ABC

Seorang WNI Ikut Jadi Korban Jatuhnya Pesawat ET 302

Seorang warga negara Indonesia (WNI) dikabarkan ikut menjadi korban dalam peristiwa jatuhnya pesawat ET 302 milik maskapai Ethiopian Airlines. Pihak maskapai menyebutkan pesawat mereka mengangkut 149 orang penumpang dari 30 negara dan tidak ada satupun dari penumpang dan 8 awak didalam pesawat itu yang selamat.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia membenarkan seorang WNI turut menjadi korban jatuhnya pesawat ET 302 namun hingga kini belum diketahui identitasnya.

“KBRI Addis Ababa telah mendapatkan informasi dari kantor Ethiopian Airlines bahwa terdapat 1 WNI yang menjadi korban dari kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines yang menuju Nairobi dari Addis Ababa.” kata juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir kepada ABC Indonesia, Minggu (10/3/2019).

“Saat ini Kemlu dan KBRI Addis Ababa sedang mengkonfirmasi identitas dari korban WNI tersebut.” lanjut Arrmanatha Nasir.

Sebuah pernyataan dari maskapai pada Minggu pagi (waktu setempat) mengatakan pesawat Boeing 737, dengan nomor registrasi ET-AVJ itu, jatuh di sekitar Bishoftu, atau Debre Zeit, 50 kilometer sebelah selatan ibukota Ethipia, tak lama setelah lepas landas pukul 8.38 pagi.

“Dipastikan [kecelakaan] itu terjadi pada pukul 8.44 pagi,” kata juru bicara maskapai yang tidak disebutkan namanya kepada Reuters.

Pernyataan resmi dari maskapai Ethiopian Airlines juga menyebutkan “operasi pencarian dan penyelamatan sedang berlangsung dan kami tidak memiliki informasi yang dikonfirmasi tentang korban yang selamat atau kemungkinan korban”.

Perempuan menunggu kabar dari tunangannya setelah jatuhnya Ethiopian Airlines
Anggota keluarga dan kerabat menunggu kabar peluang korban selamat di Bandara Jomo Kenyatta International Airport Kenya.

Reuters: Baz Ratner

Tipe pesawat sama dengan Lion Air JT 610

Berdasarkan data penerbangan pesawat dengan nomor registrasi ET-AVJ yang dirilis situs pelacakan pergerakan Flightradar24 mengungkapkan kecelakaan itu terjadi setelah pesawat ET 302 mengalami “kecepatan vertikal tidak stabil pasca lepas landas”.

Sementara basis data penerbangan sipil dari Planespotters menunjukkan bahwa pesawat yang jatuh adalah unit pesawat baru yang dikirimkan Boeing ke maskapai Ethiopia Airlines pada pertengahan November 2018 dan merupakan model 737-800 MAX yang sama dengan penerbangan Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 yang jatuh ke Laut Jawa pada bulan 29 Oktober 2018 lalu.

Merujuk pada data penerbangan yang dirilis Flightradar24, pengamat penerbangan Alvin Lie melihat ada kemiripan pola dari data penerbangan pesawat ET 302 dengan pesawat Lion Air JT 610 dengan nomor registrasi PK-LQP sebelum mengalami kecelakaan.

“Pesawat Ethiopian Airlines itu kan baru menit ke-6 dia terbang, tapi sudah 8000 feet, dan kecepatannya juga tinggi. Kalau lihat grafiknya, pesawat itu naik cukup normal tapi kemudian level off dan sempat turun kemudian naik lagi, kemudian jatuh.” kata Alvin Lie menjelaskan grafik yang dilihatnya dari laman Flight radar24.

“Kalau lihat polanya mirip dengan Lion Air PK-LQP yang ketinggiannya juga masih dibawah 10 ribu, baru 6000 kaki dan pesawatnya juga naik turun-naik turun, dan saya khawatir itu [ET-302] juga mengalami masalah pada flight control dan Fitur otomatisasi atau Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS).” tambah Alvin Lie.

sepatu yang ditemukan dari lokasi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610
sepatu anak diantara barang yang ditemukan dari lokasi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610.

ABC News: Anne Barker

Hingga kini penyelidikan jatuhnya pesawat Lion Air dengan nomor registrasi PK-LQP masih belum rampung dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Namun menyikapi kemiripan dari dua peristiwa kecelakaan ini, Alvin Lie menyarankan agar institusi KNKT Indonesia memberi perhatian khusus terhadap kecelakan pesawat Ethiopia Airlines ini.

“Tentunya kedua lembaga investigasi kecelakaan, yakni KNKT Indonesia dan KNKT Etiopia bisa saling berkomunikasi dan berbagi informasi.

“Kita punya kepentingan untuk melihat apa yang terjadi di Etiophia untuk melengkapi penemuan data yang kita sudah miliki tentunya. Dan Selain itu Etiophia juga punya kepentingan untuk belajar dan mencermati apa yang sudah KNKT kita lakukan.”

Alvin Lie juga menilai KNKT perlu secara khusus menyoroti isu fitur otomatisasi atau Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) dalam peristiwa kecelakaan di Ethiopia.

“Boeing kan sudah mengumumkan fitur MCAS itu dan juga mengumumkan dalam training manualnya setelah kecelakaan di Indonesia, apakah setelah temuan ini, pelatihan mengenai fitus MCAS ini bagi para pilot di Etiopia juga sudah di update lagi.” sorot mantan anggota DPR ini.

Fitur otomatisasi

Beberapa pekan setelah jatuhnya Lion Air PK-LQP, KNKT merilis temuan sementara dari pembacaan sebagian data pada kotak hitam pesawat Lion Air PK-LQP terungkap kemungkinan terjadinya kerusakan indikator kecepatan penerbangan (airspeed indicator) dan data pada sensor angle of attack (AOA) pada pesawat itu.

Belakangan masalah pada instrumen ini dikaitkan dengan penanganan fitur Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada pesawat Boeing tipe 737-800 MAX yang diduga berkontribusi pada terjadinya kecelakaan pada pesawat Lion Air JT 610.

Setelah analisis KNKT ini dirilis, Boeing baru mengumukan secara resmi tentang fitus MCAS di pesawat mereka dan juga merilis bulletin keselamat bagi para penerbang pesawat 737-800 MAX tentang bagaimana cara mengatasi masalah jika timbul anomali akibat fitur otomatisasi tersebut.

Atas temuan ini, Boeing dituding lalai dalam menginformasikan MCAS dan anomali pada sensor AOA sejak awal pesawat dipasarkan.

Kecelakaan besar terakhir yang dialami Ethiopian Airlines tercatat pada Januari 2010, ketika pesawatnya yang terbang dari Beirut jatuh tak lama setelah tinggal landas.

pesawat penumpang milik Ethiopian Airlines
pesawat penumpang milik Ethiopian Airlines sedang dalam perjalanan menuju Nairobi saat hilang kontak dengan petugas 6 menit setelah lepas landas.

Ethiopian Airlines, file photo