ABC

Tahanan Pencari Suaka di Papua Nugini Bisa Kembali Berbaur

Para tahanan di pusat penahanan imigran di Pulau Manus, Papua Nugini mengatakan gerbang bagian dalam di penahanan telah dibuka. Para pengungsi dan pencari suaka yang berada di dalam kini diizinkan untuk bergerak lebih bebas.

Pusat penahanan Pulau Manus terdiri dari gerbang-gerbang yang dijaga ketat. Dalam dua minggu terakhir, gerbang-gerbang ini telah digunakan untuk memisahkan tahanan berdasarkan status suaka mereka.

Para tahanan mengatakan ada perayaan setelah gerbang internal dibuka hari Kamis (29/04) sekitar pukul 11:30 malam.

Mereka kini lebih bebas untuk bergerak, berbaur, dan melihat teman-teman mereka.

Gerbang utama tetap terkunci dan mereka tidak bisa meninggalkan pusat penahanan.

Tapi tahanan mengatakan staf keamanan telah mengizinkan mereka untuk menggunakan telepon genggam, yang sebelumnya dilarang.

Awal pekan ini, Mahkamah Agung Papua Nugini memutuskan bahwa pusat penahanan pencari suaka menuju Australia di Pulau Manus adalah ilegal. Sebelum akhirnya Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O'Neill mengumumkan penutupan pusat penahanan.

Masih belum ada kejelasan waktu penutupan pusat penahanan tersebut, dan pihak imigrasi di Papua Nugini mengatakan mereka masih mencari nasihat hukum untuk tahap selanjutnya.

Sementara itu, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull memastikan pemerintahannya tidak akan membawa 850 orang pencari suaka ke Australia setelah detensi imigrasi di Pulau Manus Papua Nugini ditutup.

Menteri Imigrasi Australia, Peter Dutton telah membatalkan pilihannya untuk membawa orang-orang ke Australia.

Tapi juru bicara Kementrian Imigrasi di Selandia Baru mengatakan kepada media lokal bahwa Selandia Baru masih tertarik untuk mengambil 150 pengungsi setiap tahunnya.

Selandia Baru telah menawarkan untuk memukimkan kembali 300 pengungsi sebagai bagian dari kesepakatan dengan Australia. Kesepakatan selama dua tahun ini ditandatangani pada tahun 2013 oleh perdana menteri Australia saat itu, Julia Gillard.

Rencana tersebut telah diusulkan untuk dimulai pada tahun 2014. Jumlah 150 pengungsi pertahun ini menambah jumlah keseluruhan pengungsi yang ditampung Selandia Baru, yakni selama 750 torang setiap tahunnya. Tetapi rencana tersebut digagalkan oleh mantan perdana menteri Tony Abbott.

Hari Jumat (29/04) Malcolm Turnbull menegaskan bahwa diskusi dengan Selandia Baru sudah dilakukan, tapi belum ada perjanjian lebih lanjut.

"Kami telah melakukan diskusi dengan Selandia Baru," ujar Malcolm kepada stasiun radio Melbourne 3AW.

"Tapi kita harus sangat jelas bahwa pemukiman di negara seperti di Selandia Baru bisa digunakan oleh penyelundup manusia, sebagai peluang pemasaran," katanya.

Menteri Imigrasi Australia menganggap kesepakatan yang dibuat oleh pemerintah Gillard sebagai "pintu jalan belakang masuk ke Australia".

"Apa yang diusulkan [partai] Buruh adalah untuk memungkinkan orang-orang pindah ke Selandia Baru, memperoleh kewarganegaraan Selandia Baru dan kemudian menetap di Australia sesuai peraturan visa yang berlaku diantara dua negara," katanya.

"Hal tersebut berarti mendorong penyelundup manusia untuk kembali menjalankan bisnisnya."

Pejabat Australia akan kunjungi Papua Nugini

Malcolm Turnbull juga mengulangi sikap yang kuat melawan pemindahan para tahanan pencari suaka ke Australia.

"Kita tidak bisa membiarkan rasa empati… mengaburkan penilaian kita," tegasnya.

Para pejabat Australia akan melakukan perjalanan ke Papua Nugini minggu depan untuk mencoba mengatasi masalah tersebut.

Turnbull juga telah menentang pemimpin oposisi di Australia, Bill Shorten. Menurutnya meski oposisi telah berkomitmen untuk perbatasan yang kuat, tetapi Partai Buruh tidak dapat dipercaya dalam menangani masalah ini.

Turnbull mengambil beberapa contoh dimana politisi Buruh telah "melanggar" kebijakan, menyerukan penutupan pusat penahanan pencari suaka di luar Australia. Seperti politisi Melissa Parke, mantan pengacara PBB yang berpendapat bahwa di bawah hukum internasional, Australia selalu bertanggung jawab untuk pencari suaka dikirim ke Pulau Manus dan Nauru.

Banyak pula politisi yang menyerukan memukimkan pencari suaka di Australia, atau di negara-negara yang bisa menjamin hak asasi manusia.