Semakin Banyak Pria Lanjut Usia di Australia Bunuh Diri, Jadi Kekhawatiran
Pasangan Domenico dan Gelsomina sudah menjadi pilar kuat keluarga Palmieri, imigran asal Italia di Australia. Tapi di luar dugaan, pada suatu hari Domenico mengakhiri hidupnya sendiri.
Kakek-nenek yang dicintai anak dan cucunya ini selalu menjamu makan malam keluarga setiap Jumat di rumah mereka di Newcastle, dibumbui kisah dan menu-menu khas dari kampung asalnya Abruzzo, Italia.
"Tak peduli bagaimana kondisi kami pada minggu itu, kami pasti berkumpul setiap Jumat," tutur Sian Palmieri, cucu perempuan Domenico.
Sian mengingat kakek yang dipanggilnya Nonno memiliki "jiwa yang lembut".
"Semua orang mencintai Nonno, dia selalu tersenyum. Dia selalu ada di kebun yang menjadi kebanggaan dan kegembiraannya," katanya.
Keluarga mereka begitu terpukul ketika Domenico bunuh diri pada Januari 2019, dalam usia 84 tahun.
Mereka baru menyadari setelah kematiannya bahwa Nonno ternyata telah merencanakan hal sebelumnya.
"Hal ini mengejutkan kami semua, terjadi secara tiba-tiba. Ini jadi pengalaman terburuk yang bisa dialami keluarga mana pun," ujar Sian.
Fenomena yang diabaikan
Tindakan bunuh diri di kalangan orang lanjut usia adalah fenomena yang diabaikan, meskipun angkanya jauh lebih tinggi daripada kelompok usia lainnya.
Data terbaru dari Biro Statistik Australia menunjukkan tingkat bunuh diri pria berusia 85 tahun ke atas tiga kali lebih tinggi secara nasional.
Pada tahun 2020 dan 2021, pria berusia antara 80 dan 84 tahun juga mengalami peningkatan terbesar dalam tingkat bunuh diri, jika memperhitungkan ukuran demografis.
Namun permasalahan ini kurang mendapat perhatian dari segi kebijakan, karena fokus utamanya pencegahan bunuh diri di kalangan generasi muda.
Meskipun fokus ini memang mendesak dan perlu, namun kini muncul dorongan memprioritaskan kelompok usia lebih tua.
Badan amal Anglicare menjalankan satu-satunya program pencegahan bunuh diri nasional bagi perawat orang lanjut usia.
Program Pencegahan Bunuh Diri untuk Warga Lanjut Usia berupa kursus online diperuntukkan bagi siapa saja yang memiliki kontak dengan orang lanjut usia.
Manajer program Nancy Gewargis menjelaskan kesehatan mental para manula seringkali diabaikan.
"Ketika kita bicara tentang bunuh diri, para manula tidak menjadi perhatian utama," ujarnya.
"Kita berpikir bahwa depresi sudah menjadi bagian dari usia tua, tak banyak yang bisa kita lakukan jika mereka memikirkan kematian dan bunuh diri," katanya.
"Kesedihan bukan hanya menyangkut kehilangan orang yang dicintai, tapi juga tentang kehilangan kemampuan. Kehilangan apa yang dulu bisa mereka lakukan, kehilangan rumah dan harus pindah ke panti jompo," ujar Nancy.
"
"Kita dapat membantu mereka mengatasi perubahan ini dan mengatasi kesedihan mereka," jelasnya.
"
Kurang adanya penelitian
Meskipun tingkat bunuh diri cukup tinggi di kalangan warga lanjut usia Australia, namun populasinya masih sangat kurang diteliti.
Peneliti dari Flinders University Dr Monica Cations menjelaskan, faktor risiko dari kejadian bunuh dini di kalangan lansia masih kurang diketahui.
Dr Monica menyebut lebih dari 354 orang dalam kelompok lansia meninggal akibat bunuh diri antara tahun 2008 dan 2017. Dan hanya sedikit di antaranya yang memang mengalami kesehatan mental.
"Hanya 20 persen orang yang mengakses perawatan kesehatan mental," jelasnya.
"KIta tidak memiliki data selama periode pandemi COVID-19, padahal peristiwa ini sangat mungkin berdampak pada kesehatan mental orang lanjut usia," tambahnya.
Pada tahun 2022, negara bagian Victoria mencatat angka bunuh diri tahunan tertinggi sejak pencatatan data dimulai pada tahun 2000.
The Victorian Suicide Register mencatat peningkatan kasus bunuh diri sebesar 9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Peningkatan paling dramatis terjadi pada mereka yang berusia 65 tahun ke atas, yaitu sebesar 32 persen.
Pria lebih tua paling berisiko
Meskipun jumlah terbesar kasus bunuh diri terjadi pada pria paruh baya, tingkat bunuh diri tertinggi terjadi pada pria berusia di atas 85 tahun.
Hal ini disampaikan Kylie King, peneliti dari Turner Institute for Brain and Mental Health di Monash University.
Dr Kylie mengatakan pria yang diwawancarainya mengaku seringkali dianggap sebagai beban bagi orang lain seiring bertambahnya usia.
Menurut dia, para lansia tidak berbicara dalam terminologi bunuh diri dan tak memiliki bahasa untuk mengungkapkan perasaan mereka, sehingga sulit bagi orang di sekitar mereka untuk menyadari risiko tersebut.
"Mereka berbicara tentang keinginan untuk memilih waktu dan cara kematian mereka," katanya.
Data ABS juga menunjukkan sedikit peningkatan kasus bunuh diri pada wanita yang lebih tua, namun Dr Kylie mengatakan masih terlalu dini untuk menyebutkan sebagai tren.
Sementara itu, Domineco Palmieri telah mendorong cucunya Sian untuk membantu keluarga lain, bekerja sebagai fasilitator dalam program Pencegahan Bunuh Diri untuk Lansia.
Dia mendorong perlunya isu ini menjadi perhatian meskipun bukan topik yang mudah atau nyaman untuk didiskusikan.
"Tidak ada yang tahu tentang itu, tidak ada yang membicarakannya," kata Sian.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News yang selengkapnya dapat dibaca di sini