ABC

Senator Perempuan Australia Sering Diinterupsi Secara Negatif Oleh Senator Pria

Sebuah penelitian menunjukkan, efektivitas para Senator perempuan Australia dalam sidang begitu terbatas karena mereka diberi sedikit waktu untuk berbicara dan lebih sering diinterupsi secara negatif oleh rekan-rekan pria mereka.

Australia saat ini menduduki peringkat ke-54 di dunia untuk keterwakilan perempuan di Parlemen, berada di belakang negara-negara seperti Afghanistan dan Ethiopia.

Meski 39 % dari Senator Australia adalah perempuan, studi ini menemukan, perempuan mengalami perlakuan yang tidak setara akibat gaya komunikasi maskulin.

Kandidat PhD dari Universitas Canberra, Joanna Richards, mengamati rekaman sidang selama 10 tahun untuk tesisnya yang berjudul ‘Let Her Finish: Gender, Sexism, and Deliberative Participation In Australian Senate Estimates Hearings’ (Biarkan Perempuan Menyelesaikannya: Gender, Seksisme, dan Partisipasi Permusyawaratan Dalam Sidang Dengar Pendapat di Senat Australia).

Ia ingin mencari tahu persis berapa banyak perempuan diinterupsi dibandingkan dengan rekan-rekan pria mereka, apakah karakter interupsinya berbeda dan reaksi yang muncul ketika perempuan menginterupsi pria.

Joanna mengatakan, informasi yang ia temukan begitu signifikan karena kurangnya waktu berbicara tanpa gangguan bagi Senator perempuan berarti mereka dibatasi dari melakukan pekerjaan mereka dengan baik.

"Anda tak bisa melakukan pekerjaan Anda sebagai politisi jika Anda tak bebas berbicara," sebut Joanna.

Perempuan lebih dihukum jika menginterupsi

Penelitian ini mengkategorikan interupsi menjadi tiga jenis: positif, negatif dan defensif.

Studi tersebut menemukan bahwa meski perempuan lebih sering diinterupsi di Senat, interupsi mereka biasanya positif, dibandingkan dengan interupsi negative dari rekan-rekan pria mereka.

Sebuah interupsi positif misalnya, pernyataan dukungan atau persetujuan.

Sebuah interupsi negatif adalah bentuk permainan kekuasaan, mencoba untuk mengalihkan perhatian dari pembicara lain atau menurunkan kredibilitas mereka.

Sebuah gangguan defensif terjadi ketika pembicara yang kuat menyela atas nama seorang pembicara kurang kuat yang sudah diinterupsi.

“Perempuan lebih banyak menginterupsi,” kata Joanna.

“Tapi ketika mereka menginterupsi, biasanya defensif, atau mendukung Senator perempuan atau Senator kurang kuat lainnya secara positif, sedangkan hampir 75% dari interupsi Senator pria mencoba untuk merebut kekuasaan atau mengalihkan perhatian dari politisi lain,” jelasnya.

Skip YouTube Video

FireFox NVDA users – To access the following content, press ‘M’ to enter the iFrame.

YOUTUBE: Sidang Parlemen Australia

Dianggap emosional

Penelitian itu menemukan, Senator perempuan juga lebih sering dihukum karena menginterupsi.

"Pimpinan sidang lebih mungkin untuk meminta Senator perempuan menimbang kembali interupsinya, sedangkan Senator laki-laki lebih mudah untuk menginterupsi," kata Joanna.

“Kesaksian perempuan [di sidang Senat] disebut emosional, tak masuk akal, atau kata-kata sejenis sebanyak 163 kali. Perempuan menerima komentar jenis ini 2,5 kali lebih banyak dari rekan-rekan pria mereka … komentar ini sebagian besar dikeluarkan oleh pria, dengan 120 komentar berasal dari Senator pria,” terangnya.

Bukan sesederhana pria vs perempuan

Joanna tak hanya mempermasalahkan laki-laki yang menginterupsi perempuan secara negatif di Senat Australia.

Ia juga menemukan beberapa perempuan berperilaku maskulin untuk “menyesuaikan diri” dengan laki-laki.

“Ada misogini terinternalisasi tingkat tinggi dalam dunia politik karena perempuan diuntungkan dengan mengadopsi gaya komunikasi maskulin,” sebut Joanna.

“Untuk setara dengan pria berarti perempuan seperti itu bisa terus maju, tetapi tak semua perempuan bisa mengalaminya,” sambungnya.

Ia berujar, “Ini bukan situasi pria versus perempuan secara murni … ini menimbang lingkungan maskulin dari politik dan kemampuan seorang perempuan untuk tetap menerapkan gaya komunikasi gendernya sendiri dan berhasil –terlepas apakah itu mungkin.”

Diterbitkan Pukul 11:00 AEST 25 November 2016 oleh Nurina Savitri. Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.