Sulitnya Meliput Kamp Rahasia untuk Minoritas Muslim di China
Upaya pemerintah China memberantas ekstrimisme Islam dan sentimen kemerdekaan di Provinsi Xinjiang yang terletak di bagian barat negara itu, meningkat ke level yang sangat ke ekstrem. Mungkin inilah tempat paling sulit untuk diliput di China.
Pemerintah China menyangkal adanya tindakan itu, dan tak suka wartawan asing datang ke sana untuk menyelidikinya.
Namun wartawan ABC Australia Matthew Carney berkunjung ke Kota Kashgar, jantung masyarakat minoritas Muslim Uighur. Berikut ini penuturannya:
Sebagai gambaran, Kota Kashgar lebih dekat ke Teheran atau Baghdad daripada ke Beijing. Propinsi Xinjiang sendiri dihuni sekitar 11 juta orang Uighur – etnis minoritas keturunan Turki yang menganut agama Islam.
Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut apa yang dilakukan Pemerintah China di sana merupakan tindakan paling keras terhadap kelompok etnis di dunia saat ini.
Aktivis HAM mengungkap terjadinya pelanggaran dan penahanan massal terhadap sekitar satu juta orang Uighur. Mereka, katanya, ditahan dalam “kamp pendidikan ulang”.
Setelah melakukan perjalanan sepanjang hari, saya tertidur lelap sampai sekitar tengah malam di hotel. Saat itu telepon berdering, membuat saya tersentak.
Rekan saya yang warga China menyatakan “mereka ada di sini, mereka ingin menemui kita di bawah sekarang”.
Kami telah mengantisipasi hal itu. Begitulah cara petugas keamanan berurusan dengan wartawan asing di Xinjiang.
Kami berhasil menghindarinya selama dua jam setelah berpura-pura jadi turis ketika mengambil gambar Masjid Id Kah, yang terasa seperti zona perang daripada tempat ibadah.
Tentara anti huru-hara berpatroli di daerah itu dan sebuah bendera China bertengger di kubah masjid.
Lima petugas keamanan sudah menunggu kami di lantai bawah hotel.
Dua dari mereka – Max dan Mike, seperti yang mereka sebutkan – berbicara bahasa Inggris yang sempurna: “Selamat datang di Kashgar”.
Saya mengeluh ke mereka bahwa ini sudah tengah malam. Dan ini bukan sambutan yang bagus.
Max menjawab: “Kami hanya menjalan tugas. Kami ingin menunjukkan betapa damai dan harmonisnya Kashgar”.
Lalu segera ditambahkan: “Jika kalian merekam kehadiran polisi atau petugas keamanan, teknologi CCTV mana pun, visa jurnalis Anda mungkin dibatalkan”.
Kami datang ke kota ini untuk memfilmkan bagaimana Pemerintah China menggunakan teknologi sebagai alat represi baru. Ini tampaknya akan menjadi tugas yang sulit.
Diawasi kemana pun kami pergi
Yang menarik, Mike dan Max sendiri adalah orang Uighur. Orang akan menyebut mereka kolaborator, bagian dari upaya China untuk mengubah sebagian penduduk Uighur menjadi mata-mata atas penduduk lainnya.
Empat hari berikutnya, kami baru sadar sebenarnya petugas keamanan yang mengawasi kami 24 jam itu jumlahnya jauh lebih besar. Lebih dari 20 orang.
Kemana pun kami pergi, mereka sudah ada di sana. Mereka menyamar dan berganti peran, misalnya sebagai penjaga toko, pekerja konstruksi, pengemudi atau turis yang sibuk memotret.
Lucunya, beberapa di antara mereka memainkan peran berbeda hanya dalam tempo beberapa jam. Kami mengenali penjaga toko yang tiba-tiba berubah menjadi tukang.
Tiga wanita dari Departemen Propaganda yang tak pernah meninggalkan kami, akan memastikan lokasi “dibersihkan” sebelum kami datang, sehingga semuanya terlihat damai dan harmonis.
Petugas yang mendampingi mengendalikan gerak kami, menuntut agar kami menghapus rekman yang kami ambil. Untuk menyenangkan mereka, kami pun melakukannya, namun kami sudah punya beberapa rekaman yang tak mereka deteksi. Rekaman itu disiarkan di ABC TV pada hari Selasa (18/9/2018).
Nyaris tak mungkin berbicara dengan penduduk Uighur. Orang yang kami wawancarai semua sudah diatur sehingga mereka akan menyampaikan pembangunan luar biasa yang dilakukan China untuk masyarakat Uighur.
Kami berbicara dengan penjaga toko di Grand Bazaar – orang ini telah dilatih selama 15 menit oleh para pendamping kami sebelum wawancara.
“Di bawah kepemimpinan Xi Jinping, hidup semakin membaik. Sekarang kami memiliki jalan dan bangunan yang bagus. Bahkan kereta api dan pesawat terbang. Hidup menjadi jauh lebih baik,” kata penjaga toko itu.
Saya tak mendesaknya dengan pertanyaan lebih lanjut, karena risikonya tak sebanding. Jika penduduk setempat berbicara jujur tentang tindakan keras pemerintah yang sedang berlangsung, mereka pasti akan ditahan.
Dipercaya, dipertanyakan atau tak dapat dipercaya?
Sebenarnya cukup sulit menyembunyikan apa yang sedang terjadi di sana. Pemerintah China menghabiskan 12 miliar dollar untuk membiayai kampanye keamanan terbaru.
Jaringan lembaga keamanan dan personil yang besar tersebar di mana-mana. Namun teknologi menjadi senjata terbaru, sehingga kamera CCTV dilengkapi dengan kecerdasan buatan (AI) terpasang di jalan-jalan dan bangunan, jauh lebih banyak daripada di Beijing.
Pihak berwenang menyiapkan sistem grid untuk pengawasan total. Setiap jarak sekitar 100 meter, ada kantor polisi. Penduduk setempat dibatasi ruang geraknya di area publik oleh pos pemeriksaan yang menggunakan pengenalan wajah.
Jadi pergi ke pusat perbelanjaan – bila diizinkan masuk – situasinya seperti masuk ke penjara. Mengisi bensin menjadi operasi keamanan utama. Setiap pembelian bensin oleh individu ditandai dan dicatat. Pihak berwenang ingin memastikan orang Uighur tidak membuat bom.
Orang Uighur diawai 24 jam sehari untuk semua yang mereka lakukan, katakan dan bahkan yang akan ditonton. IPhone mereka secara rutin diperiksa untuk mencari “konten Islami”.
Pihak berwenang membagi penduduk setempat dalam tiga kategori: dapat dipercaya, dipertanyakan dan tak dapat dipercaya.
Jika Anda etnis Han, Anda dianggap dapat dipercaya dan bebas bergerak. Tapi jika Anda seorang Uighur, Anda langsung dicurigai dan masuk kategori dipertanyakan, semata-mata karena etnis dan agama yang Anda anut.
Orang Uighur akan dikategorikan tak dapat dipercaya dan jadi sasaran penahanan jika berusia dewasa, rajin shalat atau menjalani pendidikan agama atau mengunjungi salah satu dari 26 negara Muslim seperti Pakistan atau Malaysia.
PBB menyatakan memiliki bukti kredibel bahwa sekitar satu juta orang Uighur – sekitar 10 persen dari populasi – sekarang ditahan tanpa proses pengadilan, dalam apa yang disebut sebagai “kamp pendidikan ulang”.
China menyangkal hal ini, menyebut hanya terpidana teroris yang ditahan, dan bentuknya berupa “pelatihan kejuruan”.
Dipaksa menganut Komunis
Kesaksian mantan penghuni kamp tersebut menyebutkan mereka dipaksa mencela agama dan budaya mereka, serta dipaksa menganut ideologi Komunis dan nasionalisme China.
Menurut mereka, jika tidak melakukan hal itu mereka akan disiksa dan dimasukkan ke sel isolasi. Penduduk setempat menyebutnya kamp konsentrasi.
Kami berbicara dengan Tahir Hamut, seorang pembuat film dan penyair Uighur yang kini berada di Amerika.
Tahun lalu dia melarikan diri bersama keluarganya, setelah menyaksikan munculnya “teknologi canggih yang belum pernah kami lihat, tak pernah kami alami dan tak pernah kami dengar”.
Pihak berwenang di Kashgar menyuruh dia dan istrinya memberikan sampel darah untuk analisis DNA, sampel suara, dan scan wajah.
Hamut mengatakan ketika orang Uighur mulai menghilang ke kamp-kamp pendidikan ulang, dia sadar harus segera keluar.
Ketika pihak berwajib mengetahui Hamut telah mencari suaka politik di Amerika, saudara dan dua iparnya di Uighur menghilang.
Sekarang tak mungkin berkomunikasi dengan mereka. Mereka berada di “kamp konsentrasi”. Bahkan menghubungi istri atau keluarga mereka sekarang tidak mungkin.
Jika kami melakukannya, polisi akan tahu dan mereka akan dibawa ke kamp juga.
Diubah jadi tujuan turis
Kota Kashgar dikenal sebagai jantung masyarakat Uighur. Namun banyak bagian kota tua telah dihancurkan.
Pemerintah China meruntuhkan dan membangun kembali salah satu bagian kota, mengubahnya jadi semacam taman bertema Uighur, terutama untuk para turis China.
Para turis itu mencoba masakan lokal, membeli pernak-pernik dan menonton pertunjukan.
Itulah satu-satunya tempat yang membuat ketiga wanita dari Departemen Propaganda senang ketika kami merekam. Mereka ingin kami melihat sendiri bahwa Pemerintah China telah membangun rumah-rumah besar bagi orang Uighur, dengan penghangat ruangan dan toilet yang layak.
Di sejumlah jalan tak jauh dari daerah turis, banyak rumah kosong karena penghuninya dimasukkan ke kamp.
Ketiga wanita petugas propaganda itu paling senang ketika kami berkunjung ke museum. Yang mendokumentasikan upaya pembangunan kembali.
Pesannya jelas sekali. Di lantai pertama ada pameran mengenai bagaimana orang Uighur itu jorok dan tidak beradab.
Di lantai paling atas ditampilkan apa saja yang telah diberikan Pemerintah China kepada penduduk setempat.
Permasalahannya adalah sebagian besar orang Uighur telah disingkirkan dari pembangunan di Kashgar dan Xinjiang. Sebagian besar ditujukan buat etnis Han, yang datang membanjiri, mengambil pekerjaan dan peluang ekonomi.
Orang mendapat kesan bahwa orang China di Xinjiang berusaha keras menghancurkan budaya Uighur. Mereka membangunnya kembali dan membentuk budaya mereka sendiri. Orang China menyebutnya “transformasi melalui pendidikan ulang” – inilah hal terburuk selama Revolusi Kebudayaan.
Para pengamat China mengatakan apa yang terjadi di Xinjiang terbukti jauh lebih buruk lagi.
Ketika akhirnya duduk di kursi pesawat yang akan membawa kami ke Beijing, seorang pria tua yang tinggi mendekati kami dalam pakaian sebagai pramugari.
Dia berdiri di depan saya, dengan kamera menempel di dadanya dan merekam saya selama beberapa detik, lalu dengan cepat berlalu. Tampaknya seperti pesan perpisahan.
Namun tak seperti saya yang bisa pergi dari sana, penduduk Uighur tak bisa melakukannya.
Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.