ABC

Tanggapi Kecaman Turki, Media China Rilis Video Seniman Uyghur

Media milik Pemerintah China telah merilis sebuah video yang konon menunjukkan penyair Uighur, Abdurehim Heyit, dalam keadaan hidup dan bersikeras bahwa ia “dalam keadaan sehat”, menyusul klaim bahwa Heyit telah meninggal di penjara.

Poin Utama Uyghur

Poin utama:

• Ada sejumlah laporan yang beredar tentang kematian penyair dan musisi Uyghur

• Ia konon ditampilkan dalam video keluaran media milik Pemerintah China, yang mengatakan ia “tidak pernah dianiaya”

• Video ini muncul di tengah laporan adanya 17 warga Australia yang ditahan dalam tindakan keras di Uighur

Video itu dirilis setelah adanya kecaman dari Turki, yang menggambarkan kamp-kamp tahanan China sebagai “kamp konsentrasi”, menyebut bahwa kamp itu “merupakan pelecehan terhadap kemanusiaan”.

Sekitar satu juta Muslim Uyghur diyakini ditahan di kamp-kamp di provinsi Xinjiang ini.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Hami Aksoy, memecah sikap diam Turki atas perlakuan terhadap minoritas Muslim, menyebut bahwa negara itu mengetahui kematian Heyit di penjara, tetapi laporan kematiannya tidak bisa diverifikasi secara independen.

Namun dalam sebuah video yang dirilis pada Senin (11/2/2019), seorang pria – yang mengaku sebagai Heyit – terlihat bergoyang, mengenakan sweter putih dan hitam serta memberikan pernyataan singkat dengan latar belakang abu-abu yang suram.

“Hari ini 10 Februari 2019,” tulis teks terjemahan berbahasa Inggris dan Turki dalam video itu.

“Saya sedang dalam proses penyelidikan karena diduga melanggar hukum nasional.”

“Saya sekarang dalam kondisi yang baik,” katanya, dan setelah jeda ia menambahkan: “dan tidak pernah dianiaya”.

Kedutaan dan konsulat China di Australia dan Kementerian Luar Negeri China juga dihubungi untuk dimintai komentar.

Tetapi seorang juru bicara dari kedutaan besar China di Turki mengatakan tuduhan bahwa China melanggar hak asasi manusia “sama sekali tidak konsisten dengan fakta dan sama sekali tidak dapat diterima oleh China”.

Ia mengatakan “pusat-pusat pelatihan” dirancang untuk mengajarkan bahasa Uyghur dan keterampilan profesional untuk memerangi kemiskinan dan “tempat berkembang biak bagi ide-ide ekstrimis”.

"Ini adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa Pemerintah China sangat mementingkan perlindungan hak-hak dasar dari semua kelompok etnis di Xinjiang," kata juru bicara itu.

“Singkatnya, mereka yang menuduh Pemerintah China berusaha ‘menghapus’ identitas etnis, agama dan budaya Uyghur dan kelompok Muslim lainnya sama sekali tidak dapat dibenarkan.”

Patrick Poon, seorang peneliti China di Amnesty International, mengatakan kepada ABC bahwa “sungguh aneh melihat video Abdurehim Heyit setelah mendengar berbagai sumber tentang kematiannya”.

"Cara video itu disajikan mirip dengan kasus lain dari rekaman video yang direkam, seperti kasus Peter Dahlin dan Gui Minhai."

“Saya benar-benar berharap bahwa video itu nyata. Satu-satunya cara Otoritas China membuktikan keselamatannya adalah membiarkannya berbicara dengan teman-teman, keluarga, dan jurnalisnya tanpa ada gangguan.”

Berita itu muncul di tengah kabar lain bahwa sekitar 17 penduduk Australia diyakini ditahan dalam tindakan keras China terhadap Uyghur dan minoritas Muslim lainnya.

Pada bulan Oktober, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) mengonfirmasi bahwa tiga warga Australia ditahan dan dibebaskan dari kamp-kamp pendidikan politik China pada tahun lalu.

DFAT telah dihubungi untuk mengomentari dugaan penahanan terhadap warga Australia yang jumlahnya makin meningkat, tetapi tidak bersedia menanggapi hingga berita ini diterbitkan.

Video dinilai mencurigakan

Penyair dan musisi terkenal Uyghur itu adalah master dutar, instrumen dua senar dari Iran dan Asia Tengah, dan dilaporkan dihukum delapan tahun penjara karena salah satu lagunya.

Beberapa orang di media sodial menyebut video itu “mencurigakan”, tetapi aktivis Uyghur yang bermarkas di Sydney, Alip Erkin, mengatakan vidoe itu tampak asli di mata netizen yang tak terlatih, dan tampaknya diunggah dengan cepat untuk melawan klaim Turki.

“Banyak yang mengamati, termasuk saya, bahwa gerakan bibir dan audio tak sinkron,” katanya kepada ABC.

“Tetapi bahkan jika itu yang terjadi, bibirnya sepertinya mengatakan hal-hal yang ia katakan dalam video.”

Akademisi Elise Anderson, yang mempelajari musik Uyghur, berkata di Twitter bahwa “kulit Heyit pucat dan tampak sakit-sakitan”.

Ia mengunggah postingan Twitter yang berisi bahwa video itu menunjukkan betapa protes internasional “bisa memaksa China untuk merespon”.

“Kita harus melihatnya sebagai sesuatu yang luar biasa bahwa mereka menyebarkan video ini, misalnya, mereka telah diam tanpa tanggapan tentang keberadaan begitu banyak orang yang dihilangkan,” katanya.

Magnus Fiskesjo, profesor antropologi di Cornell University, mengatakan video “manipulatif” itu tampaknya telah dirilis dengan panik dan memiliki kemiripan yang mencolok dengan “pengakuan” yang disiarkan televisi di China.

Video itu bukan jaminan bahwa Heyit benar-benar hidup, katanya, menambahkan bahwa nada, suasana, lokasi yang dirahasiakan dan dinding kedap suara semuanya merupakan ciri-ciri pengakuan yang dipaksakan dan pengakuan tertulis yang dibaca subyek berarti ia diperlakukan dengan ancaman dan bahkan penyiksaan.

“Saya tiba-tiba menyadari bahwa ia tampak tak nyaman dan gelisah, dan bahwa ia tampak seperti memperhatikan arah,” katanya kepada ABC.

"Bahwa bahkan jika ia memang masih hidup dan bahwa China sepertinya membantah klaim Turki … maka itu seharusnya tidak boleh mengaburkan fakta bahwa ia ditahan tanpa komunikasi, yang justru mendorong rumor semacam ini berkeliaran. "

Produksi video semacam itu dirancang untuk merendahkan mereka yang dituduh dengan “memprovokasi orang lain dan menggunakannya sebagai bidak … untuk membungkam mereka”.

Penangkapan massal atas para intelektual dan seniman adalah semacam “genosida” budaya, katanya.

“Ini untuk membungkam suara orang-orang yang memiliki suara mereka sendiri di China – itulah yang tak bisa ditoleransi oleh rezim.”

Pria Uyghur melihat sebuah truk yang membawa polisi paramiliter yang bertugas di jalanan selama aksi anti-terorisme di China.
Pria Uyghur melihat sebuah truk yang membawa polisi paramiliter yang bertugas di jalanan selama aksi anti-terorisme di China.

Reuters

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.