ABC

Sosok Horace Hill, Mahasiswa Aborijin yang Kuliah di Bandung

Horace Hill adalah mahasiswa Aborijin Australia yang saat ini tengah menempuh studi singkat di Indonesia. Arti penting keluarga bagi sebagian besar masyarakat Indonesia membuat pemuda yang bercita-cita sebagai diplomat ini teringat akan kampung halaman.

Horace Brett Hill adalah penerima beasiswa New Colombo Plan tipe ‘mobility grant’ (hibah mobilitas), yang juga terdaftar sebagai mahasiswa Ilmu Politik dan Hubungan Internasional di Universitas Australia Barat. Ia tiba di Indonesia awal tahun 2017 untuk belajar satu semester di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Ia mengikuti program belajar dan magang di Indonesia yang dikelola oleh Konsorsium Universitas Australia untuk Studi Indonesia (ACICIS).

“Saya memilih studi dan magang di Indonesia untuk meningkatkan pembelajaran saya tentang kawasan Asia Tenggara. Belajar tentang organisasi seperti ASEAN dan arti pentingnya bagi kawasan benar-benar signifikan,” kata pemuda Aborijin yang bercita-cita menjadi diplomat ini.

“Setelah program belajar ini selesai, saya juga akan magang di Konsulat Jenderal Australia di Makassar. Itu akan menjadi pengalaman pertama bekerja di kantor luar negeri dari Pemerintah Australia, sesuai cita-cita saya,” ungkapnya kepada Nurina Savitri dari Australia Plus.

Horace berkenalan dengan Indonesia sejak ia duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu, ia belajar bahasa Indonesia dan belum begitu tertarik untuk mengenal negara tetangganya.

“Ketertarikan saya tak muncul sampai saya berkuliah dan mendalami negara-negara tetangga Australia dan hubungan yang dimiliki dengan mereka,” kenangnya.

Horace bersama teman-temannya di Bandung.
Horace bersama teman-temannya di Bandung.

Supplied

Ia sendiri baru menyempatkan diri berkunjung ke Indonesia pada tahun 2015 ketika berlibur ke Bali bersama keluarganya.

Pengalaman tinggal di Bandung adalah pengalaman pertama tinggal terlama di Indonesia bagi Horace.

“Saya rasa hambatan bahasa adalah hambatan terbesar yang saya alami. Saya menyewa kamar kos di dekat kampus. Ibu kos saya benar-benar ramah tapi tak bisa berbicara bahasa Inggris, padahal waktu awal saya datang, bahasa Indonesia saya tak begitu bagus,” ujarnya.

Beruntung, ia adalah mahasiswa yang suka mengamati hal-hal di luar kelas. Itulah yang membuatnya segera berbaur dengan masyarakat setempat dan merasakan kehangatan seperti di kampung halamannya.

“Pengalaman ini luar biasa, orang-orang yang saya temui, begitu juga pertemanan baru yang saya jalin. Di luar kelas, saya belajar tentang adat dan etiket di Indonesia. Saya jadi tahu posisi masyarakat di sini, dan semua peran yang dimainkan orang berbeda, serta pentingnya agama dan bagaimana hal ini menyatukan masyarakat,” utaranya.

Ia lalu bercerita tentang pentingnya keluarga dan nilai kekerabatan yang ia terima sejak lahir, sesuatu yang dilihatnya di tempat barunya ini.

“Saya dibesarkan dengan arti penting keluarga dan ikatan yang tak terpisahkan dari sebuah keluarga. Saya melihat cerminan ini di tengah masyarakat Bandung. Keluarga punya aarti penting di Indonesia. Dalam sebuah keluarga, kita harus hormat pada yang lebih tua, sangat mirip dengan apa yang saya alami di Australia,” katanya.

Selain itu, perilaku orang Indonesia-pun juga mengingatkannya akan komunitas Aborijin di Australia.

“Ketika anda bertemu seseorang, mereka akan tanya anda berasal dari mana. Ini kurang lebih sama di budaya Aborijin, Karena itulah cara kita membangun hubungan dengan orang lain.”

Horace dan Ibunya ketika berlibur ke Bali.
Horace dan Ibunya ketika berlibur ke Bali.

Facebook; Horace Hill

Horace tak menampik kesempatan yang diraihnya saat ini adalah buah dari perjuangan para pendahulunya di kampung halaman.

Ayahnya terlahir di sebuah tenda dalam kandang kuda, dan baru di usia 10 tahun sang ayah diakui secara resmi sebagai manusia.

“Ketika melihat ke belakang, ayah, kakek dan kakek buyut saya berjuang keras untuk mendapat kehidupan yang layak dan diakui di tengah masyarakat. Mereka juga berjuang keras agar keturunan mereka bisa sekolah dan terdidik sementara mereka bekerja mati-matian di peternakan,” tuturnya.

Karena itu, Horace menekankan pentingnya kerja keras bagi generasi muda Aborijin. Baginya, segala tindakan rasisme dan ancaman tak seharusnya mematahkan semangat para pemuda di kampung halamannya.

“Bekerja keraslah untuk cita-citamu, meski ada tantangan yang muncul dan ambil setiap peluang yang ada. Masyarakat bisa begitu keras dengan harapan mereka sendiri tapi entah itu di rumah, sekolah, klub olahraga, selalu ada seseorang yang peduli dan mendukungmu.”