ABC

Susunan Gen Tentukan Reaksi Penderita Bipolar Terhadap Obat Lithium

Penelitian terbaru menunjukkan, obat penstabil suasana hati ‘lithium’ hanya bekerja pada sepertiga pasien bipolar, dengan para ilmuwan menyimpulkan bahwa gen seseorang menentukan bagaimana mereka bereaksi terhadap obat itu.

Sekelompok ilmuwan internasional tengah meneliti bagaimana susunan gen pasien bisa mempengaruhi efek dari obat ‘lithium’, yang digunakan untuk mengobati gangguan mood atau suasana hati termasuk bipolar dan depresi.

Meski menjadi obat bipolar paling efektif yang tersedia, studi ini menemukan bahwa ‘lithium’ hanya bekerja pada sepertiga dari orang-orang yang mengonsumsinya.

Kepala psikiatri di Universitas New South Wales, Philip Mitchell, yang juga salah satu peneliti, mengatakan, mereka telah menemukan bahwa meski sepertiga pasien merespon sebagian dengan baik, sepertiga lainnya tak merespon sama sekali.

"Gangguan bipolar adalah kondisi yang sangat sulit untuk ditangani," sebutnya.

Ia menjelaskan, "Ini sangat mengganggu dan juga dari waktu ke waktu, itu berulang, sehingga penderita mengulangi episode kegilaan tertinggi dan depresi terendah yang benar-benar merusak kehidupannya.”

"Hal yang penting adalah untuk menghentikan episode itu berulang. Ketika Anda mendapatkan pengobatan yang tepat, itu bisa membuat perbedaan besar bagi kehidupan penderita," terangnya.

Penelitian, yang diterbitkan dalam jurnal ‘Lancet’ pada (22/1), ini adalah sebuah kolaborasi antara para peneliti di seluruh dunia yang berasal dari Konsorsium Internasional Lithium Genetika.

Bipolar bisa, pada beberapa kasus yang berat, hadir sebagai depresi kegilaan, dengan pengalaman psikotik ekstrim serta episode depresi yang bisa menyebabkan beberapa orang bunuh diri.

Organisasi kesehatan mental ‘SANE Australia’ mengatakan, sekitar 1 dari 50 orang akan mengalami bipolar pada beberapa periode dalam hidup mereka.

Gen bisa jadi tentukan efektivitas pengobatan

Para peneliti menyimpulkan bahwa penanda genetik yang berbeda bisa menentukan seberapa baik pasien merespon ‘lithium’.

"Ada bukti yang berkembang bahwa respon terhadap lithium tampaknya terlihat dalam keluarga, yang menyarankan bahwa mungkin ada faktor-faktor genetik yang menentukan apakah seseorang bisa mendapat manfaat dari lithium," kata Profesor Philip.

Profesor Peter Schofield dari Universitas New South Wales dan lembaga ‘Neurosciences Research Australia’, adalah salah seorang peneliti lainnya dalam studi ini.

Ia mengatakan, para peneliti telah mengidentifikasi dua gen yang terlibat dalam regulasi ekspresi gen lebih luas, yang menunjukkan respon positif terhadap lithium.

Profesor Philip mengatakan, ia berharap, suatu hari, para dokter bisa menyesuaikan pengobatan sesuai dengan susunan genetik seseorang.

"Dalam hal praktek klinis dari dunia nyata, jika temuan ini dapat direplikasi dan ditemukan di kelompok lain, maka itu benar-benar bisa mengarah ke penggunaan penanda genetik seperti ini dalam praktek klinis, yang bisa merevolusi pengobatan gangguan bipolar," utaranya.

Hingga saat ini, penelitian tersebut telah membutuhkan sekitar enam tahun dan menerima sedikit dana, dan tahap berikutnya kemungkinan akan memakan waktu lama pula.

"Ini sayangnya bukan hal yang instan. Tapi yang penting, hampir 60 tahun sejak lithium pertama kali ditemukan, kami benar-benar membuat beberapa kemajuan dalam bagaimana kami bisa menggunakannya secara lebih efektif dan efisien, dan itu cukup menarik," sebut Profesor Peter.