Seniman Darwin Tawarkan Karya Seni Untuk Atasi Sampah Antariksa
Sejumlah seniman asal Darwin siap untuk menawarkan solusi yang tidak konvensional kepada para ilmuwan internasional untuk 170 juta lembar sampah antariksa buatan berbahaya yang mengitari Bumi.
Dosen seni visual di Universitas Charles Darwin, Dr Ioannis Michaloudis, dan kandidat PhD, Isodora Mack, telah menemukan ide-ide seni pahat ruang angkasa.
“Bagaimana jika kita mengumpulkan sampah itu dan menciptakan awan raksasa dan kemudian kita memiliki tirai raksasa?. Bagaimana jika kita mengumpulkan semua sampah ini dan membuat payung yang bagus?,” utaranya.
Sampah antariksa adalah sampah yang mengelilingi dunia dan terdiri dari segala sesuatu mulai dari serpihan cat yang digunakan pendorong roket.
Hampir 60 tahun setelah satelit pertama diluncurkan ke dalam orbit, jumlah akumulasi sampah antariksa telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, dengan para ahli takut akan adanya ‘longsor’ ruang angkasa yang sudah dekat.
Solusi konvensional termasuk memantau pergerakan sampah antariksa atau memindahkannya dengan menggunakan tekanan foton yang dihasilkan sinar laser.
Dr Joannis mengatakan, dunia juga harus mencari tahu solusi artistik yang menggabungkan bahan yang lama digunakan oleh teknologi NASA untuk melindungi dan melindungi pesawat ruang angkasa.
Ia telah bereksperimen dengan aerogel silika, bahan sintetis berkepadatan rendah yang biasa digunakan.
Hasilnya ialah seni pahat tabung kaca.
Karya ini mengarahkannya pada ide untuk mengumpulkan sampah antariksa di aerogel dan kemudian menyimpannya di atas Bumi dalam sejumlah wadah atau akumulasi yang banyak.
“Ini adalah konsep artistik, tapi siapa yang tahu ketika Leonardo berbicara soal terbang pada saat itu dan setelahnya kita bisa terbang?. Seni tak menawarkan solusi. Seni ada untuk membuka pertanyaan,” ujar Dr Joannis.
“Kami menawarkan mitologi sementara para ilmuwan menawarkan metodologi,” sambungnya.
Isodora telah bekerja bersama Dr Joannis pada konsep ini dan telah menciptakan lukisan akrilik dan minyak yang menggambarkan ide tersebut.
“Awan sampah menciptakan bayangan yang dilemparkan pada permukaan Bumi. Itu memberikan naungan dan perlindungan bagi planet panas kami,” tutur Isodora.
Akhir bulan ini, ia akan melakukan perjalanan ke Bangkok untuk menyajikan makalah konferensi yang ditulis bersama-sama dengan Dr Joannis Michaloudis tentang konsep mereka.
Ia dianggap satu-satunya artis yang dijadwalkan untuk menghadiri Konferensi Internasional tentang Ilmu Bumi dan Perubahan Iklim.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterbitkan dan diperbarui: 22:00 WIB 19/07/2016 oleh Nurina Savitri.