ABC

Sosok Saintis yang Bertaruh Nyawa di Australia

Saintis Australia asal Northern Territory Mike Miloshis dan Stewart Pittard sebenarnya bukanlah akademisi yang berpengalaman luas. Namun beberapa aspek penelitian lapangan mereka justru akan membuat saintis paling berpengalaman pun merasa ngeri.

Pittard, yang sering berada di helikopter tanpa pintu, telah menghabiskan tiga tahun terakhir meneliti kerbau liar di Taman Nasional Kakadu.

Pada kunjungan lapangan pertamanya, di saat pilot berusaha menggiring kerbau dan dokter hewan membidikkan senapan, Pittard terus berpegangan karena ngeri.

A helicopter flies above a small herd of feral water buffalo while a passenger photographs the animals from the rear seat.
Stewart Pittard menerapkan metode transportasi yang tidak lazim untuk menjangkau wilayah terpencil Northern Territory.

Supplied: Stewart Pittard

“Terbang dengan helikopter sudah cukup mengerikan, namun Anda tidak boleh panik terlalu banyak,” katanya kepada ABC News.

“Ada celah kecil yang Anda lewati mungkin hanya satu meter di atas pepohonan,” katanya.

“Begitu sudah terbiasa, akhirnya baik-baik saja. Namun tentunya Anda harus percaya kepada tim agar bisa berhasil,” jelasnya.

Zona buaya

Tidak seperti rekan Pittard, penelitian Miloshis umumnya dilakukan tidak lebih tinggi dari permukaan laut.

Selama tiga tahun terakhir dia menyelesaikan lebih dari 30 kunjungan lapangan, mengumpulkan data dari beberapa perairan terpencil di Australia Utara.

A man in a wide-brimmed hat and sunglasses smiles as a crocodile swims in the river behind him.
Mike Miloshis sering berada dalam situasi berbahaya.

Supplied: Mike Miloshis

Memahami dampak kenaikan permukaan laut yang terjadi di perairan tersebut sangat penting bagi Miloshis sehingga dia rela berada lebih dekat dengan buaya.

“Karena kami mengukur air, semuanya dibuang dan diambil dari air,” katanya.

“Kita pasti berada di zona buaya, jadi salah satu hal terbesar adalah memahami tingkah lakunya,” tambahnya.

Pengalaman mengerikan

Bertentangan dengan asumsi banyak orang, cerita seru tentang buaya bukanlah hal yang membuat Miloshis terbangun di malam hari.

Mimpi buruknya justru berupa awan gelap yang disertai kilatan petir.

Storm clouds gather on the horizon as a small boat makes its way up an isolated river.
Peneliti Mike Miloshis lebih mengkhawatirkan badai yang tak bisa diprediksi dibandingkan penghuni sungai tempatnya meneliti.

Supplied: Mike Miloshis

“Berada sekitar 10 kilometer di lepas pantai di perahu empat meter dan melihat badai yang mengarah langsung ke kita. Itulah pengalaman nyata yang mengerikan,” katanya.

Pengalaman pertamanya dengan badai seperti itu mengajarkan dia betapa jaket pelampung hanya efektif bila bisa meraihnya.

“Pelampung berada di tempat yang seharusnya. Tapi kami mengemas banyak perlengkapan sehingga tantangan tersendiri untuk mengeluarkannya pada waktunya,” katanya.

“Sejak saat itu saya menyimpannya di belakangku,” tambahnya.

Buatlah seperti pohon

Momen paling mengerikan buat Pittard terjadi saat helikopter menggiring kerbau namun mengalami kesulitan untuk menjaga pergerakannya.

“Helikopter itu akan jauh lebih mudah bermanuver jika muatannya lebih ringan sehingga saya memilih untuk keluar saat pilot dan dokter hewan lanjut untuk melacak hewan-hewan tersebut,” jelasnya.

Dia mengatakan, setelah melihat helikopter melewati jejeran pohon untuk beberapa saat dia melihatnya semakin mendekati posisinya.

An unconscious buffalo is inspected by two men feral animal researchers in the rugged terrain of Kakadu National Park.
Stewart Pittard dibantu rekannya mengambil sampel seekor kerbau liar di Kakadu National Park.

Supplied: Stewart Pittard

“Tentu saja mereka menggiring kerbau ke tempat terbuka tempat saya berdiri. Jadi saya harus mencoba dan bersembunyi di balik pohon sebisa mungkin,” katanya.

“Selanjutnya kerbau itu langsung keluar ke tempat terbuka dan berbalik – itulah satu-satunya saat aku merasa ngeri,” jelasnya.

Tidak sebanding

Kedua saintis sepakat bahwa profesi mereka terkadang berbahaya, namun informasi yang diperoleh dari penelitian mereka sangatlah berharga.

“Ketika saya memikirkan pentingnya memahami kenaikan permukaan laut, menempuh risiko untuk mendapatkan data yang dibutuhkan tidaklah sebanding,” kata Miloshis.

“Suatu kehormatan terlibat bidang seperti ini dimana Anda tahu akhirnya penelitian Anda akan digunakan di kota-kota yang dihuni jutaan penduduk,” katanya.

A vast green landscape photograph of Kakadu National Park in flood with buffalo and birds dotted throughout.
Peneliti dari Charles Darwin University Stewart Pittard meneliti kerbau liar di Kakadu National Park.

Supplied: Stewart Pittard

Pittard menganggap dirinya beruntung dapat melakukan penelitian lapangan di NT, jauh dari kota asalnya di Canberra.

“Kakadu dari udara sangatlah spektakuler. Anda akan terkesima saat terbang di atas sana,” katanya.

“Dan Canberra bukanlah tempat paling mengasyikkan di dunia. Makanya datang ke sini merupakan pilihan gampang (bagi saya),” katanya.

Diterbitkan Senin 15 Mei 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di ABC News.