ABC

Tanam Antena di Tengkorak, Pria Ini Mengklaim Dirinya Manusia Robot

Seorang pria dengan antena permanen yang melekat di tengkoraknya dan mengidentifikasi dirinya sebagai seorang "cyborg" atau manusia robot, mengungkapkan kisah hidupnya di depan sejumlah mahasiswa Universitas Curtin, di Perth.

Pria kelahiran Inggris, Neil Harbisson, menyebut dirinya sebagai "aktivis manusia robot" dan memiliki antena yang tertanam pada tengkoraknya- yang dilakukan oleh seorang dokter anonim -sejak lebih dari satu dekade lalu, dalam upaya untuk "mendengar" spektrum warna yang lebih luas.

"Saya mencoba untuk menemukan dokter dan itu sungguh sulit, karena saya harus berbicara dengan komite bio-etika tapi mereka mengatakan hal itu tak etis," tutur Neil.

Neil Harbisson punya antenna yang diimplan di tengkoraknya oleh seorang doketr tanpa nama. (Foto: Facebook)
Neil Harbisson punya antenna yang diimplan di tengkoraknya oleh seorang doketr tanpa nama. (Foto: Facebook)

Ia lantas menyambung, "Jadi saya harus mencari dokter yang bersedia melakukan operasi secara anonim, dan saya menemukannya di Barcelona."

Neil mengatakan, ia yakin antenna itu memungkinkan dirinya untuk melihat spektrum warna di luar penglihatan manusia- termasuk warna tak tampak seperti infra-merah dan ultra-violet -melalui gelombang suara yang disalurkan lewat getaran.

"Antena menangkap frekuensi cahaya dan masing-masing frekuensi cahaya masuk ke sebuah chip yang lalu bergetar. Kemudian getaran di tengkorak saya ini menjadi suara di bagian dalam telinga saya … jadi saya bisa mendengar warna dengan rekaman yang berbeda," jelasnya.

Neil menggambarkan sensasi ini sebagai temuan baru.

"Bagi saya, warna adalah sensasi baru ini – ini bukan unsur visual, itu bukan unsur audio," sebutnya.

"Ini adalah getaran di tengkorak saya, ini adalah rasa yang independen," tambahnya.

Menurut Neil, koneksi internet antena memungkinkan ia untuk menerima warna serta gambar langsung ke kepalanya melalui perangkat eksternal seperti ponsel atau satelit.

"Saya bisa menerima warna dari belahan lain dunia. Jadi ada lima orang yang bisa mengirim warna dari jam 10 pagi-10 malam, langsung ke kepala saya. Rasanya seperti memiliki mata di setiap benua," kemukanya.

Sebut dirinya teknologi

Neil mengatakan, tahap berikutnya dari proyek ini adalah untuk membuat sambungan permanen ke luar angkasa.

"Sekarang saya menghubungkan diri ke satelit sesekali, dan dalam beberapa tahun, otak saya akan dilatih untuk melihat warna dari luar angkasa, dan kemudian saya akan bisa memiliki koneksi permanen ke warna-warna dari luar angkasa," jelasnya.

Neil mengidentifikasi dirinya sebagai cyborg (manusia robot), bukan manusia biasa.

"Saya tak menggunakan teknologi dan saya tak memakai teknologi. Saya adalah teknologi, dan perasaan menjadi teknologi ini yang juga membuat saya merasa seperti manusia robot," akunya.

Ia mengutarakan, "Ini adalah kesatuan tak nampak antara jenis perangkat lunak dan otak saya … dan kesatuan yang paling nampak antara antena aktual dan kepala saya."

Neil juga menghasilkan karya seni yang menyelidiki ekstensi sensorik.

"Melalui cybernetics, Anda bisa membuat seni melalui sejumlah indera baru – seperti saya bisa melukis apa yang saya dengar, dan saya juga bisa membuat musik dari apa yang saya lihat," ungkapnya.

Neil mengatakan, ia yakin dirinya telah disahkan sebagai cyborg setelah foto paspornya yang menunjukkan antenna disetujui.

Sebelum tahun 2004, peralatan elektronik tak diperbolehkan muncul di foto paspor Inggris.

"Saya menjawab mereka, ini bukan peralatan elektronik tapi bagian tubuh yang baru, perpanjangan indra saya dan saya merasa bahwa saya adalah manusia robot," ujar Neil.

Ia berkata, "Saya mulai mengirim surat kepada mereka menjelaskan bahwa mereka harus menerima fotonya dan kemudian, setelah itu, beberapa bulan kemudian, mereka menyerah dan berkata ya."

Neil turut mendirikan Yayasan Cyborg pada tahun 2010 dengan tujuan mempromosikan cyborgism (paham manusia robot) sebagai gerakan sosial dan artistik.

Ia datang ke Australia atas undangan Lab Anatomi Alternatif di Universitas Curtin yang menanyakan estetika, etika dan rekayasa prostetik, robotika serta sistem virtual.