‘Semuanya Benar’: Saksi Ungkap Kejahatan Militer Australia di Afghanistan
Seorang saksi dalam penyelidikan dugaan kejahatan perang yang dilakukan pasukan khusus SAS Angkatan Bersenjata Australia (ADF) membenarkan sebuah laporan terbaru yang diumumkan Kamis kemarin.
Laporan penyelidikan yang dilakukan Inspektur Jenderal ADF memuat rincian tentang dugaan pembunuhan warga sipil Afghanistan dan tahanan yang dilakukan tentara Australia.
Saksi bernama Dusty Miller bertugas sebagai tenaga medis di SAS telah dimintai keterangan atas apa yang dia saksikan selama bertugas di Afghanistan.
“Semuanya benar. Memang terjadi. Memang faktual. Begitu yang terjadi di sana. Begitu yang saya saksikan beberapa kali,” katanya kepada ABC.
Penyelidikan Inspektur Jenderal ADF yang telah berlangsung lama ini menemukan “informasi yang dapat dipercaya” jika 39 warga Afghanistan dibunuh dalam insiden yang melibatkan tentara SAS, selain ada perlakuan kejam terhadap dua orang lainnya.
Laporan Irjen ADF merekomendasikan agar 19 tentara diselidiki lebih lanjut oleh polisi, dari 25 tentara yang berpotensi terlibat dalam insiden tersebut.
Anda bisa membaca laporan selengkapnya dari penyelidikan dalam dokumen ini.
Seorang warga dibawa pergi saat dalam perawatan
Miller merupakan salah satu dari prajurit yang berbicara terbuka mengenai dugaan pembunuhan tanpa alasan sah yang mereka saksikan di Afghanistan.
“Sudah sekitar delapan tahun mengetahui sesuatu. Mendengarkan Panglima Angkatan Bersenjata secara terbuka mengkonfirmasi tuduhan itu, benar-benar merupakan pemulihan,” katanya.
Petugas medis pasukan khusus ini sebelumnya telah berbicara secara terbuka tentang insiden traumatis yang melibatkan warga sipil Afghanistan bernama Haji Sardar Khan.
Dalam penyerangan di desa Sarkhume pada Maret 2012, Miller merawat luka-luka yang dialami Haji Sardar setelah ditembak di bagian kakinya.
Miller mengatakan melihat sendiri Haji Sardar yang masih terluka dibawa pergi oleh seorang tentara senior SAS.
Haji Sardar kemudian ditemukan tewas setelah diduga dipukuli oleh tentara tersebut.
Penyelidikan awal ADF menemukan bahwa Haji Sardar memiliki granat ketika dia ditembak, tapi hal ini telah dibantah oleh keluarganya dan penyelidikan Komnas HAM Afghanistan.
ABC mewawancarai anak Haji Sardar, Hazratullah, yang mengatakan bahwa dia menemukan mayat ayahnya.
“Ada bekas sepatu lars di jantungnya. Anda bisa melihat bekas sepatu lars di sekujur tubuhnya. Di lehernya juga,” katanya kepada ABC.
Laporan Inspektur Jenderal juga menemukan bahwa beberapa anggota pasukan khusus melakukan “pelemparan”, termasuk senjata seperti granat dan pistol untuk dipasang di badan korban demi “menyembunyikan pembunuhan sengaja tanpa alasan yang sah.”
Miller mengatakan tidak tepat bila ia merinci insiden yang disaksikannya di Afghanistan dalam wawancaranya dengan ABC kemarin. Namun ia menegaskan penanaman senjata ke korban terjadi selama penyerangan.
“Senapan serbu AK digunakan secara teratur dan juga granat tangan. Granat tangan tua yang saya lihat ditanam di tubuh korban dalam banyak kesempatan,” ujarnya.
Dia mengatakan tentara yang bertanggung jawab atas dugaan pembunuhan warga sipil dan tahanan harus dipenjara.
“Mereka melakukan tindakan yang salah,” katanya.
“Dan saya sangat percaya mereka melakukannya dengan anggapan tidak akan pernah bertanggung jawab atas kejahatan tersebut.”
“Saya kira mereka semua mengira tak tersentuh hukum, di atas hukum.”
‘Mengakhiri karir militer’
Laporan penyelidikan memeriksa masalah tradisi mendalam di tubuh SAS, termasuk “budaya jagoan” di antara beberapa perwira.
Laporan ini mengatakan bahwa tanggung jawab juga harus dipikul oleh mereka yang, “dalam kesetiaan yang disalahpahami kepada Resimen mereka, atau rekan mereka, belum siap untuk melarang tindakan kriminal atau, bahkan hingga hari ini, menolak menerima meski ada bukti yang tak terbantahkan, atau berusaha memberi pembenara dan mitigasi yang tidak jelas dan tidak meyakinkan”.
Miller mengatakan mayoritas dari mereka yang bekerja dengannya adalah “orang terhormat”, tapi ia mengakui bahwa ada masalah tradisi, “saling memakan” sebagai wujud persaingan paling kejam.
“Kasusnya seperti meminum Kool-Aid. Semua orang tahu apa yang terjadi. Itu kejadian sehari-hari. Anda menganggapnya normal,” katanya.
“Anda harus mengikuti apa yang terjadi, karena alternatifnya adalah bunuh diri profesional dan Anda akan dikucilkan.”
Laporan penyelidikan juga menyebutkan para komandan di tingkat pasukan, skuadron dan Satgas Operasi Khusus harus memikul tanggung jawab, namun komandan patroli memaafkan perilaku tersebut.
Miller mengatakan para komandan di tingkat skuadron pasti sudah tahu apa yang terjadi.
“Saya sangat sulit untuk percaya bahwa tingkat Komandan Skuadron tidak tahu apa yang terjadi, mengingat mereka harus berdiskusi dengan [komandan patroli] usai melakukan setiap misi,” katanya.
“Saya merasa hampir tidak mungkin bila mereka tidak tahu apa yang terjadi di lapangan. Tidak mungkin.”
Dia menyebutkan trauma bagi para saksi dugaan kejahatan perang di Afghanistan benar-benar menghancurkannya.
“Beberapa teman dekat saya di resimen juga sangat terpengaruh dengan hal tersebut.”
Ia mengatakan pengalaman menyaksikan dugaan pembunuhan tanpa alasan yang sah ini telah menghancurkan banyak anggota pasukan lainnya.
“Kita telah melampaui batas yang sangat buruk. Kita melampauinya selama beberapa tahun. Kita harus membayarnya sekarang.”
Artikel ini diterbitkan dari laporan ABC News.