Sutopo Purwo Nugroho: Berjuang di Tengah Bencana, Dicintai Wartawan
Hampir tiap siang di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sutopo bisa ditemui sedang menyampaikan keterangan pers kepada puluhan wartawan.
Tiap hari, Pak Topo -begitu ia akrab disapa, menyampaikan perkembangan terkini dari situasi di lapangan. Sekilas, ia nampak baik-baik saja. Apalagi, jika melihat gayanya menyampaikan informasi yang begitu menggebu-nggebu, tak akan ada yang menyangka pria 49 tahun ini tengah berjuang melawan kanker paru stadium 4B.
“Saya pertama tahu kanker ini bulan Januari kemarin. Kaget jujur saja, tapi ya mau bagaimana lagi. Setelah saya renungkan, saya bisa menerima kanker ini sebagai bagian perjalanan hidup saya. Saya terima ini dengan ikhlas,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB ini kepada ABC setelah berbicara dalam konferensi pers (2/10/2018).
Sutopo harus bergelut dengan tugas sehari-hari dan pengobatannya. Ia mengakui stamina fisiknya tak lagi sama.
“Sekarang saya nggak bisa turun ke lapangan. Ya bagaimana, kondisinya tidak memungkinkan, saya juga harus berobat.”
“Saya juga jadi gampang capek. Terkadang saya terpaksa duduk di tengah-tengah konpers (konferensi pers),” tuturnya pada ABC.
Tapi kondisi itu tak menghalanginya untuk terus beraktivitas, bahkan di tengah kondisi bencana yang terkadang harus membuatnya terjaga saat dini hari.
“Saya tahu dokter menyuruh saya untuk banyak istirahat tapi setelah kena kanker saya jadi sulit tidur. Apalagi ada gempa tsunami, malah kebetulan, saya bisa pakai jam-jam itu untuk meng-update dan mengkompilasi informasi sana-sini dari hape,” ujar penggemar berat penyanyi Raisa ini.
Sutopo tergolong penyintas kanker yang langka. Di saat sebagian penyintas kanker memilih untuk menghentikan aktivitas rutin dan beristirahat, ia justru kebalikannya.
“Saya mencintai pekerjaan ini. Saya merasa bersemangat tiap kali berdiri di sini, menyampaikan informasi. Saya merasa adrenalin ini tumbuh. Toh masyarakat masih membutuhkan peran saya,” aku ayah dua anak ini.
Sutopo bergabung di BNPB sejak tahun 2010, setelah 10 tahun mengabdi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai peneliti.
Ia adalah lulusan Universitas Gadjah Mada jurusan Geografi dan merupakan doktor bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pengetahuan itu sangat mendukung tugasnya sehari-hari sebagai juru bicara BNPB.
Terlepas dari kegigihannya menyampaikan informasi, ia dipandang sebagai sosok yang humoris oleh sejumlah wartawan.
Setelah penyakit kankernya tersiar, wartawan seringkali memintanya untuk duduk di tengah-tengah konferensi pers jika ia mulai terlihat lelah.
“Pak Topo bilang ‘Kalau saya duduk, gantengnya berkurang, karena kamera akan sorot kepala saya yang botak’, dia malah becanda,” ujar wartawan harian The Sydney Morning Herald, Runi Rompies, yang kerapkali bertemu Sutopo.
Sutopo memang dikenal suka melempar gurauan. Saat ABC mewawancarainya, dengan tiba-tiba ia membuka notifikasi di ponsel pintarnya dan menunjukkan kepada ABC bahwa ia menerima pesan dari manajer Raisa, penyanyi idolanya.
“Wah saya dapet DM (pesan langsung) dari manajer Raisa nih. Ini loh coba baca (sambil menyorongkan ponselnya). Kapan itu kan saya nge-tweet terus mention Raisa, eh sekarang dibalas,” katanya.
“Saya itu sudah sering mention dia (Raisa) tapi baru sekarang ini ada tanggapan. Duh asyik akhirnya ditanggapi. Padahal sejak Raisa nikah, saya sudah unfollow,” sambungnya disambut tawa sejumlah wartawan yang masih mengelilinginya.
Di sisi lain, Runi berpendapat, Sutopo bisa menjadi panutan bagi penyintas kanker lainnya.
“Dia inspiratif karena walaupun kanker stadium 4B, tetap bekerja seperti saat dia masih sehat,” sebutnya.
Jurnalis TV NHK Jepang, Fransiska Renatta juga memiliki opini senada. Menurut perempuan yang telah mengenal sosok Sutopo sejak sekitar 8 tahun itu, Sutopo bukanlah sosok humas biasa.
“Dia nggak cuma terima telepon kita tapi juga kasih data dan jelasin mengapa bencana itu kejadian. Banyak dari kita (wartawan) yang masih nggak tahu dia lagi berjuang melawan penyakit, tapi etika kerjanya luar biasa,” kata Fransiska.
Sutopo lalu bercerita kepada ABC bahwa penyakit kankernya telah menyebar ke tulang di bagian belakang tubuhnya. Tanpa obat khusus yang ia sebut ‘ajaib’, Sutopo nyaris mustahil menahan sakit di dada.
“Kalau saya berdiri di depan cermin, jelas sekali kalau tulang belakang saya itu sudah bengkok. Karena kanker di dada ini sudah menyebar. Kalau nggak ada obat ini nih (sambil memperlihatkan obat tempel transparan semacam plester di dada kirinya), nggak kebayang saya nahan sakitnya,” aku pria yang sejak sakit telah turun bobot 7 kg ini.
Ia bertekad untuk memerangi kanker yang dideritanya hingga titik darah penghabisan, dengan terus menjadikan masyarakat sebagai sumber motivasinya.
Sutopo genap berusia 49 tahun pada tanggal 7 Oktober. Dua hari sebelum hari ulang tahunnya, ia mendapat panggilan dari Presiden Jokowi untuk menemuinya di Istana Bogor. Sejak lama, Sutopo mengidolakan sang Presiden namun belum pernah berbicara langsung dan berjabat tangan.
“”Tadi banyak nasihat juga dari Bapak Presiden agar saya tetap menjalankan tugas dengan kondisi tubuh saya. Jadi saya berterima kasih sekali Bapak Presiden, bisa langsung bertemu dengan Bapak,” tuturnya di hadapan wartawan selepas bertemu Presiden Jokowi (5/10/2018).
Untuk memberinya kado ulang tahun istimewa, netizen yang mengetahui penyakit kanker Sutopo berusaha mempertemukan Sutopo dengan idolanya yang lain. Di media sosial Twitter, mereka menggalang kampanye #RaisaMeetSutopo yang sempat menjadi trending topic.
“Semesta memberkati, ini saya lagi di Jogja ketemu Boim, manager @raisa6690. Nomer Hp pak @Sutopo_PNsaya kasih ke Boim. Raisa juga sudah bales WA saya. Tunggu tanggal mainnya 🙂 #RaisaMeetSutopo,” tulis Adib Hidayat, seorang influencer medsos yang juga pengamat musik.