ABC

Stress Akibat Teknologi di Kalangan Anak Muda

Selama hampir lima bulan, saat bekerja untuk seorang pengusaha terkemuka, hidup Emma berpusat hanya sekitar pekerjaan.

“Ponsel saya selalu dekat,” kata Emma Hack. “Waktu benar-benar menjadi sesuatu yang mengerikan.”

Emma dan rekan-rekannya kantornya terus berkomunikasi menggunakan aplikasi chatting asal Cina WeChat, bahkan saat mereka berada di rumah. Jadi, mereka tetap bekerja.

Bagi bosnya, bukanlah masalah untuk mengirimkan email pada pukul 10 malam dan meminta Emma untuk menyelesaikan dokumen, meski sudah pulang ke rumah.

Emma bahkan bisa bekerja sampai pukul 2 atau 3 pagi dan harus kembali ke kantor pukul 9.

Pada dasarnya, Emma tidak memiliki kehidupan lain, selain bekerja.

"Benar-benar stress. Saya pun merasa cemas jika telepon tidak berada dekat saya."

Ketika stres pekerjaan mulai mempengaruhi kesehatan mental dan fisiknya, Emma merasa muak dan memutuskan berhenti.

(Emma bukanlah nama sebenarnya, ia juga minta agar identitas atasannya dirahasiakan, karena masih membutuhkan pekerjaan)

Sebuah survei baru yang akan dirilis hari Senin (3/10) menunjukkan bahwa apa yang dialami Emma sangat umum terjadi.

Stress akibat teknologi di kalangan anak muda memburuk

Lebih dari setengah anak muda berusia 18-31 tahun mengalami “stress teknologi” atau istilahnya ‘Tech-Stress” akibat selalu terhubung pada perkerjaan atau kantor mereka.

Misalnya, smartphone memudahkan atasan mengirimkan email, meski kita tidak ada di kantor. Dengan adanya jejaring sosial berarti Anda terus memantau perkembangan di sektor Anda bekerja, siang atau malam hari.

Perusahaan nirlaba, Reventure melakukan survei online kepada 1.001 orang yang mengalami stress di tempat kerja. 46 persen dari responden mengatakan mereka merasa teknologi memiliki arti bahwa mereka “selalu” siap dan tidak bisa dimatikan.

Di kalangan anak muda, hasilnya lebih buruk lagi. 54 persen orang-orang muda mengatakan mereka mengalami “stress teknologi”, baik kadang-kadang maupun seringkali.

“Di saat teknologi tak lagi diragukan untuk meningkatkan produktivitas dan kemudahan untuk berkomunikasi, tapi memiliki dampak menganggu pada pola kerja dan kemampuan pekerja untuk berhenti dari pekerjaan mereka,” ujar Lindsay McMillan, peneliti dari Revenue.

Lindsay mengatakan keseimbangan kehidupan dan pekerjaan adalah “vital”, dan penting juga bahwa teknologi yang ada “tidak berdampak negatif pada hubungan yang sehat dan gaya hidup di luar pekerjaan”.

‘Multitasking’ yang berlebihan

John Lenarcic, pakar internet di Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT), Melbourne, mengatakan teknologi membuat lebih mudah untuk tidak fokus di tempat kerja. Di saat karyawan memiliki satu tugas mendesak untuk diselesaikan, sekarang dengan ponsel dan email membuat mereka malah menjadi kewalahan dengan berbagai tugas.

“Ini seperti multitasking yang berlebihan,” kata John. “Orang-orang tidak mau, atau tidak tahu bagaimana, untuk menghentikannya. Kita mengalami epidemi gangguan digital.”

Dan John menganggap hal ini tidak saja terjadi di tempat kerja. Orang-orang kini lebih menganggap penting dan terfokus pada “digital capital”, istilah yang mengacu pada nilai seseorang dilihat dari banyaknya Like di Facebook atau pengikutnya di Instagram.

"Terhubung secara online bagaikan oksigen".

Facebook logo on computer
Peneliti mengatakan perlu adanya panduan penggunaan teknologi digital bagi anak muda.

Foto: Flickr, escapedtowisconsin.

Apakah ada kecanduan pada internet?

Tapi apakah mungkin untuk kecanduan internet?

John mengatakan dirinya tidak begitu yakin. Kecanduan biasanya memiliki komponen fisik, di saat tubuh Anda benar-benar membutuhkannya.

Dari versi terbaru, Diagnostic and Statistical of Mental Disorders, yang dianggap sebagai kitab sucinya para psikiater, kecanduan terhadap internet dianggap sebagai gangguan.

Disebutkan dalam buku tersebut terobsesi terhadap permainan online harus lebih diperiksa lebih lanjut, tetapi belum terdaftar sebagai kecanduan.

“Studi menunjukkan ketika orang-orang sedang asyik bermain game di internet, jalur tertentu dalam otak mengalami persamaan saat otak pecandu narkoba dipengaruhi zat tertentu,” seperti yang tertulis dalam buku tersebut.

“Permainan menyebabkan tanggapan neurologis yang mempengaruhi perasaan senang dan dihargai, dan hasilnya secara ekstrim, dianggap sebagai perilaku yang kecanduan.”

John menganggap selalu online lebih adalah sebagai kebiasaan buruk, bukan kecanduan fisik.

“Hal ini bisa mempengaruhi kehidupan dan hubungan manusia,” katanya.

Meredakan Stress

Sebelum Anda membanting smartphone Anda agar tidak memiliki kebiasaan buruk, ada beberapa teknik untuk menghilangkan stress teknologi.

John berpikir Anda harus berhenti dan sadar akan sekeliling.

"Mindfulness adalah cara meredakan stres. Perenungan apa yang harus dan tidak boleh lakukan dengan hidup Anda. "

Mindfulness menjadi kata yang tren baru-baru ini di Australia, tetapi pada dasarnya memiliki arti untuk secara sadar merasa hadir dan hidup di saat sekarang, bukan besok atau kemarin.

Kelompok kesehatan mental Reachout menjelaskan:

“Kita menghabiskan begitu banyak waktu untuk berpikir apa yang telah terjadi di masa lalu, atau mengkhawatirkan hal-hal yang akan terjadi di masa depan, yang sering kali kita benar-benar lupa untuk menghargai atau menikmati saat ini,” kata kelompok itu di situsnya.

Mindfulness adalah cara membawa kita untuk kembali menjalani kehidupan, seperti yang sedang dialami.”

Diterbitkan oleh Erwin Renaldi pada 6/10/2016 pukul 15:00 AEST, dari artikelnya dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca disini.