ABC

Seniman Disabilitas Pertemukan Yogyakarta dan Australia

Karya dari tujuh seniman disabilitas dari Yogyakarta dalam pameran berjudul The Story behind the Shedding Light saat ini dipamerkan di galeri Kerry Packer Gallery, University of South Australia di Adelaide. Pameran ini merupakan bagian dari OZAsia Festival 2015 dimana Indonesia menjadi tema utama festival.

Menurut rilis yang diterimai ABC Australia Plus, pameran itu sendiri resmi dibuka hari Kamis (17/9/2015) sementara pameran itu sudah berlangsung sejak 9 September dan berakhir 30 September.

“Bangga dan bahagia sekali rasanya bisa menghadirkan karya-karya seni penyandang disabilitas dari Jogja dalam Festival OzAsia di Adelaide, Australia,” kata Sri Hartaning Sih dalam pembukaan pameran tersebut.

Kebahagiaan Nining, panggilan akrab Koordianator Perspektif Yogyakarta ini, bukan tanpa alasan.

Pasalnya, impian komunitas yang mulai dirintis Oktober 2014 dalam memperjuangkan kesetaraan atas hak-hak penyandang disabilitas dengan berseni rupa menggema tidak saja dalam lingkup lokal, Yogyakarta, tetapi sampai mancanegara.

Suasana Pameran the Story behind Shedding Light, Kamis malam (17/9/2015), di Kerry Packer Civic Gallery University of South Australia
Suasana Pameran the Story behind Shedding Light, Kamis malam (17/9/2015), di Kerry Packer Civic Gallery University of South Australia

 

Impian Nining dan Perspektif kini terwujud  dalam pameran yang diselenggarakan sebagai bagian dari OzAsia Festifal, agenda tahunan yang menggelar karya seni internasional setiap musim Semi di Adelaide, Australia Selatan, yang melibatkan audiens dengan berbagai seni, tradisi, dan sejarah yang berasal dari panorama kebudayaan seluruh negara kawasan Asia.

“Komunitas kami bertekad untuk bersama-sama membangun, menyebarkan, dan menghidupkan pola pikir atau perspektif kesetaraan tentang penyandang disabilitas,” ujar Nining dalam sambutan pembukaan pameran.

Pengejawantahan dari tekad Perspektif, sambung Nining, adalah dengan menjadikan seni rupa sebagai media bersama belajar saling peduli dan menghargai dengan berproses bersama melalui eksperimentasi, eksplorasi, kreasi dan apresiasi.

Andika (seniman penyandang Cerebral Palsy dengan kursi roda) dan Shita (seniman penyandang tuna rungu dengan jilbab hitam) di tengah Pameran the Story behind Shedding Light.
Andika (seniman penyandang Cerebral Palsy dengan kursi roda) dan Shita (seniman penyandang tuna rungu dengan jilbab hitam) di tengah Pameran the Story behind Shedding Light.

 

Terima kasih Nining juga disampaikan kepada Tutti, sebuah organisasi terkemuka di Australia yang mewadahi para penyandang disabilitas untuk berkarya seni.

Ungkapan serupa dia tujukan juga kepada Rossi von der Borch, Prof. Anton Lucas, dan Priyambudi Sulistyanto dari tim program Jembatan Flinders University, Australia Selatan.

Kedua lembaga itulah (Tutti dan Flinders University), ungkapnya, yang sejak awal memfasilitasi dan memberi banyak dukungan kepada komunitas Perspektif hingga akhirnya para seniman disabilitas Yogyja bisa tampil di Adelaide.

Selaku Direktur Artistik Tutti Pat Rix berkisah bahwa kolaborasi antara lembaganya dengan Perspektif semakin menjadi penting manakala dirinya menangkap dampak visual dan emosional yang terwujud dalam presentasi karya-karya Perspektif yang dipamerkan pada 22 Februari 2015 dan 21 Juni 2015 di Yogyakarta.

Sebab itu pula ia makin bersemangat bersama para seniman penyandang disabilitas Tutti dan Perspektif dengan fasilitator Moelyono, seniman senior dari Jawa Timur, mempersembahkan instalasi kaki lima (Angkringan khas Yogya) di OzAsia Festival 2015.

Selain itu, 30 seniman disabilitas Tutti juga turut memamerkan karya-karya mereka.

“Sudah saatnya Pemerintah Indonesia membuka mata dan mengakui peran penting kesenian penyandang disabilitas,” papar Pat Rix.

Dari kolaborasi Yogya-Adelaide ini Pat Rix menyembulkan harapan besar bahwa Perspektif pada saatnya nanti akan menjadi inspirasi bagi seni dan budaya karya seniman penyandang disabilitas di Indonesia.

“Pemerintah Indonesia harus mulai memainkan tanggung jawabnya dalam membangun masyarakat dengan mengubah pola pikir diskriminatif menjadi perspektif menghargai dan memenuhi kehidupan serta hak-hak warga penyandang disabilitas,” pungkas Rix.