ABC

Tak Lama Lagi, Obat bagi Diabetes Tipe 2 Bisa Ditemukan

Peneliti Australia kini selangkah lebih dekat untuk menemukan pengobatan baru bagi diabetes tipe 2, setelah menemukan hubungan antara asupan protein dengan kontrol yang meningkat atas glukosa darah pada tikus.

Para peneliti di Universitas Nasional Australia (ANU) telah menemukan bahwa tikus yang memiliki masalah pencernaan dan penyerapan protein sangat efisien dalam menghilangkan glukosa dari darah.

Peneliti utama, Profesor Stefan Broer, mengatakan, kejadian ini adalah ‘sesuatu yang gagal dilakukan oleh penderita diabetes’.

"Apa yang telah kami temukan adalah bahwa tikus sangat baik dalam menghilangkan glukosa dari peredaran darah setelah makan," jelasnya.

Para peneliti telah menemukan keterkaitan antara asupan protein dengan kontrol yang meningkat atas glukosa darah pada tikus.
Para peneliti telah menemukan keterkaitan antara asupan protein dengan kontrol yang meningkat atas glukosa darah pada tikus.

Ia menerangkan, "Ini adalah masalah yang biasanya dimiliki penderita diabetes biasanya jadi kami pikir bahwa penelitian ini berpotensi memberikan target baru untuk meningkatkan pengobatan diabetes tipe 2."

Sekitar satu juta warga Australia menderita diabetes tipe 2, dengan dua juta orang lainnya lebih beresiko mengalami kondisi kronis.

Uji coba akan dilakukan pada manusia

Tikus-tikus dalam penelitian tak memiliki apa yang disebut target atau transporter dalam usus mereka, yang menggerakan asam amino dari lumen usus ke darah, yang mengurangi asupan protein.

Profesor Stefan mengatakan, target ini mudah diakses pada manusia.

"Jika Anda memiliki obat dan Anda menelan pil, maka tentu saja cukup mudah bagi obat untuk mengikat target ini jika berada dalam usus," katanya.

Ia menerangkan, "Kami pikir itu adalah target obat yang baik dan mudah untuk menghasilkan senyawa baginya … jadi penelitian ini memiliki potensi yang signifikan untuk desain obat baru guna mengobati diabetes tipe 2.”

Sebuah uji klinis kecil, kini, akan dilakukan pada sekelompok manusia yang, seperti halnya tikus, memiliki ‘gangguan langka’.

"Orang-orang ini memiliki mutasi pada target yang telah kami identifikasi, sehingga pada prinsipnya mereka harus memiliki sifat-sifat metabolisme yang sama dengan tikus ini," ungkap Profesor Stefan.

"Langkah berikutnya adalah untuk benar-benar mengidentifikasi senyawa yang akan mengikat target ini dan ini adalah sesuatu yang kita lakukan di laboratorium sekarang," tambahnya.