ABC

Sosok Para Perempuan yang Mendobrak Australia

‘Masa depan adalah perempuan’ atau ‘The future is female’ menjadi slogan Hari Perempuan Sedunia yang sudah diteriakkan di sejumlah aksi turun ke jalan dan digunakan di banyak jejaring sosial. Tapi slogan ini pertama kali dipakai pada sebuah kaos yang dibuat di sebuah toko buku feminis pada tahun 70an.

Sejarah ini mungkin tidak terlalu banyak dikenal. begitu juga dengan banyak sosok perempuan di masa lalu yang banyak tidak diketahui padahal mereka adalah sosok pendobrak di banyak bidang.

Peringatan: Bagi pembaca berdarah Aborign dan Torres Strait Island artikel dibawah ini mencantumkan foto-foto dan nama-nama mereka yang telah meninggal.

Mina Wylie dan Fanny Durack

Di awal 1900-an, pria dan perempuan di Australia tidak diperbolehkan berenang di kolam yang sama. Lomba renang yang menggabungkan pria dan perempuan juga dilarang dan penonton pria tidak boleh melihat perenang perempuan bertanding.

Peraturan ketat ini memudarkan mimpi dua sahabat yang juga juara renang Wilhemina ‘Mina’ Wylie dan Sarah ‘Fanny’ Durack. Mereka pernah mencetak rekor di nomor gaya bebas.

Ketika Komite Olimpiade Internasional mengumumkan jika pertandingan renang perempuan akan dimasukkan pertama kalinya di Olimpiade 1912 yang digelar di Stockholm, sebuah asosiasi perenang di negara bagian New South Wales, Australia melarang Mina dan Fanny untuk berpartisipasi.

Saat publik pencinta olahraga mengetahui jika Australia akan kehilangan kesempatan mendapat medali di Olimpiade, ada protes besar-besaran dengan aksi turun ke jalan-jalan. Sejumlah surat protes juga ditulis ke sejumlah surat kabar.

Asosiasi tersebut kemudian mulai melonggarkan aturannya, dengan syarat Mina dan Fanny membiayai sendiri perjalanan mereka sendiri ke Swedia.

Mereka kemudian menggalang dana dan akhirnya menjadi perempuan pertama yang mewakili Australia di Olimpiade.

Fanny meraih medali emas di nomor gaya bebas 100 meter, sementara Mina memenangkan medali perak.

Ruby Payne-Scott

Seorang perempuan menatap kamera
Ruby Payne-Scott adalah lulusan dari University of Sydney.

Supplied: Physics Focus

Mengajar menjadi satu-satunya jalur karir yang dianggap layak bagi ilmuwan perempuan di tahun 1940an. Sampai Perang Dunia II meletus dan membuat tenaga kerja berkurang, dan membuka lapangan kerja bagi Ruby Payne-Scott.

Ruby dipekerjakan oleh Laboratorium Radiofisika oleh Dewan Riset Ilmiah dan Industri (CSIR) di University of Sydney.

Ia terlibat dalam pengembangan peralatan radar yang terbuat dari gantungan baju dibengkokan serta plester. Radar ini konon memiliki peranan sangat penting dalam melindungi garis pantai Australia.

Setelah perang usai, dia menjadi bagian dari tim Australia yang menemukan cara mengukur emisi radio dari matahari dan bintang-bintang.

Kini Ruby dikenal di kalangan ilmiah sebagai astronom radio perempuan pertama di dunia.

Namun, Ruby menjadi korban diskriminasi gender yang menghentikan karirnya.

Ia harus mempejuangkan upah yang sama dengan rekan-rekan prianya. Ia juga pernah dihukum karena memakai celana pendek, bukan rok saat bekerja, padahal pekerjaannya termasuk naik turun tangga dan naik ke atap rumah.

Ada juga salah satu pasal dalam kontrak kerjanya yang menyatakan ia tidak bisa bekerja dan menikah, karenanya Ruby merahasiakan pernikahannya.

Seorang perempuan berdiri sendiri di tengah-tengah pria
Ruby Payne-Scott dan rekan kerjanya saat mengikuti konferensi di Sydney tahun 1952.

Akhirnya ia mengaku sudah menikah dan menuliskan dalam sebuah surat:

Pengakuan ini berarti status karyawannya diturunkan dari pegawai tetap menjadi pegawai sementara dan ia pun kehilangan hak pensiunnya.

Saat Ruby hamil, ia terpaksa mengundurkan diri dan tidak diberi cuti melahirkan. Ia kemudian menjadi guru sains dan sayangnya tidak pernah berbicara soal terobosannya.

Daisy Bindi

Foto dari seorang perempuan Aborigin Australia
Daisy Bindi pernah memimpin unjuk rasa Pilbara di tahun 1946.

Supplied: South Australian Museum

Mumaring, seorang perempuan asal suku Nyangumarta, dikenal dengan nama Daisy Bindi. Ia lahir di kawasan Jigalong Aboriginal Reserve, Australia Barat.

Kedua orang tuanya bekerja di sebuah peternakan dan Daisy segera dilatih untuk sejumlah pekerjaan rumah agar ia bisa bekerja disana juga.

Tapi sayangnya, para pekerja berdarah Aborigin tidak dibayar.

Tahun 1946, Daisy menanggapi ajakan Don McLeod, seorang aktivis kulit putih, yang meminta para pekerja Aborigin di peternakan untuk berkumpul dan berunjuk rasa soal kondisi pekerjaan mereka yang tidak adil.

Daisy berisiko masuk penjara karena mengatur pertemuan untuk menyebarkan pesan Don.

Ia menyewa sebuah truk untuk mengangkut 96 pekerja Aborigin dari pekerjannya untuk berunjuk rasa.

Di tengah jalan, truknya dihentikan seorang polisi, tapi Bindi mengatakan dirinya belum pernah mendengar siapa Don.

Haslnya, para pemilik peternakan setuju membayar pekerja Aborigin, atau tanpa mengorbankan kelangsungan bisnis mereka.

Daisy kemudian pindah ke sebuah pemukiman suku Aborigin untuk bekerja di industri pertambangan. Ia juga berhasil melobi pemerintah negara bagian untuk mendirikan sebuah sekolah di masyarakat.

Ia sendiri tidak pernah belajar membaca atau menulis.

Temukan lebih banyak inspirasi dari perempuan Australia lewat podcast terbaru ABC Fierce Girls, Anda bisa mendengarnya lewat aplikasi ABC Listen atau aplikasi podcast favorit Anda.