ABC

Sentuhan Indonesia dalam Festival Moomba Melbourne

Tahun ini, Festival Moomba kota Melbourne, Australia, merayakan ulang tahunnya yang ke 60. Ada beberapa sentuhan Indonesia di acara ini yang mengundang decak kagum mereka yang menghadirinya.

Menurut situs kota Melbourne, Festival Moomba pertama kali diadakan tahun 1954, saat Ratu Elizabeth II pertama kali mengunjungi kota Melbourne sejak menduduki tahta. Untuk menyambutnya, Asosiasi Pengembangan Kota (CDA) dan Dewan Kota Melbourne menyarankan agar diadakan sebuah festival musim gugur.

Sebelumnya, memang ada perayaan hari buruh, yang di negara bagian Victoria, tempat Melbourne terletak, dirayakan pada senin pertama bulan Maret. Namun, festival tersebut sudah memudar, dan bahkan pusat kota Melbourne pun popularitasnya tengah menurun. Maka, Moomba diharapkan membangkitkan semangat kota.

Festival Moomba seringkali dijuluki ‘festival untuk rakyat’. Programnya sering berubah-ubah, namun salah satu yang selalu ditunggu adalah pawai yang melintasi jalan pusat kota.

Keragaman budaya tampak mencolok untuk pawai tahun 2014 ini. Ada berbagai elemen budaya yang ditampilkan melalui kostum, tari-tarian, karya seni, bahkan seni bela diri.

Kelompok dari Indonesia tahun ini ikut serta dalam pawai dengan kostum meriah yang mengundang pujian dari penonton. Menurut Vitrio Naldi, Konsul Muda Penerangan dan Sosial Budaya Konsulat Jendral Indonesia di Melbourne, masyarakat Indonesia setidaknya selama 10 tahun terakhir selalu turut serta dalam pawai Moomba. Tahun ini, ada 10 komunitas Indonesia yang terlibat, termasuk diantaranya Indonesian Creative Community of Australia, Perwira dan Indonesian Muslim Community of Victoria.

Rombongan Indonesia memang tak terlihat mengusung hanya satu elemen budaya. Ada kostum yang menyerupai kostum tari sunda, tapi ada juga yang memakai kostum karakter Hanoman. “Kita banyak komunitas dari berbagai suku. Project Officer mengundang… kemudian berdasarkan siapa yang ikut, dia coba membentuk alur,” terang Naldi.

Turut serta dalam rombongan Indonesia adalah gamelan bleganjur Bali. “Biasanya di Bali untuk upacara-upacara dalam masyarakat, prosesi ke pura atau pengabenan…kita di sini, masyarakat Bali yang jumlahnya kira-kira 150 orang, berinisiatif menampilkan,” jelas pengajar gamelan Poedjiono yang ikut berpartisipasi dalam pawai.

Gamelan ditampilkan pula oleh sejumlah sanggar gamelan lokal Gamelan DanAnda, yang menempati satu kios, di mana selama tiga hari festival mereka tampil dan juga mengajarkan cara bermain gamelan pada mereka yang menghadiri Moomba. Selain mengapresiasi pertunjukan gamelan yang ditampilkan, beberapa penonton juga tampak senang mengikuti workshop singkat bermain gamelan khas Bali.