski tidak ada yang mengharapkan munculnya penantang Turnbull hari ini menyusul hasil polling Newspoll, namun isyarat ketegangan kepemimpinan sudah tampak jelas.

Sumber ABC Australia yang tak mau disebutkan namanya menetapkan Agustus sebagai ujian berikutnya bagi sang Perdana Menteri.

Itu suatu yang klasik dalam buku panduan ketidakstabilan kepemimpinan. Tokoh-tokoh anonim bersikeras bahwa “dia harus membalikkan keadaan saat Natal atau musim pembunuhan politik akan muncul kembali”.

Kekurangan dalam pendekatan itu saat ini, yaitu kurangnya pesaing yang kuat.

“Politik tak menyukai kevakuman. Jika mereka akan kalah di bawah Malcolm maka mereka akan menggantinya”, demikian secara sinis diungkapkan pengamat dari Partai Buruh.

Namun hal itu tidak selalu terjadi.

Mantan Wakil Pimpinan Partai Liberal Peter Costello misalnya, merupakan calon lawan yang tidak pernah melancarkan serangan terhadap John Howard di masanya.

Akibat dari keputusan itu masih diperdebatkan lebih dari satu dekade kemudian. Pertanyaan yang tak terjawab apakah jika Costello menggantikan Howard (di Partai Liberal) akan mencegah langkah Kevin Rudd menantang Kim Beazley (di Partai Buruh) pada Desember 2006.

“Kami akan memenangkan Pemilu 2007 jika dia (Costello) punya keberanian untuk menantang (Howard)” menjadi anggapan yang masih bergulir dari waktu ke waktu.

Tak fatal bagi Turnbull

Permainan hipotetis pun menjadi seluruh bab dari buku pedoman kepemimpinan tersebut, dimana para politisi yang menduduki kursi paling marjinal mengatakan mereka akan kehilangan kursi kecuali ada pergantian kepempinan.

Tetapi tentu saja, meskipun ada teknik riset politik canggih di balik klaim tersebut, namun tidak ada cara mereka bisa membuktikannya.

Mantan PM Abbott, tidak pernah tahu apakah dia akan lebih baik daripada PM Turnbull dalam Pemilu 2016 ketika Koalisi menang tipis.

Abbott marah dan masih terus mengingatkan rekan-rekan partainya mengenai kesalahan yang menurut dia telah dilakukan padanya.

Ini seperti perceraian dimana masing-masing pihak masih tinggal serumah dan hanya saling menatap saat sarapan.

Ukuran kekalahan 30 kali dalam polling Newspoll yang turut mengakhiri kepemimpinan Tony Abbott tampaknya tak akan berakibat fatal bagi Malclom Turnbull.

Tetapi beberapa anggota Partai Liberal kini bolak-balik membaca buku panduan bagi pergantian kepemimpinan. Untuk berjaga-jaga.

Sementara pihak lain akan mengamati tanda-tanda meningkatnya aktivitas tertentu. Mengamati siapa yang minum-minum bersama, atau siapa yang makan bersama di restoran di daerah Kingston. Atau siapa yang muncul lebih sering dari biasanya dalam wawancara media.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.