ABC

Setelah Tragedi MH17,Masa Depan Malaysia Airlines Suram

Setelah bencana MH17, hampir tidak ada kemungkinan Malaysian Airlines dapat bertahan, paling tidak dalam bentuknya yang sekarang.

Bahkan sebelum bencana bulan Maret terjadi dengan hilangnya secara misterius MH370, perusahaan induk Malaysian Airline System (MAS) sudah dalam posisi  finansial yang sulit, mungkin yang terburuk di kawasan, terus merugi dengan laju yang cepat sekali.

Setelah tragedi minggu lalu, ketika MH17 ditembak jatuh diatas Ukrania, nasib maskapai penerbangan itu menyedihkan.

Seandainya merger dengan AirAsia jadi dilakukan dua tahun lalu, Malaysian Airlines mungkin bisa beroperasi dengan nama lain dan keluar dari MAS.

Namun tentangan politik dan karyawan terhadap merger tersebut – yang dipandang sebagai pengambil-alihan oleh pendiri AirAsia Tony Fernandez – menyebabkan rencana itu batal setelah negosiasi selama hampir setahun.

Kini hanya ada dua opsi bagi maskapai penerbangan tersebut, yaitu dengan nasionalisasi total oleh Pemerintah Malaysia atau "dijual" kepada saingannya – tapi kelihatannya tidak mungkin ada calon pembeli yang bersedia membayar dengan harga pantas.

MAS hampir 70 persen dimiliki oleh kendaraan investasi pemerintah Kazanah Nasional, yang tahun ini menyatakan minat untuk menjual sebagian sahamnya.

Selain Fernandez, yang pasti akan ragu untuk mempertimbangkan kembali merger, para analis mencari-cari calon pembeli.

Pada waktu negosiasi MAS AirAsia, boss Qantas Alan Joyce juga sedang mengusahakan kemungkinan menggandeng MAS dan membantu mensponsori maskapai Malaysia itu ke dalam aliansi Oneworld.

Tapi Qantas sendiri menghadapi kerugian besar-besaran tahun ini – mungkin sekitar 700 juta dolar – dan perluasan ke maskapai penerbangan yang lagi-lagi mengalami bencana dan merugi dengan masa depan tak menentu akan dipandang dengan suram oleh para investor.

MAS sudah merugi selama tiga tahun terakhir, tahun lalu kerugiannya sebesar 1,17 milyar ringgit, hampir tiga kali lebih besar dari kerugian di tahun 2012 sebesar 433 juta ringgit.

Dengan status sebagai maskapai penerbangan nasional, Malaysian Airlines terpaksa mengoperasikan rute-rute domestik yang tidak mendatangkan profit, sehingga memungkinkan penerbangan murah seperti AirAsia semakin berkembang.

Dalam pemberitahuan kepada para investor tiga minggu lalu, Mohshin Aziz dari broker Maybank di Malaysia merasa pesimis, dan menyarankan kepada para klien untuk menjual saham MAS setelah maskapai penerbangan itu mengumumkan akan melakukan perombakan tahun depan.

Berbicara kepada ABC menyusul bencana MH17, Aziz mengatakan, ia yakin Malaysian Airlines tidak akan bertahan tanpa restrukturisasi besar-besaran.

Setelah hilangnya MH370 Maret lalu, jumlah penumpang merosot 60 persen menyusul public relations yang sangat buruk.